Senin, 27 Januari 2014

DILEMA AIRA




“Bagaimana? Mau dia diputusin?”

“Nggak mau, dia minta kesempatan biar dia bisa berubah” begitu kata Aira padaku. Berubah? Duh, itu pasti cuma trik dia saja biar tetap sama kamu. Tetao nyakitin kamu.

“Aku kecewa sama Abah” katanya sesenggukan didepanku. “Kenapa dengan Abah?, kamu tadi telepon Abah, terus beliau bilang apa?” aku penasaran

“Kata Mas, beliau bilang kalau Abah nggak ngebolehin kita putus”

“Ha?, kamu serius Ra? Bukannya kemarin kamu sudah...”

“ Makanya aku kecewa” Aira semakin terpuruk dalam bantalnya. Duh, inikah cinta?  


Aku bingung dengan kisah mereka. Bukankah kemarin Aira mantap kalau dia ingin putus dari Ale? Dia juga bilang kalau Abahnya setuju dengan pernyataannya. Mengingat sejak kenal dan pacaran sama Ale, prestasi Aira melorot tajam. IP kuliahnya selalu turun, jam tidurnya juga berantakan, karena hampir setiap malam ketemuan dan baru selesai berkencan diatas jam sepuluh karena terlalu lama bertengkar.

Aira memang gadis yang terjadwal. Makan teratur di jam yang sama, belajar di jam yang sama (sejak berpacaran jadi sesekali saja belajar) dan tidur di jam yang sama. Jam sembilan malam dia sudah harus mematikan lampu kamarnya atau besok pagi dia akan telat bangun. Untuk ukuran mahasiswa. Pola hidup Aira memang luar biasa.

“Abah nggak bilang kalian nggak boleh putus. Abah Cuma bilang selesaikan tugas masing-masing. Sebagai mahasiswa ya belajar. Masalah jodoh itu urusan Gusti Allah. Sekarang, nggak usah ketemuan, nggak usah smsan. Mau tidak mau di ketemuan itu pasti ada maksiat kan? Nggak usah mikirin cowok dulu. Ingat tujuan utamamu Abah kirim kesana itu untuk belajar. Gusti Allah sedang membelokkan jalan lurusmu”


Deg!  Aku seperti mendengarkan nasehat itu dari mulut ayahku dan nasehat itu untukku! Aira memang sengaja menekan loudspeaker agar aku dan Maya bisa mendenagarnya. Sejak Aira merasa tidak betah menjalani hubungan kasihnya, ia selalu menumpahkannya pada kami berdua.

“Tuh kan bener, Ale itu memang begitu Ra, sudah kuduga, itu memang akal-akalan dia saja. Dia itu emang busuk!” umpat Maya

“Eh kok jadi kamu yang sensi May, sudah jangan ikut-ikutan panas. Pusing aku kalau kalian berdua begitu” aku mencoba menenangkan


Aira, sungguh aku sudah tidak tahu lagi bagaimana kisah kalian selanjutnya. Aku hanya bisa menuliskannya sampai disini. Dilihat sepintas, Kau dan Ale memang cocok, tapi apakah cocok itu hanya dilihat secara fisik saja? Apakah cocok itu tidak berlaku untuk kecocokan jiwa? Aku tak tega melihatmu terluka.

Ale keras orangnya dan kamu sangat mudah terluka. Sedikit saja kamu terluka, kamu sudah beruarai air mata. Sejak malam kemarin. Sungguh sebenarnya aku tidak rela kamu menangis lagi, entah untuk yang kesekian kali. Aku ingin kamu selalu tersenyum. Dengan atau tanpa Ale.

Aira, aku hanya masih terngiang nasehat abahmu semalam Ingat tujuan utamamu. Allah sedang membelokkan niatmu. Aku seperti merasa nasehat itu untukku juga. Untuk kita. Terlalu sering kita terbelok tiba-tiba hingga kita lupa jalan yang seharusnya. Kita terus mengikuti belokan itu. Kita lupa jalan awalnya. Kita lupa. Terlena. Aku merasa tertohok. Sungguh!

Kamu bilang, sejak Ale sering membentakmu, sejak dia sering mengucap kata-kata kotor padamu. Kamu mulai membenci dia. Kemana rasa sayang itu? Kemana kata cinta yang selalu dia dengungkan? Jika setiap amarah datang selalu umpatan yang kamu dapatkan. Aira, tak salah jika kamu sakit hati, tak salah jika cintamu hilang. Musnah. Siapa yang ikhlas terluka hatinya? Meski karena cinta, apalagi dengan nada yang begitu memuakkan!

Aku tak ingin membincang tentang dosa atau pahala. Kamu lebih tahu, sementara aku hanya bisa meraba jalan pikiranmu. Kamu dilema, Iya? Kamu tahu dan sangat memahami bahwa jalinanmu selama ini rapuh. Jalinanmu selama ini tak  memberi kenyamanan, malah rasa kekang. Kamu juga memahami, tak seharusnya kamu membuat jalinan karena Tuhan tak mengizinkan. Di sisi lain kamu mendapati kenyataan bahwa Ale tak ingin putus darimu. “Dia ingin berubah Za, tapi aku tak yakin”

Kamu ingin kembali menjadi Aira yang dulu. Aira terjaga, Aira yang selalu menjaga shalat malamnya. Kamu sering bilang, “Aku iri sama kamu Za, kamu bisa begitu kuat menjaga hati” Tahukah kamu, aku juga iri denganmu, Kadang aku bertanya, kapankah aku jatuh cinta? Tapi, agaknya hidup ini memang tak pernah memberi kepuasan pada kita. Apa yang kita dapatkan dan kita alami selalu saja kurang dan kita menginginkan seperti yang lain. Oh tidak! Sebenarnya bukan hidup yang salah, tapi kita! Ya, kita kurang bersyukur. Mungkin.

Aira, kisahmu dan kisah teman-temanku inilah yang membuatku tak percaya dengan cinta. Yang membuatku begitu sulit memulainya. Apakah ini cinta jika selalu membuatmu beruarai air mata? Aku hanya tak tahu cinta itu apa dan bagaimana. Seperti semua mimpi-mimpiku, aku hanya harus mempercayainya, bahwa cinta itu ada. Untukku. Entah.

Kamu bahkan lebih berpengalaman dariku dalam urusan cinta. Kamu banyak memberiku nasehat ini itu agar aku mulai memandang cinta. Aku rasa, kamu lebih kuat dariku. Lanjut atau tidak? Itu terserah kamu. Kamu sudah dewasa untuk memutuskan yang mana yang terbaik bagimu. Hanya saja, aku tak ingin kamu menangis lagi.

RIZZA NASIR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar