Selasa, 02 Desember 2014

Memulai Usaha Kue

Saya tidak pernah membayangkan sebelumnya, kalau akhirnya saya benar-benar menjadi pembuat kue. Dulu saya hanya iseng-iseng saja. Memang, saya ingin sekali pintar memasak dan bikin kue seperti ibu dan Mak (nenek) saya. Tapi, mereka sama sekali tak pernah menyuruh saya belajar buat kue. Tidak! Mereka hanya bilang, "Belajar yang rajin ya Nduk, kelak hidupmu harus lebih baik daripada kami" itu pesan Mak saya.

Begitu juga ibu, meski ibu sering membuatkan kue teman-temannya kalau ada rapat desa, atau acara rutinan, ibu tak pernah memmerintahkan saya belajar buat kue. Saya hanya membantu saja. Sesekali melihat cara ibu membuatnya. Toh saya gampang sekali lupa dengan resep, kalau tak melihat catatan pasti lupa. Jadi saya sama sekali tak berniat menekuni pembuatan kue. Apalagi ibu yang suka 'sibuk sendiri' jika ada rapat atau pertemuan dengan teman-temannya. Dulu saya berkomentar begini, "Ah... ibu kenapa musti repot-repot sih, kan capek buat kue, mereka enak tinggal makan thok" ibu hanya tersenyum mendengar ejekan saya itu.

Tapi lama-lama saya kena tulah. Saat kuliah di UIN Maliki Malang, saya keranjingan memasak dan mencoba beberapa resep kue, bahkan kadang iseng campur bahan dan jadi kue baru yang saya beri nama sekenanya. Kala itu saya sudah mulai merasa menjadi perempuan dewasa. Kata ibu kelak saya akan menikah, saya akan jadi ibu juga, kalau saya tak bisa memasak lalu anak-anak dan suami saya makan apa?

"Kan bisa beli di warung Bu" jawab saya sekenanya.

"Hey, beli di warung memang simple Nduk, tapi memasak sendiri itu lebih nikmat dan puas. Sebagai perempuan kamu harus bisa masak. Kalau suamimu jatuh cinta sama penjaga warung gimana hayo, kan yang masakin tiap hari dia"

Oh tidak! Tidak! Ibu benar, saya harus belajar memasak! Mulai saat itu saya mulai berani membawa makanan buatan saya untuk dicicipi teman-teman. Entah teman kelas, FLP UIN Malang, UKM LKP2M atau LDK At-Tarbiyah. Sebisanya, enak gak enak, yakini enak sajalah! hehe

Meski semua itu sederhana dan rasanya tak seenak masakan ibu, tapi teman-teman memuji masakan saya enak. Entah itu jujur atau hanya memuji biar saya seneng. Tapi buat saya, masakan yang saya buat ada yang mau menghabiskan saya sudah senang luar biasa.

Gara-gara sering membuat kue dan disuguhkan pada mereka, di FLP UIN Malang adik-adik tingkat memanggil saya "Bunda" Ketika saya tanya, "Kenapa memanggil saya Bunda? Saya kan belum kelihatan seperti ibu-ibu to?"



"Habisnya Mbak Rizza tuh pengertian, sering bawain makanan pula, tau aja kalau kami lapar. Mbak Rizza juga peduli semua hal, mulai hal yang terkecil, semuanya dibawa. Mirip ibu saya di rumah. Jadi pas deh kalau di panggil Bunda"

Benarkah? Benarkah saya seperti itu? Oh ibu tercinta di rumah, anakmu ini sudah kena tulah, bukankah aku dulu mengejek ibu repot selalu bawa barang banyak  dan terlalu peduli isi perut orang. Ternyata sekarang aku juga begitu dan anehnya aku sama sekali tak merasa keberatan. Tidak! Ah, dan sekali lagi ibu benar, memasak sendiri itu lebih puas dan lebih nikmat!

Sekarang, sejak tinggal di Jogja, saya memulai lagi buat kue. Tak hanya sekedar dibuat lalu dibagikan dan dimakan bersama, tetapi kali ini agak pragmatis, hehe. Saya membuat kue untuk dijual.

Berawal dari tanggal 4 November 2014, saya iseng membuatkan kue untuk ibu saya yang ulang tahun. Saya ingin membuatkan kue untuk ibu meski itu dari jauh. Saya di Jogja dan ibu di Kediri. Saya berpikir, mau buat kue apa? Saya cuma bawa cetakan kue bolu sepuluh biji. Itu pun saya juga tak tahu kenapa dulu saya menyelipkan cetakan itu di tas saat akan berangkat ke Jogja, "Barangkali pengen buat kue" itu saja.

Akhirnya saya putuskan membuat kue bolu kukus dan dibagikan gratis kepada teman di kelas. Mereka juga tak menyangka ternyata saya bisa juga buat kue, awalnya mereka mengira itu beli jadi. Setelah semua orang yang saya kenal mencoba satu hingga dua dan mereka bilang enak. Beberapa dari mereka menyarankan agar saya membuat lagi untuk dijual kembali.

Awalnya saya menolak, tapi saya berpikir, "Apa salahnya dicoba?" Mulailah saya mencoba bicara ke Mas-mas yang jaga di beberapa warmindo/burjo, apakah boleh saya menitipkan bolu kukus disitu? Saya juga bilang ke ibu-ibu yang setiap pagi jualan aneka jajanan di seberang kost. Ternyata mereka membolehkan. Saya mulai membuat satu resep bolu kukus dan mengantarkannya ke warung-warung itu tiap jam 6 pagi.

Satu resep jadi 50 cup bolu kukus, Saya bagi rata menjadi 3 pos. Untuk ibu yang jualan di depan kost, di warung burjo dan dijual di kelas. Tak selalu habis memang, kadang sisa 4, 2, bahkan pernah 8 cup. Saya tak mungkin menghabiskan itu semua. Akhirnya semua bolu yang sisa itu saya buang, karena sudah memasuki hari ketiga, pasti dimakan pun tak baik bagi kesehatan saya. Karena itu sekarang saya mulai memperbanyak lagi warung-warung yang saya titipi, sehingga 50 cup bolu kukus ini ada yang menampung dan tidak terbuang sia-sia. Eman-eman.

Meski untung dari penjualan bolu kukus ini tak banyak, tapi cukuplah untuk makan sehari-hari saya disini. Jika masih ada uang sisa, bisa untuk tambahan ngeprint atau kebutuhan lain. Siapa yang sangaka? Berawal dari iseng-iseng akhirnya sekarang jadi rutinitas. Menuliskan tulisan ini membuat saya ingat satu hal, dulu saya pernah komen begini di facebook, "Jarang-jarang kan mahasiswi membuat kue" dan ternyata itu benar-benar terjadi sekarang. Seperti mimpi saja.

Mohon doanya, semoga, dalam beberapa waktu ke depan saya bisa menambah beberapa lagi varian kue yang saya jual. Sebagai seseorang yang telah dewasa, saya tentu ingin mandiri finansial sepenuhnya. Malu ah, meminta pada ibu. Sekarang giliran Faisal dan Farid yang disangoni ibu. Aku? Biarkan aku mencoba kerasnya jalan rizki Bu! Aku kan sudah janji, aku akan berjuang membiayai S2 sendiri. Jika S1 saja dulu bisa, kenapa S2 tidak bisa? Ibu jangan khawatirkan aku ya! Aku baik-baik saja, sehat wal'afiat dan tetap ceria. Mbak Rizza kangen masakan ibu. Doakan ada waktu libur sehingga bisa pulang ya. Salam sayang buat ayah .

Melalui tulisan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada bulik saya. Bulik Elliya, yang sudah mengajari saya membuat bolu kukus ini. Yang sudah mempercayakan 250 cup bolu kukus untuk saya membuatnya saat ayah dan ibu pulang haji Oktober lalu. Berawal dari itulah sekarang bolu ini jadi jalan rezeki untuk saya. Terima kasih ya Bulek El!

Untuk semua yang ingin mulai berusaha belajar memasak, membuat kue dan usaha kue. jangan takut! Bisa itu karena mencoba! Kalau takut mencoba kapan bisa? Juga untuk teman-teman yang merasa ragu ingin melanjutkan studi S2 tapi tak ada biaya. Jangan takut! S2 itu tak butuh biaya, S2 itu hanya butuh keras. Belajar keras dan kerja keras. Syukur alhamdulillah kalau dapat beasiswa. Kalau saya, beasiswa sendiri, alias tabungan pribadi. Saya juga tidak tahu dengan uang manakah saya membayar biaya kuliah semester 2 Januari nanti. Tapi saya yakin saya bisa melunasinya dengan keringat saya sendiri. Selalu ada jalan bagi mereka yang mencari bukan?

Saya tidak tahu kelak dengan apa saya menghidupi hidup ini. Mimpi saya banyak sekali. Tapi saya selalu ingat pesan ibu, "Jadilah perempuan dan istri yang mandiri" Dalam hati saya berdoa, semoga semua tugas kuliah, pekerjaan menulis, usaha kue, usaha kerudung saya bisa berjalan beriringan. Saya harus bisa adil pada semua itu. Saya juga harus menjaga kesehatan saya. Asupan nutrisi dan relaksasi. Kalau saya sakit apa jadinya? Ah... hidup ini sangat menantang, jadi tak ada alasan untuk berhenti berjuang!

Selamat memulai usaha, selamat menuntut ilmu dan selamat berjuang

Salam

Rizza Nasir



Resep Bolu Kukus? Klik Disini

Bolu Kukus Mekar


Tidak ada komentar:

Posting Komentar