Minggu, 26 Januari 2014

TRUST!



Aku tidak mengerti kenapa ayahku masih melarang aku untuk pergi, bukankah ayah bilang aku harus menjadi gadis yang kuat? Ayah selalu bilang kalau aku harus bisa belajar dari teman-temanku. Bagaimana aku bisa belajar kalau kesempatan saja tak ada? Bagaimana aku bisa menjadi gadis yang kuat?

“Sudah, kamu di rumah saja, jangan kemana-mana” aku mengangguk. Ingin rasanya aku berontak dari semua peraturan ayah, kenapa aku tak boleh ini itu, kenapa aku hanya boleh di rumah saja? Ibuku, ibuku tak jauh beda dengan ayah. Ibu tak pernah membolehkan aku membantu di dapur. Takut aku terkena api, takut aku terluka atau takut aku memecahkan piringnya. Kalau sudah begini, bagaimana aku belajar menjadi seorang wanita?

Aku tahu mereka menyayangiku, tapi bukan begini caranya. Aku bosan dengan ini semua. Aku ingin duniaku yang dulu. Yang penuh dengan tawa teman-temanku. Sejak kecelakaan itu menimpaku, aku kehilangan semua yang pernah kumiliki. Mataku, mataku tak bisa melihat secara sempurna, pecahan kaca yang membutakan mata kiriku. Kakiku, kakiku tak sekuat dulu, aku harus berjalan tertatih-tatih jika aku ingin sesuatu. Aku ingin diriku yang dulu. Aku juga ingin kepercayaan dari kedua orang tuaku.

***

Kawan, kisah itu adalah kisah seseorang yang saya kenal melalui jejaring sosial. Karena kecelakaan yang menimpanya ia kehilangan semuanya. Kehilangan teman, kehilangan keceriaan dan kehilangan kepercayaan orang tua. Orang terdekatnya.

Memiliki fisik yang ‘berbeda’ dengan orang kebanyakan memang mengundang kasihan banyak orang. Karena kasihan itulah, orang-orang selalu mengenakkan, memanjakan, membantu. Mereka tak ingin ia semakin ‘susah’ dengan apa yang dilakukannya tapi tak bisa. Bantuan yang diberikan memang melegakan tapi kadang melemahkan.

Siapa yang tidak kasihan dengan orang-orang yang seperti itu? Saya atau kamu juga akan begitu, itu tandanya kita masih punya simpati yang besar pada sesama. Jika kalian tahu, rasa kasihan itulah yang menghancurkan mereka. Akhirnya, mereka nyaman dengan dunianya, akhirnya mereka merasa ‘baik-baik saja’

Disadari atau tidak, kasihan yang di berikan, akan menghilangkan kemandiriannya. Ia akan selalu minta bantuan kepada orang lain karena ia merasa tak mampu. Padahal ia mampu, tapi orang-orang sekitar terlanjur menjustis seperti itu. Saya hanya takut ketika semua orang yang membantunya itu tiada, bagaimana ia bisa melanjutkan hidupnya?

Ia juga akan kehilangan kepercayaan. Kepercayaan diri dan kepercayaan sosial. Ia merasa mampu, tapi orang lain tak mempercayainya. Orang lain menganggap ia terlalu mengada-ada. Sebenarnya dia punya segaris kepercayaan diri, tapi jika lingkungan tidak memberi kesempatan untuk membuktikannya, bagaimana ia bisa melakukan jika kesempatan pun tak ada?

Dilema memang, jika kita melihat yang seperti itu. Coba kita renungkan. Berapa lama kita akan hidup? Berapa lama kita bisa membantunya dalam hidupnya? Jika tiba-tiba Tuhan memanggil kita sedangkan ia tak pernah punya kesempatan untuk hidup tanpa bantuan kita, itu sangat menyakitkan bukan?

Coba kita pahami, bahwa ia manusia, kita juga manusia. Ia juga ingin tahu dunia luar, ia juga ingin tahu dunia selain rumahnya. Bagaimana dia tahu, jika kita tak pernah memberi kesempatan untuknya mencari tahu? Dia merasa nyaman dengan hidupnya, karena kita yang selalu membantunya. Akibatnya dia tak mau berusaha, karena merasa ‘baik-baik saja’.

Kuatkan hati, kuatkan diri. Munculkanlah rasa tega di hati kalian. Lepas ia dari rumahmu. Lepas ia seperti kamu melepas burung dari sangkar. Biarkan dia mandiri seutuhnya. Tanpamu.  Biarkan dia merasakan hawa dunia luar, biarkan dia merasakan dunia kebebasan. Bebas dari bantuanmu, bebas dari tatapan kasihanmu dan bebas dari rasa tak percayamu.

Biarkan dia merasakan kejamnya dunia. Sinisnya tatapan mata, tajamnya mulut dan kerasnya persaingan. Karena dunia dengan segala yang ada adalah haknya. Dia berhak merasakan perjuangan, dia berhak merasakan ejekan, dia berhak merasakan kerasnya kehidupan. Biarkan ia tumbuh dalam dunia dimana kamu tumbuh. Dunia yang mengajarkan dua hal, kebaikan dan kejahatan. Biarkan dia merasakannya. Agar kelak dia tidak protes pada Tuhannya.

Dia akan belajar, bagaimana rasanya jatuh, bagaimana rasanya sendiri, bagaimana rasanya ketika dunia meremehkannya. Ketika ia jatuh, bangun lagi, ketika ia sendiri ia mencari teman berbagi, dan ketika dunia meremehkan kemampuannya ia akan buktikan bahwa ia bisa melakukan segalanya, melebihi apa yang mereka kira.

Lihatlah beberapa waktu lagi, ia yang dulu selalu merasa tak mampu tanpa dirimu. Kini menjadi seseorang yang mampu melakukan apa saja. Ia yang dulu selalu kau bantu, sekarang bisa menjelma manusia yang kuat bak baja. Dunia telah berbicara padanya. Tentang perjuangan, tentang kepercayaan dan tentang kemandirian. Ia tak butuh apa-apa darimu. Ia hanya butuh kepercayaan dan kesempatan. Percayakan! Tegakan!

Saya memang belum pernah menjadi orang tua, saya juga belum pernah menjadi ibu. Saya memahami, bahwa setiap orang tua pasti tak tega, melepas anaknya ke dunia mandirinya. Tak tega, karena takut anak kita terluka, tak tega karena takut ia sengsara. Sampai kapan kita bisa mendampinginya? Sampai kapan kita bisa memenuhi kebutuhannya? Suatu hari nanti kita akan pergi. Membiarkan dia sendiri.

Ia akan sangat kehilangan, jika kita terlalu memilikinya. Ia akan sangat terluka jika kita terlalu memanja. Saya belajar dari hidup ini, bahwa rasa kehilangan dan luka akan hilang karena sebuah kepercayaan. Kepercayaan untuk hidup mandiri, kepercayaan untuk bisa menyelesaikan masalah hidup sendiri. Setidaknya, ia akan terbiasa tanpa kita jika sudah terlatih sejak dini.

Seperti halnya cahaya, yang menghilang sedikit demi sedikit, seperti itu pula kita melepasnya perlahan. Pelan tapi pasti. Lepas ia seperti kamu melepas merpati, setelah ia puas dengan dunia. Ia pasti kembali, dengan sayap yang lebih kuat dari yang sebelumnya ia miliki

Dedicated to : Teman-teman istimewaku dan anak-anak luar biasa di SDN Inklusi Sumbersari 1 dan untuk orang tua di seluruh dunia. Anak-anak butuh rasa percaya.

Trust me...


RIZZA NASIR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar