“Bagaimana? Mau dia diputusin?”
“Nggak mau, dia minta kesempatan biar dia bisa
berubah” begitu kata Aira padaku. Berubah?
Duh, itu pasti cuma trik dia saja biar tetap sama kamu. Tetao nyakitin kamu.
“Aku kecewa sama Abah” katanya sesenggukan
didepanku. “Kenapa dengan Abah?, kamu tadi telepon Abah, terus beliau bilang
apa?” aku penasaran
“Kata Mas, beliau bilang kalau Abah nggak ngebolehin
kita putus”
“Ha?, kamu serius Ra? Bukannya kemarin kamu sudah...”
“ Makanya aku kecewa” Aira semakin terpuruk dalam
bantalnya. Duh, inikah cinta?
Aku
bingung dengan kisah mereka. Bukankah kemarin Aira mantap kalau dia ingin putus
dari Ale? Dia juga bilang kalau Abahnya setuju dengan pernyataannya. Mengingat
sejak kenal dan pacaran sama Ale, prestasi Aira melorot tajam. IP kuliahnya
selalu turun, jam tidurnya juga berantakan, karena hampir setiap malam ketemuan
dan baru selesai berkencan diatas jam sepuluh karena terlalu lama bertengkar.
Aira memang gadis yang terjadwal. Makan teratur di
jam yang sama, belajar di jam yang sama (sejak berpacaran jadi sesekali saja
belajar) dan tidur di jam yang sama. Jam sembilan malam dia sudah harus
mematikan lampu kamarnya atau besok pagi dia akan telat bangun. Untuk ukuran
mahasiswa. Pola hidup Aira memang luar biasa.
“Abah nggak bilang kalian nggak boleh putus. Abah Cuma
bilang selesaikan tugas masing-masing. Sebagai mahasiswa ya belajar. Masalah
jodoh itu urusan Gusti Allah.
Sekarang, nggak usah ketemuan, nggak usah smsan. Mau tidak mau di ketemuan itu
pasti ada maksiat kan? Nggak usah mikirin cowok dulu. Ingat tujuan utamamu Abah
kirim kesana itu untuk belajar. Gusti Allah
sedang membelokkan jalan lurusmu”
Deg!
Aku seperti mendengarkan nasehat itu dari
mulut ayahku dan nasehat itu untukku! Aira memang sengaja menekan loudspeaker agar aku dan Maya bisa
mendenagarnya. Sejak Aira merasa tidak betah menjalani hubungan kasihnya, ia
selalu menumpahkannya pada kami berdua.
“Tuh kan bener, Ale itu memang begitu Ra, sudah
kuduga, itu memang akal-akalan dia saja. Dia itu emang busuk!” umpat Maya
“Eh kok jadi kamu yang sensi May, sudah jangan
ikut-ikutan panas. Pusing aku kalau kalian berdua begitu” aku mencoba
menenangkan
Aira, sungguh aku sudah tidak tahu lagi bagaimana
kisah kalian selanjutnya. Aku hanya bisa menuliskannya sampai disini. Dilihat
sepintas, Kau dan Ale memang cocok, tapi apakah cocok itu hanya dilihat secara
fisik saja? Apakah cocok itu tidak berlaku untuk kecocokan jiwa? Aku tak tega
melihatmu terluka.
Ale keras orangnya dan kamu sangat mudah terluka.
Sedikit saja kamu terluka, kamu sudah beruarai air mata. Sejak malam kemarin.
Sungguh sebenarnya aku tidak rela kamu menangis lagi, entah untuk yang kesekian
kali. Aku ingin kamu selalu tersenyum. Dengan atau tanpa Ale.
Aira, aku hanya masih terngiang nasehat abahmu semalam
Ingat tujuan utamamu. Allah sedang
membelokkan niatmu. Aku seperti merasa nasehat itu untukku juga. Untuk
kita. Terlalu sering kita terbelok tiba-tiba hingga kita lupa jalan yang
seharusnya. Kita terus mengikuti belokan itu. Kita lupa jalan awalnya. Kita
lupa. Terlena. Aku merasa tertohok. Sungguh!
Kamu bilang, sejak Ale sering membentakmu, sejak dia
sering mengucap kata-kata kotor padamu. Kamu mulai membenci dia. Kemana rasa
sayang itu? Kemana kata cinta yang selalu dia dengungkan? Jika setiap amarah
datang selalu umpatan yang kamu dapatkan. Aira, tak salah jika kamu sakit hati,
tak salah jika cintamu hilang. Musnah. Siapa yang ikhlas terluka hatinya? Meski
karena cinta, apalagi dengan nada yang begitu memuakkan!
Aku tak ingin membincang tentang dosa atau pahala.
Kamu lebih tahu, sementara aku hanya bisa meraba jalan pikiranmu. Kamu dilema,
Iya? Kamu tahu dan sangat memahami bahwa jalinanmu selama ini rapuh. Jalinanmu
selama ini tak memberi kenyamanan, malah
rasa kekang. Kamu juga memahami, tak seharusnya kamu membuat jalinan karena
Tuhan tak mengizinkan. Di sisi lain kamu mendapati kenyataan bahwa Ale tak
ingin putus darimu. “Dia ingin berubah Za, tapi aku tak yakin”
Kamu ingin kembali menjadi Aira yang dulu. Aira
terjaga, Aira yang selalu menjaga shalat malamnya. Kamu sering bilang, “Aku iri
sama kamu Za, kamu bisa begitu kuat menjaga hati” Tahukah kamu, aku juga iri
denganmu, Kadang aku bertanya, kapankah aku jatuh cinta? Tapi, agaknya hidup
ini memang tak pernah memberi kepuasan pada kita. Apa yang kita dapatkan dan
kita alami selalu saja kurang dan kita menginginkan seperti yang lain. Oh
tidak! Sebenarnya bukan hidup yang salah, tapi kita! Ya, kita kurang bersyukur.
Mungkin.
Aira, kisahmu dan kisah teman-temanku inilah yang
membuatku tak percaya dengan cinta. Yang membuatku begitu sulit memulainya.
Apakah ini cinta jika selalu membuatmu beruarai air mata? Aku hanya tak tahu
cinta itu apa dan bagaimana. Seperti semua mimpi-mimpiku, aku hanya harus
mempercayainya, bahwa cinta itu ada. Untukku. Entah.
Kamu bahkan lebih berpengalaman dariku dalam urusan
cinta. Kamu banyak memberiku nasehat ini itu agar aku mulai memandang cinta.
Aku rasa, kamu lebih kuat dariku. Lanjut atau tidak? Itu terserah kamu. Kamu
sudah dewasa untuk memutuskan yang mana yang terbaik bagimu. Hanya saja, aku
tak ingin kamu menangis lagi.
RIZZA
NASIR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar