Tampilkan postingan dengan label Corat-Coret. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Corat-Coret. Tampilkan semua postingan

Jumat, 11 Juli 2014

ORANG DESA TAK KENAL GAZA



"Besok pagi kamu ke Mbah Tris ya Nduk, rewang"
"Oh, besok sudah empat puluh hariannya Mbah Dayah ya Bu?" 
"Iya, kamu saja yang kesana, ibu bantu buat kue di rumah, lagian siang harinya kan jadwalnya ke rumah sakit to?"

Aku baru ingat, kalau hari ini hari Jum'at, Selasa dan Jum'at adalah hari wajib ibu mendampingi ayah pergi ke rumah sakit untuk menjalani cuci darah, biasanya berangkat dari rumah pukul dua siang dan pulang pukul delapan. Seperti halnya sholat lima waktu, cuci darah adalah ritual wajib ayah sejak lima bulan lalu. Aku juga merasa waktu cepat sekali. Rasanya, baru kemarin tujuh harian sekarang sudah empat puluh harian. Hmm... cepatnya waktu ini.


Beginilah orang desa, jika ada tetangganya -apalagi yang masih terhitung saudara- punya gawe sederhana saja, semuanya langsung tahu, tanpa diminta pun langsung membantu sebisanya. Kebetulan kultur di desaku ini masih mengenal tujuh harian, empat puluh harian, seratus harian, seribu bahkan ada khol mungkin dari kata haul yang artinya sudah masuk satu tahun meninggalnya seseorang. Aku pun paham dalam islam tak ada syariat ritual itu, yang ada hanya mendoakan, tapi sebagai pemuda aku hanya menjadi warga yang baik dengan berpartisipasi dengan kegiatan kemasyarakatan. Toh, intinya tetap mendoakan, hanya caranya saja yang macam-macam, intinya tetap sedekah, hanya bentuknya saja yang berbeda. Aku menganggapnya sebagai budaya yang baik. Islam di Indonesia memang kaya budaya bukan?


Dalam kesempatan seperti ini, ada banyak hal yang bisa kupelajari. Apa itu? Pertama, resep masakan. Kedua, pengalaman hidup. Kebanyakan dari mereka sudah berusia tiga puluh tahunan ke atas, bulik bulikku sendiri, yang berusia tanggung mungkin hanya aku, sementara yang lebih muda dari aku masih SD. Pastinya banyak hal yang bisa kudapatkan, pengalaman hidup mereka para pendahulu itu bisa dijadikan pelajaran.


Saat masak masak dan buat kue bersama  itulah terjadi banyak perbincangan. Ada yang bilang perempuan itu tak bisa diam, sellau bicara, aku memaklumi kalau akhirnya mereka banyak bercerita dan aku hanya bisa mendengarkan. Yang paling banyak dibahas adalah masalah pemilihan presiden. "Sampeyan wingi nyoblos sopo?" Aha, ternyata tak hanya media sosial dan media massa saja yang rame berbincang pilpres, ibu-ibu masak pun juga punya interest yang sama, meski yang di bahas sangat sederhana. Siapa milih siapa dan siapa yang menang itu saja. Memang pilpres kali ini begitu menarik perhatian banyak kalangan.


Dalam perbincangan itu pula saya mendengar "Eh enek perang eneh lho, kuwi lho Palestina musuh Israel. Mesakne akeh sing mati cah cilik-cilik"

"Lha iyo, jaman saiki kok sek enek perang yo, kurang penggawean, poso-poso pisan" Hanya sebatas itu, lalu tak ada kelanjutan lagi, aku sempat berharap mereka akan mengutuk habis-habisan, lalu mereka akan melakukan tindakan mulia dengan urunan bantuan untuk Gaza, tapi ternyata pembicaraan itu hanya berhenti disitu dan balik lagi ke topik "milih presiden sopo?" topik ini lebih legit daripada konflik Gaza. Masyarakat desa masih tak kenal dengan Gaza, mungkin yang diingat hanya masjidil aqsha, tempat Nabi singgah pada peristiwa Isra' Mi'raj yang sering mereka dengar di pengajian atau khotbah Jum'at. Hanya itu.


Jika mayarakat kota yang peduli dengan Gaza, sampai banyak lembaga yang menarik dana bantuan untuk Gaza. Banyak yang mengecam dan banyak pula yang mengirim relawan. Pengabdian mulia untuk orang-orang yang mengerti perjuangan Islam, tapi untuk orang desa, mereka belum mengenal Gaza dengan baik, beruntung masih ada imam shalat Jum'at yang mengingatkan untuk shalat ghaib bagi syahid-syahidah di Gaza.


Meski begitu, aku yakin doa untuk masyarakat Gaza terucao dari mulut mereka, tiap selesai shalat, tiap, tahlilan, tiap yasinan. Bukankah masyarakat Gaza muslimin dan muslimat? Doa untuk muslimin dan muslimat selalu terucap bukan? Pasti doa-doa dari orang desa itu sampai ke Gaza. Aku yakin itu.
Doa-doa yang terucap dari orang-orang sederhana, yang hidupnya hanya dihabiskan untuk bekerja, merawat anak, shalat jamaah dan mengikuti kegiatan rutinan kampung. Orang-orang yang tak pernah neko-neko dengan hidup.


Gaza sekarang memang berduka, banyak yang mengecam dan menggalang bantuan dana, aku hanya berharap Palestina segera merdeka, agar tak ada lagi nyawa yang hilang, air mata yang merucah dan kecaman serta hujatan  dari penjuru dunia. Allah akan catat setiap perjuangan itu, juga setiap bantuan yang diberikan. Relawan yang punya keberanian dan keikhlasan serta doa-doa yang terucap tanpa putus.  Allahumagfir lil muslimin wal muslimat, al-ahyaai minhum wal amwaat. Allahuma sahil umurona, sahil umurona fi dunya wal akhiroh. Yang membaca tulisan ini sampai akhir, mari lafadzkan al-fatihah untuk Gaza. Karena selemah-lemahnya usaha adalah doa.


Rizza Nasir

Kediri, 11 Juli 2014

Rabu, 09 Juli 2014

AIR MATA UNTUK JOKOWI


Hari ini alhamdulillah saya berkesempatan memberikan satu suara saya untuk presiden. Saya berangkat pukul 8 pagi ke TPS 15 Desa Jarak Kecamatan Plosoklaten Kabupaten Kediri. Sepagi itu, TPS lengang, saya tak membutuhkan antri, tak seperti pileg beberapa bulan lalu. Kala itu saya harus antri setengah jam di TPS, tapi pagi ini tak harus antri, langsung masuk bilik suara, nyoblos jruss dan terakhir mencelupkan jari kelingking saya di tinta. Alhamdulillah, hak suara berhasil saya berikan.

Banyak bertemu dengan tetangga, yang masing-masing punya pilihan berbeda, bahkan kakak sepupu yang rumahnya bersebelahan pun punya pilihan berbeda. Dia memilih Pak Prabowo dan saya memilih Pak Jokowi, sejak musim debat, kami juga sering berdebat, tapi hari ini pulang dari TPS, kami dua keluarga ini malah jagongan, sambil ngemong ponakan.

Jujur saja, hari ini saya menyumbangkan satu suara saya untuk pasangan Jokowi-JK. Setelah sempat menjadi swing voter selama kurang lebih 2 minggu masa kampanye, setelah debat ketiga, saya baru mantap memilih Jokowi-JK, meski ayah dan ibu saya sudah memutuskan memilih nomer 2 sejak lama tapi saya tidak mau manut begitu saja. Saya masih harus memantapkan hati, dengan memperbanyak menyatroni media, baik televisi, online, radio, koran. Saya juga senang ketika ada yang mengajak diskusi tentang pilpres ini. Lewat semua itulah saya mengenal Pak Prabowo dan Pak Jokowi.

Saya memilih Jokowi dengan segala kelebihan dan kekurangannya, dengan banyaknya black campaign yang menyerangnya dan begitu banyak orang yang menyudutkannya. Saya memilih Jokowi yang kata orang antek asing. Saya memilih Jokowi yang kata orang pro Israel. Saya memilih Jokowi yang kata orang non muslim. Saya memilih Jokowi yang kata orang tidak tegas. Saya memilih Jokowi yang kata orang capres boneka. Saya memilih Jokowi yang kata orang tidak didukung ulama. Saya memilih Jokowi yang kata orang tidak punya grand desain untuk Indonesia. Ya, saya memilih Jokowi karena banyak orang yang membencinya dengan semua praduga yang ditujukan kepadanya. Hanya Allah yang bisa membolak-balikan hati dan memantapkannya kembali. Akhirnya saya memilih Jokowi

Saya seorang muslimah, keluarga saya semuaya muslim, saya juga ingin dipimpin seorang muslim yang amanah yang tegas, yang berani membela Indonesia dan berbuat yang terbaik untuk Indonesia setidaknya selama lima tahun ke depan. Meski Pak Prabowo berapi-api dan kelihatan tegas. Lalu apakah Pak Jokowi tidak tegas? Sejenak saya terpekur, apa tegas itu? Pak Jokowi juga bisa karena dia seorang pria, semua pria tegas, saya yakin itu. Pak Prabowo dan Pak Jokowi juga ingin berbuat yang terbaik untuk Indonesia, dengan keberaniannya, jiwa raganya. Keduanya seorang muslim, pasti amanah, karena ia akan bersumpah atas nama Allah dan disaksikan seluruh rakyat Oktober nanti.

Saya bukan kader partai, saya juga bukan relawan, saya adalah gadis biasa yang setiap hari menghabiskan waktu bersama kedua orang tua di rumah. Saya tak ada akses apapun untuk memperjuangkan pilihan saya kecuali lewat tulisan dan doa-doa. Tak pernah menyebutkan satu nama pun dalam doa saya, saya hanya ingin  negeri ini dipimpin oleh yang terbaik diantara keduanya. Entah siapa yang menurut Allah baik itu.

Teman-teman saya yang notabene anggota partai tertentu dan relawan, begitu getol mengkampanyekan calon pilihannya, dan memberikan serangan yang begitu besar pada pilihan saya, pada Pak Jokowi, seakan semua hal tentang Jokowi itu salah dan semua hal tentang Prabowo benar. Ada juga yang bilang Prabowo pilihan ulama dan Kiai. lalu apakah tidak ada ulama dan kiai yang mendukung Jokowi? Ada! Kalau orang yang ikhlas pada Indonesia adalah Prabowo seperti rekaman Gus Dur yang diulang-ulang itu. Apakah Jokowi tidak ikhlas? Siapa yang tahu hati manusia?  Jika Musdah Mulia dan Zuhairi Misrawi mendukung Jokowi, lalu kenapa? Bukankah mereka berdua juga punya hak pilih yang berhak memilih siapa saja?Jika Musdah Mulia dan Zuhairi Misrawi ada di pihak Prabowo, pasti teman-teman saya yang mendukung Prabowo juga akan mengatakan seperti apa yang saya tuliskan, mereka tak akan mengatakan kalau Prabowo itu Pro JIL, kafir dan kata-kata sarkas lainnya.

Pendukung Pak Prabowo begitu massive dengan semua kebaikan Prabowo yang dibagikan melalui link dan broadcast message. Saya sempat mengira kalau Prabowo akan unggul, baik di quick count maupun real count. Saat pencet channel Trans 7 hasil quick count menunjukkan pilihan saya, Pak Jokowi unggul dengan 5 % suara di atas lawannya. Sempat tak percaya, lalu saya pindah channel ke Indosiar, masih Jokowi, ke JTv Jokowi juga. Paling netral saya kira TVRI, ada nama Jokowi disana. Oh, saya baru percaya, kalau saya tak salah lihat dan perhitungannya tak mungkin salah, karena banyaknya lembaga survei yang mengatakan hal yang sama. Kenapa saya tak pencet Metro TV atau TV One? Jujur saja, saya kehilangan kepercayaan kredibilitas informasi tentang pilpres kepada dua media itu.

Saya sempat berurai air mata, ketika melihat Jokowi mendeklarasikan kemenangannya. Tak hanya saya, tapi juga relawan lainnya yang di TV sana. Mungkin saya terlalu cengeng atau lebay dengan semua ini. Entah kenapa air mata itu meleleh begitu saja. Saya hanya teringat banyaknya tulisan yang bilang dia kafir, antek asing, tidak bisa berwudhu, tidak bisa sholat, dan semua hal yang berkaitan dengan dirinya. Saya hanya merasa Allah sedang berbicara tentang banyak hal. Tentang keimanan seseorang dan agama, yang hanya Allah saja yang mengetahuinya, kita tak berhak menilai seseorang kafir atau yang lainnya. Tentang tak diperkenankannya manusia merasa lebih baik dari yang lain, tak diperkenankannya merasa jumawa pada apa yang telah didapatkannya.

Meski saya juga merasa, terlalu dini mendeklarasikan kemenangan, semua orang juga bilang begitu. tapi bukankah Pak Prabowo juga mendeklarasikan kemenangannya satu jam setelahnya? Lembaga survey Pak Prabowo mengatakan bahwa beliau yang menang. Jadi, semuanya merasa menang kan? Sejatinya hanya Allah yang tahu siapa yang nanti memimpin negeri ini. Prabowo atau Jokowi? Semuanya masih menduga dan mengira, baiknya kita menunggu 22 juli saja.

Quick count menunjukkan Jokowi yang akan bertahta, masih ada juga broadcast message yang mengatakan kalau pendeklarasian itu adalah taktik belaka, jika nanti hasil dari KPU menunjukkan yang sebaliknya, maka itu berarti ada kecurangan dan pasti ada kisruh besar-besaran. Wallahu'alam, saya tak berharap itu semua terjadi. Entah berita itu benar atau hanya isu, semoga semuanya akan baik-baik saja. Sudah ya, sudahi saja semua ini, jangan menghina orang lagi, jangan menjatuhkan orang lagi, jangan sebarkan berita-berita yang mengotori hati lagi. Saya hanya ingin hari esok damai, sedamai hari ini.

Air mata untuk Jokowi, mungkin terharu, bahagia atau lega. Saya pun menyadari, bahwa ini masih perhitungan sementara,  hasil dari kira-kira atau duga-duga. Hasil sesungguhnya, seperti halnya semua orang di negeri ini, saya masih menunggu. Menunggu takdir yang indah untuk negeri ini. Negeri yang sangat saya cintai. Air mata untuk Jokowi, semoga air mata ini menjadi bahagia di akhir nanti. Siapapun yang bertahta, Prabowo atau Jokowi, saya akan tetap menjadi rakyat jelata yang berusaha bahagia di bawah pemerintahan damai dari mereka.

Salam Damai

Rizza Nasir

9 Juli 2014

Selasa, 08 Juli 2014

Solilokui Pilpres



Hei selamat malam, kenapa kamu belum tidur? Apa, tak bisa tidur? Kenapa? Apa karena tugasmu belum selesai? atau ada sesuatu yang mengganjal dipikiranmu? Apa? Maukah kamu berbagi denganku? Yah, setidaknya sebagai obrolan singkat sebelum kita berangkat tidur malam ini. Ayo ceritakan! Kenapa kamu hanya diam? Ini, ada secangkir susu hangat, barangkali bisa menghangatkan kebekuan diantara kita.

Baiklah, aku yang mulai ya. Begini, malam ini entah kenapa aku merasa begitu dilematis. Satu sisi, aku merasa senang karena sekarang tanggal delapan, itu artinya besok kita akan mengikuti pemilihan presiden aku juga senang karena ternyata antusiasme teman-teman begitu tinggi. Tak hanya satu dua orang yang mengatakan kecewa karena kehilangan kesempatan memilihnya, padahal mereka sangat ingin menggunakan hak pilihnya. Di sisi lain, aku merasa kecewa, entah kecewa dengan siapa. Kecewa saja, kenapa sehari menjelang hari keramat, masih ada saja yang saling hujat.

Dulu aku pernah menulis dalam larik puisi, aku ingin hari-hari ini cepat usai. Hari-hari dimana banyak orang mencaci, memaki, saling menyalahkan dan merasa paling benar sendiri. Sebulan ini, aku benar-benar merasa asing dengan teman-temanku, dengan tetanggaku, saudaraku. Aku kehilangan mereka yang dulu. Aku tidak ingin berlebihan dengan semua ini, tapi inilah yang aku rasakan.

Rabu, 29 Januari 2014

KHAYALAN TENTANG KORAN



Suatu hari aku pulang dengan menenteng sebuah koran. Aku bukanlah penikmat berita, aku hanya membaca koran sesekali saja. Mungkin hanya headline, opini atau catatan redaksi. Cukup. Hari itu aku sengaja, mampir ke penjual koran di perempatan. Membeli  koran hari itu. Sedikit penasaran, Ada yang lagi hebohkah?

“Ngapain beli koran segala, wong di internet aja tinggal klik. Berita udah nggak kurang-kurang” itu kata temanku. Dia memang suka sekali dengan portal berita online. Setiap hari dia selalu update berita, aku mendengarkan saja, dia selalu membacanya keras-keras. Jika menurutku itu menarik, aku baru mendekat dan melihatnya langsung.

Malamnya, setelah dia tidur dan kukhatamkan dua koran, aku kembali terpikir oleh ucapannya. “Ngapain beli koran?” Menurutku benar juga, apa yang dia katakan. Bukankah sekarang ini zaman serba cyber?  Dunia seakan-akan telah  menjadi dikotomi yang serasi. Dunia nyata dan dunia maya. Dunia maya, seakan-akan sudah lebih menarik dari dunia nyata. Segalanya ada cuy, bagaimana tak tertarik?

Senin, 06 Mei 2013

Wanita Awan

Matahari terbesar pertama yang kulihat adalah matahari siang ini. Sebelumnya aku hanya melihat matahari tak lebih besar dari  tutup panci. Sinarnya begitu menyengat, hangat. Sepertinya matahari tak berada jauh dariku. Disana. Ya disana di pucuk tertinggi gumpalan awan. Disanalah matahari berada. Bersama awan yang terus menggumpal. Entahlah berapa panjang jaraknya. Dekat. Lebih dekat dari biasanya.

Dimanakah aku kini, apakah aku sudah mati? Mengapa matahari dan awan begitu dekat? Dimana aku? Kurasakan semilir angin merasuki celah pori, menerbangkan helai-helai rambutku. Angin. Kenapa sapuannya lembut sekali? Kemana angin buas malam, kemana angin yang menusuk? Aku masih terus bertanya, tapi tak ada suara yang membalas tanyaku. Allah dimana aku? Kau juga tak mau membalas tanyaku?

Sabtu, 13 April 2013

SEGUMPAL CAHAYA



Perlahan melangkah ke pintu itu,pintu yang sudah mulai seret dipermainkan musim. Masih perlahan, aku mendekatkan kunci pada lubangnya, memantapkan kembali hatiku, apakah aku yakin benar-benar membukanya? Ceklek! Pintu terbuka.Tak ada siapa-siapa di luar sana. Aku menunggu, terdiam, mematung di daun pintu.

Jumat, 23 November 2012

PUTRI RANIA



Seorang permaisuri melahirkan sore tadi
Rakyat bersuka dan bersyukur pada Tuhanya
Raja menggendong putrinya
Membisikkan adzan dan iqomat pada lubang telinga

"Dinda betapa anak kita jelita"
"Kanda kita harus menjaganya"
"Tentu ,dia adalah segalanya",
"Meski aku tak berputra
Memilikinya aku bahagia"

Putri itu bernama Rania
Waktu telah membuatnya menjadi gadis jelita
Bertutur lembut dan berlaku santun
Dicintai raja, permaisuri dan rakyatnya

Rania adalah putri raja namun ia merasakan dirinya sama seperti anak laimmya
Setiap hari ia bermain dengan anak-anak di sekitar istana
Dunianya selalu ramai gelak tawa
Bahagia

Rania punya satu buku yang ia bawa kemana-mana
Catatan kisah harinya, mimpi dan harapnya
"Tuan Putri, sudikah engkau mengatakan padaku apa isinya" kata dayang
"Dayangku, buku ini adalah harta yang tak ternilai bahkan dari tahta ayahanda
Buku ini adalah hidupku"

"Rania, kau sudah dewasa sekarang","Tidakah kau ingin bersanding dengan seorang pria?"
Ayahku, tentu saja aku mau, hanya saja aku tak tahu dengan siapakah pria itu
"Banyak yang singgah di istana ini untuk coba memilikimu",
"Adakah satu dari mereka menarik hatimu?"

"Semua yang datang padaku bukan laki-laki biasa Ayah",
"Mereka putra mahkota",
"Bila mereka menikahiku maka aku akan menjadi permaisuri di istananya",
"Membawaku dengan kereta kudanya"

"Berikan buku ini pada lelaki yang singgah sebelum mereka menemuiku"
Raja dan permaisuri terdiam
Apa yang terjadi pada putrinya?
Buku ini apa isinya?