Tampilkan postingan dengan label Think Again. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Think Again. Tampilkan semua postingan

Minggu, 08 Maret 2015

Pergunjingan Souvenir Pernikahan

Malam kemarin seperti biasanya tiap hari Sabtu, jika pemuda lain menghabiskan waktu malam mingguan bersama pacar atau keluarga mereka, mungkin di Malioboro, mungkin di resto es krim, atau mungkin menikmati nasi kucing ditemani teh hangat di angkringan. Ah pasti nikmat dan seru sekali. Tapi sekali lagi, malam minggu saya masih sama pulang kerja pukul 19.00 WIB. Tak masalah, memang jam inilah yang saya pilih untuk tetap bekerja di hari libur. Selain untuk kesibukan juga menambah penghidupan. Saya cukup menikmati malam Minggu- malam Minggu saya, karena tiap malam sama saja.

Saya biasa naik Bus Trans Jogja. Untuk sampai ke shelter (tempat pemberhentian Trans Jogja) di dekat UIN dari Jalan Veteran, saya harus naik dua kali. Pertama naik 2A dari shelter RSIA Hidayatullah turun di Kridosono, lalu naik lagi 4B turun di shelter UIN. Perjalanan ini memakan waktu 90 menit. Lama? Iya! Waktu tunggunya yang biasanya lama.

Sabtu, 07 Maret 2015

Kenapa Harus Anjing?

Sejak mediasi antara Gubernur DKI, Basuki Thahaya Purnama (Ahok) dan anggota DPRD digelar dan tanpa kesepakatan. Berakhir ricuh dan saling mengumpat. Saya sempat menonton video jalannya mediasi ini. Awalnya berjalan tenang dan terjadi diskusi yang aktif antara Ahok,mediator dan DPRD. Kericuhan baru terjadi di 15 menit sebelum mediasi harus diakhiri karena tidak kondusif.

Bermula dari Ahok yang menyampaikan pembelaannya atas keputusan menyerahkan draf hasil E-Budgeting, dengan nada keras dan jari telunjuk menunjuk-nunjuk anggota DPRD, Ahok memaparkan alasan-alasannya, ia juga menantang anggota DPRD yang terkait untuk membuktikan apa yang telah mereka sepakati. Saya tak tahu pasti, tapi setelah kejadian ini, semua anggota DPRD berubah emosional. Ada yang berjalan ke depan dan berteriak-teriak kepada Ahok, ada pula yang hendak walk out.

Minggu, 15 Februari 2015

Cara Menjadi Dewasa



Beberapa hari lalu ada seorang teman yang bertanya, "Rizza, bagaimana sih caranya menjadi dewasa itu?"

Kaget juga mendapatkan pertanyaan "aneh" itu. Menjadi dewasa? Kok tanyanya ke aku?

Seperti mengerti pertanyaan hati saya dia menimpali. "Iya, soalnya kamu kelihatan sudah dewasa banget, keibuan, sabar, pokoknya aku ngefans deh sama kamu!"

Oh, berlebihan bin lebay ini. Dia belum tahu ya kalau aku ngomel-ngomel, cerewet dan mrengut? Haduh, keibuan? Masak aku sudah pantas jadi ibu sih? *ngaca ah, apa mukaku uda ibu-ibu banget ya?*

Tidak! Tidak! Belum setua itu! *stress*

Tapi kan yang melihat orang lain?

Oke, fine! Dewasa, keibuan, sabar! Ah, baik semua lah itu. Dewasa semuda mungkin kan keren!
*
menghibur diri kipas-kipas*

Amin, semoga jadi doa

Hmmm... gimana ya jawabnya nih.. Cara mernjadi dewasa... cara menjadi dewasa...

Oke.. Bismillah..

1. Pikirkan kata-katamu sebelum diucapkan! Terutama jika harus berdiskusi bahkan berdebat dengan orang lain

Aku sering banget terjebak dalam hal ini, maksudku aku sering langsung menimpali pendapat teman sebelum memikirkan diksinya matang-matang. Akibatnya setelah dibaca ulang ternyata sangat kenak-kanakan. *malu euy*

IN MEMORIAM : SETAHUN LETUSAN GUNUNG KELUD (15 FEBRUARI 2014)

Anak Gunung Kelud Sebelum Erupsi

Cepat sekali waktu berlalu, sudah setahun sejak Gunung Kelud meletus. Aku masih sangat ingat malam itu, dan hari-hari setelahnya. Mungkin, aku tak pernah lupa!

Malam itu pukul 22.00 tanggal 15 Februari 2014. Kami sekeluarga, ayah, ibu, aku, Faisal dan Farid sudah bersiap istirahat, tamu yang membesuk ayahku sudah pulang semua. Ayah juga sudah terlelap, alat bantu jantung masih terpasang, tapi oksigen di hidungnya sudah dilepas. Aku lega! Kuharap malam ini aku bisa tidur lebih nyenyak dari sebelumnya.

Adikku, Faisal dan Farid juga sudah menggelar karpet di luar kamar, biasanya mereka tidur disana, kemulan sarung berdua. Selama hampir dua minggu ini, hampir tiap malam, dua adikku itu tidur di luaran. Sesekali sambil membawa buku sekolah, atau buku les. Mereka berdua memang harus bersiap menghadapi ujian akhir nasional. Faisal kelas 3 SMA, Farid kelas 6 SD. Kadang aku tega, mereka harus konsentrasi penuh sekolah tapi disaat yang sama ayah sedang sakit parah. Paling parah dari yang sebelum-sebelumnya.

Tapi aku bisa apa? Aku cuma bisa berdoa untuk kesembuhan ayah, bahkan aku selalu meminta yang terbaik untuk ayah, karena memang sudah sangat parah. Aku tak tega melihat ibu menangis setiap hari. Hanya doa itu saja! Apapaun yang terjadi aku berusaha menyelesaikan skripsiku. Setahun lalu, tepat di awal 2014, aku adalah mahasiswa dengan skripsi yang galau, selesai tidak, selesai tidak. Tapi karena ayah sakit begitu. Aku katakan pada diriku. “Harus selesai! Atau kamu akan menyesal Za!”

Aku membuka file skripsi, ingin kujabarkan lima halaman lagi sebelum tidur, tapi tayangan TV One yang sedang dilihat ibu menyita konsentrasiku. Berita itu mengatakan kalau status Gunung Kelud berubah menjadi awas! Kemungkinan besar akan meletus malam hari ini. Ini bukan saatnya mengerjakan skripsi! Ibu menelepon Bulik El, menanyakan bagaimana kondisi desa kami, Desa Jarak Kecamatan Plosoklaten Kabupaten Kediri, tempatku tinggal hanya berjarak 25 km dari Gunung Kelud. Beberapa waktu sebelumnya, pos pengungsian sudah dipersiapkan dibeberapa sekolah. Pendek kata, kami sudah siap kapanpun Kelud akan meletus.

Jumat, 13 Februari 2015

Valentine Days Perspektif Rizza Nasir

Kali ini saya tertarik untuk menelisik lebih dalam valentine days. Pasti kamu juga ingin tahu kan apa dan bagaimana valentine day itu? 


Cekidot!
Hari raya ini adalah salah satu hari raya bangsa Romawi Paganis (yang menyembah berhala), bangsa romawi telah menyembah berhala semenjak 17 abad silam. Jadi hari raya valentine ini adalah merupakan sebutan kepada kecintaan terhadap sesembahan mereka.
Tentang sejarah valentine ini ada banyak versi yang menyebutkan, tetapi dari sekian banyak versi menyimpulkan bahwa hari valentine tidak memiliki latar belakang yang jelas sama sekali.

Biar kamu tidak bingung berikut ini saya tuliskan beberapa sejarah yang melatar belakangi valentine’s day :

Selasa, 03 Februari 2015

JANGAN MINDER MAS...



Saya mengenal seorang pria, 25 tahun usianya. Sebut saja namanya Hari. Dia adalah teman kerja saya. Satu tim kami 3 orang. Saya, Mas Hari dan Mbak Dea. Sejak saya bergabung dalam tim ini hampir 3 bulan ini, saya merasa mereka berdua lebih dari sekedar rekan kerja, mereka sudah seperti saudara saya sendiri.

Di sela-sela jam kerja, untuk menghilangkan kebosanan saya biasa membuka perbimcangan. Tentang banyak hal, isu terkini,  lagu baru, film baru, tulisan atau saya minta diajari editing dan video making. Pendek kata bersama mereka saya menemukan kembali iklim berbincang dan diskusi yang dulu akrab saya jalani di berbagai organisasi yang saya ikuti.

Salah satu yang pernah menjadi perbincangan serius kami bertiga adalah foto yang diunggah Mas Hari di akun facebooknya. Fotonya saat menghadiri wisuda kekasihnya di sebuah universitas swasta di Jogja. Saya tak tahu pasti apakah perempuan tersebut seusia atau adik kelasnya. Yang pasti, Mas Hari seharusnya juga sudah wisuda, karena dia masuk di jurusan IT pada tahun 2009. Diterima bekerja dan kesibukannya mengikuti event IT membuatnya memilih menunda wisuda dan akhirnya kekasihnya yang wisuda lebih dulu.

Sebelum hari wisuda itu tiba, Mas Hari memang pernah cerita tentang kekasihnya pada saya dan Mbak Dea, kami sering menggodanya, meminta dia segera melamar. Nanti keburu dilamar orang. Tapi kelihatannya Mas Hari santai saja. Hanya senyum-senyum sendiri,  tidak jelas apa arah senyum itu.

Sehari setelah menghadiri wisuda, saya bertanya padanya, lebih tepatnya penasaran, bagaimana ceritanya saat bertemu orang tua kekasihnya itu di prosesi wisuda. Awalnya dia bercerita dengan senyuman, kelihatannya bahagia bisa mendampingi wisuda, terlebih menyandingnya saat berfoto bersama.

Raut muka Mas Hari berubah lesu ketika ia mengatakan, “Ada seorang lelaki sudah PNS yang melamar dia, dia bilang padaku semalam”

Minggu, 01 Februari 2015

UNTUKMU YANG MEMILIKI TEMAN TAK SEMPURNA



Memang, tak ada orang yang sempurna di dunia ini. Termasuk kita. Tapi coba lihat di sekitarmu, satu persatu kamu akan temukan orang-orang yang tak seberuntung dirimu. Entah tuna netra, tuna rungu, tuna daksa, tuna grahita, lumpuh, pincang dan masih banyak lagi, tak usah disebutkan. Ini terdengar menyakitkan!

Sebentar, sebenarnya kita tak tahu, mereka atau kamu yang sempurna. Kita hanya bisa menerka. Siapakah yang merasa begitu. Tapi menurut Tuhan? Siapa tahu di mata Tuhan justru merekalah manusia sempurna. Bukan kamu, bukan juga aku.

Jangan pernah bilang “Kasihan dia”

Tolong jangan katakan “Kasihan dia, ayo dibantu!”

Asal kamu tahu, mendengarkan kata kasihan dari lisanmu sungguh membuat hati mereka sakit. Siapa yang sudi dikasihani? Siapa yang sudi dianggap tak berarti dan hanya merepotkan kehidupan ini? Siapa?

Jumat, 30 Januari 2015

SAHABATKU YANG BEKU

Baru saja sepuluh menit yang lalu aku sampai, kerja hari ini benar-benar menguras pikiranku juga tenagaku, memang kelihatannya duduk di depan komputer dan sesekali bisa menengok socmed di tab sebelah tapi itu saja tak cukup menghilangkan pegal-pegal di pundak, dan kebuntuan pikiran. Seharian ini ada empat artikel panjang yang harus kutunaikan.  Sekitar 60 halaman folio. Harus riset ke berbagai sumber, harus merangkai kata yang pas, yang langsung menuju sasaran, belajarlah untuk tidak puitis! Itu yang dikatakan atasanku.

Empat tahun terakhir aku memang suka membaca puisi, membaca saja, untukku sendiri bukan deklamasi. Kurasa ini adalah pengaruh teman-teman FLP Malang yang selalu membuatku iri, karena mereka jago sekali di semua lini literasi. Kini, setelah aku bekerja dibalik layar sebuah website perusahaan, aku harus belajar lagi menggunakan bahasa marketing yang lugas, sesekali saat editing masih ada saja kalimatku yang dicoret, lagi-lagi Terlalu puitis! Ah, sudahlah! Yang penting aku sudah belajar dan aku akan belajar lagi!

Kurebahkan tubuhku di atas kasur. Ahh senangnya bertemu bantal, ingin rasanya langsung tidur. Duduk di depan komputer dan berpikir keras benar-benar membuat badanku butuh istirahat sempurna. Tidur! Tapi, ah, bayangan itu lagi membayangi pejaman mataku.

Iya aku di Jogja, sebulan lalu aku diterima kuliah disini, alhamdulillah!

Itu sms yang kukirimkan padanya, setelah dia bertanya, Rizza sekarang kamu di Jogja ya?

Rabu, 10 Desember 2014

MENDAMPINGI KEMARAHAN



Saya selalu ngeri ketika melihat orang marah, dahinya yang mengkerut, pipinya yang memberengut, giginya yang gemeretuk, apalagi ditambah nada suaranya yang meninggi. Kadang kata-kata sengak keluar dari mulutnya dan tingkah liar dilakukannya. Ngeri sekali! Meski tak semua kemarahan seperti itu, ada pula orang yang marah dengan diam atau lebih tepatnya mendiamkan, cuek dan dingin. Orang dengan tipe marah seperti ini memang tidak mengerikan bagi saya, tapi susah dipahami apa maunya.

Adapula marah yang tidak muncul dari sikap, tapi dari tulisannya, kata-katanya. Orang yang marah biasanya tulisannya acak-acakan, sekenanya dan tak dipahami dengan jelas maksudnya, adapula yang marah dengan deskripsi yang tertata, namun jelas sekali bahwa ia marah dan kecewa. Tulisan memang sederhana, tapi ia bisa memberi banyak makna, termasuk mengatakan pada semua orang kalau aku marah, aku kecewa!

Saya mengerti, emosi memang susah sekali dikendalikan dalam keadaan tertentu, apalagi saat kondisi begitu mengecewakan dan menyebalkan, semua tidak beres, semua gagal. Rasanya seperti ada paku menghujam hati, rasanya seperti baju kumal yang diperas berkali-kali. Marah, sebal, kecewa, terluka!

Minggu, 07 Desember 2014

Sekelumit Tentang Penghentian Kurikulum 2013



Melalui tulisan ini, saya ingin bicara pada Anda yang merasa penghentian K-13 adalah sebuah langkah yang salah, penghentian ini konspirasi atau penghentian ini tak bisa terdefinisi karena semau udel Jokowi.

Saya bicara atas nama seorang mahasiswa yang belajar di sebuah jurusan pendidikan guru sekolah dasar. Saya belum mempunyai pengalaman mengajar bertahun-tahun seperti Anda. Ya, seperti Anda, yang barangkali ada yang jam mengajarnya sudah belasan tahun dari mulai Kurikulum 1994, KBK, KTSP sampai Kurikulum 2013 sekarang ini. Anda tentu merasakan, bagaimana rasanya menerima instruksi perubahan kurikulum, lalu Anda didaftarkan mengikuti seminar- seminar dan pelatihan. Susah payah Anda belajar memahami kurikulum yang baru itu. Sebagai guru yang baik Anda tentu punya semangat yang tinggi untuk memahami kurikulum baru itu. Setelah Anda baru saja menguasainya dan menerapkan setahun sampai dua tahun, tiba-tiba kurikulum ganti lagi, bagaimana rasanya?

Kamis, 04 Desember 2014

APAKAH KAMU PERNAH MENANGIS?


Ada sebuah pertanyaan yang dilontarkan pada saya, “Rizza, apakah kamu pernah menangis?” Sebuah pertanyaan sederhana namun sarat makna. Sebagai manusia biasa saya tentu pernah menangis. Dulu awal kelahiran saya juga diawali tangisan. Saya menangis sesaat setelah saya dikeluarkan secara caesar dari perut ibu. Entah apa alasannya saya menangis saat itu, Mungkin saya bertanya pada Tuhan, “Kenapa saya harus lahir sekarang? saya masih ingin di rahim ibu lebih lama lagi” 

Kelahiran saya juga diwarnai tangisan ayah saya, lelaki perkasa itu hampir tak pernah menagis sebelumnya, tapi setelah saya lahir, ia menangis untuk saya. Entah, itu tangis bermakna apa, bahagia karena kelahiran saya atau sedih karena kondisi saya. Kata nenek ayah bergumam begini dalam tangisnya, “Kenapa putriku kecil begini? Hitam lagi? Apa dosaku? Tolong biarkan dia hidup Tuhan!”

Selasa, 02 Desember 2014

Memulai Usaha Kue

Saya tidak pernah membayangkan sebelumnya, kalau akhirnya saya benar-benar menjadi pembuat kue. Dulu saya hanya iseng-iseng saja. Memang, saya ingin sekali pintar memasak dan bikin kue seperti ibu dan Mak (nenek) saya. Tapi, mereka sama sekali tak pernah menyuruh saya belajar buat kue. Tidak! Mereka hanya bilang, "Belajar yang rajin ya Nduk, kelak hidupmu harus lebih baik daripada kami" itu pesan Mak saya.

Begitu juga ibu, meski ibu sering membuatkan kue teman-temannya kalau ada rapat desa, atau acara rutinan, ibu tak pernah memmerintahkan saya belajar buat kue. Saya hanya membantu saja. Sesekali melihat cara ibu membuatnya. Toh saya gampang sekali lupa dengan resep, kalau tak melihat catatan pasti lupa. Jadi saya sama sekali tak berniat menekuni pembuatan kue. Apalagi ibu yang suka 'sibuk sendiri' jika ada rapat atau pertemuan dengan teman-temannya. Dulu saya berkomentar begini, "Ah... ibu kenapa musti repot-repot sih, kan capek buat kue, mereka enak tinggal makan thok" ibu hanya tersenyum mendengar ejekan saya itu.

Tapi lama-lama saya kena tulah. Saat kuliah di UIN Maliki Malang, saya keranjingan memasak dan mencoba beberapa resep kue, bahkan kadang iseng campur bahan dan jadi kue baru yang saya beri nama sekenanya. Kala itu saya sudah mulai merasa menjadi perempuan dewasa. Kata ibu kelak saya akan menikah, saya akan jadi ibu juga, kalau saya tak bisa memasak lalu anak-anak dan suami saya makan apa?

"Kan bisa beli di warung Bu" jawab saya sekenanya.

"Hey, beli di warung memang simple Nduk, tapi memasak sendiri itu lebih nikmat dan puas. Sebagai perempuan kamu harus bisa masak. Kalau suamimu jatuh cinta sama penjaga warung gimana hayo, kan yang masakin tiap hari dia"

Oh tidak! Tidak! Ibu benar, saya harus belajar memasak! Mulai saat itu saya mulai berani membawa makanan buatan saya untuk dicicipi teman-teman. Entah teman kelas, FLP UIN Malang, UKM LKP2M atau LDK At-Tarbiyah. Sebisanya, enak gak enak, yakini enak sajalah! hehe

Meski semua itu sederhana dan rasanya tak seenak masakan ibu, tapi teman-teman memuji masakan saya enak. Entah itu jujur atau hanya memuji biar saya seneng. Tapi buat saya, masakan yang saya buat ada yang mau menghabiskan saya sudah senang luar biasa.

Gara-gara sering membuat kue dan disuguhkan pada mereka, di FLP UIN Malang adik-adik tingkat memanggil saya "Bunda" Ketika saya tanya, "Kenapa memanggil saya Bunda? Saya kan belum kelihatan seperti ibu-ibu to?"

Senin, 10 November 2014

KELANA KENDARA



Aku masih ingat betul, kala itu usiaku 5 tahun. Baru naik ke kelas nol besar di TK Dharma Wanita. Sebagai hadiah ulang tahunku ayah membelikanku sepeda. Sebenarnya bukan hadiah, tapi permintaan karena sudah sejak lama aku iri dengan temanku yang dibelikan sepeda. Sepedaku warna merah, beroda empat. Dua roda di kanan dan kiri sebagai roda bantu. Aku menaikinya setiap hari, tapi aku tak pernah bisa jika roda bantu itu di lepas. Aku selalu jatuh. Saat itulah aku tahu kalau aku tak punya keseimbangan tubuh yang baik. Tak seperti temanku yang dengan sepedanya ia bisa kapan pun ke rumahku. Sebagai penghibur teman-temanku giliran memboncengku.

Masuk SD aku selalu diantar jemput. Diantar di depan gerbang, lalu berjalan ke kelas. Begitu setiap hari. Karena asik sekolah dan selalu diantar aku jadi lupa kalau aku punya sepeda. Bahkan aku sampai kehilangan keinginanku untuk bisa bersepeda. Itu karena ibu mengatakan, “Ora usah numpak sepeda, diterne ae” (tidak usah naik sepeda diantarkan saja)

Menginjak usia 12 tahun aku mulai hidup mandiri, tinggal di pondok putri Avissina saat bersekolah di MTsN 2 Kediri lalu tinggal di asrama putri MAN 3 Kediri. Praktis aku hanya butuh berjalan jika ke sekolah. Ayah dan ibuku hanya menjemput saat akhir pekan dan mengantar kembali Senin pagi, begitu seterusnya selama enam tahun. Lama ya?

Rabu, 23 Juli 2014

Selamat Ulang Tahun Ikhwan!





Zia : Assalamualaikum, Saya Zia, akhwat berusia 18 menuju 19 tahun. Saya tahu Mbak Rizza dari Facebook, boleh saya berbagi cerita? Mbak bisa bantu saya?

Saya: Waalaikumsalam Zia, terima kasih sudah membaca catatan terakhir saya sampai akhirnya kamu menghubungi saya. Silahkan cerita Zia, kalau bisa membantu akan saya bantu.

Zia : Apakah boleh akhwat mengucapkan selamat ulang tahun pada ikhwan secara personal?

Saya : Temanmu?

Zia : Iya, tapi sebenarnya aku memendam rasa ke dia, aku tidak tahu apakah dia menyukaiku juga atau tidak. Di kelas saat kuliah, kulihat dari sikapnya sepertinya dia menyukaiku. Aku bingung bagaimana sebaiknya ketika dia milad, memberi ucapan atau tidak. Karena sebenarnya aku ingin menjaga hatiku dan hatinya agar tidak memekarkan bunga yang berduri. Kak, jangan bilang siapa-siapa ya.
Teman-teman yang lain pada ngucapin, yang akhwat juga banyak yang ngucapin. Menurut kakak aku harus bagaimana? Ngucapin nggak? Aku bingung!

Selasa, 01 Juli 2014

Jilbob



"Cantik kan?"

"Iya, cantik"

"Serius lho ya, jangan bohong'

"Dua rius deh, kamu cantik" Mendengar ucapanku ia tersenyum, pupil matanya melebar. Indah nian Allah menitipkan sepasang mata itu ketika menerima pujian. Tak salah memang kalau Allah menyuruh saling memuji, memang pujian itu menyenangkan hati. Tapi jujur dia cantik sekali malam ini. Cantik sekali.

"Mau kemana?"

"Mau muter-muter aja, cari makan. Mau nitip?"

"Nggak, makasih, aku sudah makan tadi"

"Oke deh, selamat malam mingguan dengan laptopmu itu ya Za, Dahh" segera ia raih helm yang tertumpuk di dekat pintu.

"Eh eh tunggu!"

Senin, 30 Juni 2014

Perempuan Politik



Tumbuh menjadi perempuan membuat saya merasakan bahwa perempuan sangat dicintai oleh dunia ini. Menjadi perempuan, adalah menjadi pendamping bagi laki-laki, begitu pula sebaliknya. Dalam banyak kesempatan, perempuan selalu dihormati, didahulukan, dienakkan. "Masak yang suruh bawa begitu perempuan, kasihan", "silahkan duluan, Ladies first!"  itu kata-kata yang sering diungkap. Akibatnya perempuan merasa lemah, perempuan merasa membutuhkan bantuan lelaki untuk hal-hal yang sebenarnya bisa ia lakukan sendiri, tentu saja kalau dia mau. Akan tetapi, budaya yang telah membentuk lelaki kuat dan perempuan lemah. Perempuan harus selalu dilindungi, bahkan ada sebuah lagu yang berjuadul "Karena wanita ingin dimengerti" Ya, pada akhirnya semua itu menjadikan perempuan selalu ingin dilindungi, selalu ingin dimengerti.


Sebagai perempuan, saya pun merasakan hal yang sama. Kadang saya lebih suka menyuruh adik-adik saya untuk angkat-angkat kursi, dengan alibi dia adalah lelaki, lebih kuat dari saya, sebenarnya tanpa saya menyuruh pun, saya mampu melakukannya, kalau saya mau mencoba. Saya rasa adik saya yang lelaki itu juga tidak pernah keberatan, karena mungkin dia mmemahami, saya lelaki, saya lebih kuat dari dia. Pada akhirnya antara perempuan dan l4aki-laki tertanam sebuah pemahaman. Pemahaman kultural yang mengakar.

Sabtu, 01 Februari 2014

JILBAB UNTUK AYAH



Yah, terima kasih sudah mendidikku
Yah, terima kasih telah menjadi pelindungku
Ayah, jika ada lelaki yang mencintaiku
Cintamu lebih besar dari siapapun
Untukku
Ayah, aku mencintaimu
RIZZA NASIR

Ayah, ayah pernah bilang padaku. Jadilah perempuan baik-baik Nak, jadilah putriku yang sholihah. Yang selalu menjaga sholat dan baik pada semua umat. Ayah pesanmu masih kupegang. Masih terus kuusahakan. Masih terus kujaga. Aku takut Yah, aku takut jika melanggar kepercayaanmu.

Senin, 27 Januari 2014

DILEMA AIRA




“Bagaimana? Mau dia diputusin?”

“Nggak mau, dia minta kesempatan biar dia bisa berubah” begitu kata Aira padaku. Berubah? Duh, itu pasti cuma trik dia saja biar tetap sama kamu. Tetao nyakitin kamu.

“Aku kecewa sama Abah” katanya sesenggukan didepanku. “Kenapa dengan Abah?, kamu tadi telepon Abah, terus beliau bilang apa?” aku penasaran

“Kata Mas, beliau bilang kalau Abah nggak ngebolehin kita putus”

“Ha?, kamu serius Ra? Bukannya kemarin kamu sudah...”

“ Makanya aku kecewa” Aira semakin terpuruk dalam bantalnya. Duh, inikah cinta?  

Minggu, 26 Januari 2014

TRUST!



Aku tidak mengerti kenapa ayahku masih melarang aku untuk pergi, bukankah ayah bilang aku harus menjadi gadis yang kuat? Ayah selalu bilang kalau aku harus bisa belajar dari teman-temanku. Bagaimana aku bisa belajar kalau kesempatan saja tak ada? Bagaimana aku bisa menjadi gadis yang kuat?

“Sudah, kamu di rumah saja, jangan kemana-mana” aku mengangguk. Ingin rasanya aku berontak dari semua peraturan ayah, kenapa aku tak boleh ini itu, kenapa aku hanya boleh di rumah saja? Ibuku, ibuku tak jauh beda dengan ayah. Ibu tak pernah membolehkan aku membantu di dapur. Takut aku terkena api, takut aku terluka atau takut aku memecahkan piringnya. Kalau sudah begini, bagaimana aku belajar menjadi seorang wanita?

Aku tahu mereka menyayangiku, tapi bukan begini caranya. Aku bosan dengan ini semua. Aku ingin duniaku yang dulu. Yang penuh dengan tawa teman-temanku. Sejak kecelakaan itu menimpaku, aku kehilangan semua yang pernah kumiliki. Mataku, mataku tak bisa melihat secara sempurna, pecahan kaca yang membutakan mata kiriku. Kakiku, kakiku tak sekuat dulu, aku harus berjalan tertatih-tatih jika aku ingin sesuatu. Aku ingin diriku yang dulu. Aku juga ingin kepercayaan dari kedua orang tuaku.

Sabtu, 18 Januari 2014

BAGAIMANA JIKA IA TAK MAU KENDUREN?

“Bagaimana jika ia tak mau kenduren?” itu adalah tanya seorang teman waktu kami diskusi. Mendiskusikan tentang pernikahan dan suami impian. Awalnya kami membincang tentang keluarga masing-masing, lalu merembet ke kultural keluarga sampai akhirnya munculah kata yasinan, tahlilan dan kenduren di perbincangan kami. Munculah pertanyaan itu, bagaimana jika suami kita nanti tak mau kenduren?

Kenduren atau kenduri dalam bahasa Indonesia diartikan makan bersama, pertanyaan dari seorang teman itu terkait dengan kultur sebagian besar keluarga kami mengadakan yasinan atau tahlilan di rumahnya. Sudah bisa dipastikan, jika ada ritual begini pasti ia dari golongan Nahdatul Ulama atau lebih dikenal dengan NU. Entah kenapa semua menganggap begitu. Identik.

Nah, bagaimana jika Allah memberi jodoh kita lelaki yang tak mau dengan ritual itu atau bisa dikatakan dia Muhammadiyah? Pertanyaan ini seperti de javu bagi saya, dulu saat saya maba. Saya sering sekali mendapat pertanyaan begini: “Kamu NU atau Muhammadiyah Za?” Mendapat pertanyaan begitu saya biasanya menjawab “dua duanya” sambil nyengir kuda. Ya, jika ditanya NU atau Muhammadiyah, saya selalu bingung, dalam benak saya keduanya adalah organisasi masyarakat, namun jamak lebih dikenal sebagai aliran keagamaan daripada organisasi masyarakat.

Jika NU atau Muhammadiyah adalah organisasi keagamaan. Saya tak pernah mendaftar sebagai kader IPPNU atau IMM. Saya malah mendaftar sebagi kader LDK yang notabene berpayung Tarbiyah. Jika NU dan Muhammadiyah adalah aliran, maka saya juga tak pernah ikut jamaah sholawat, jamaah diba’ atau jamaah yasinan pemuda di kampung karena saya sejak tamat SD dikirim ke pondok putri dan asrama putri. Pondok saya bukan pondok NU atau pondok Muhammadiyah, kalau sekarang mungkin dikenal dengan pondok modern. Jika memang begitu yang dipahami, berarti saya tak masuk keduanya.