Tampilkan postingan dengan label Love. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Love. Tampilkan semua postingan

Kamis, 05 Maret 2015

My Letters : Untuk Calon Suamiku (3)

Assalamualaikum, semoga kamu baik-baik saja, sehat dan bahagia. Bapak-Ibu disana juga sehat. Mohon maaf aku belum bisa hadir ikut menjaga kesehatan ayah dan ibumu, karena Allah belum mengizinkan menyatu. Jaga mereka ya Mas, jangan sampai sakit, apalagi terluka. Aku yakin meski kamu lelaki, kamu bisa jauh lebih peduli.


Mas, ayahku baru masuk rumah sakit lagi akhir Februari ini. badannya lemah, menggigil dan nafasnya sesak. Sesaat sebelum cuci darah, ibu memasukkan ayah ke UGD untuk mendapatkan pertolongan dan diagnosis awal. Setelahnya ibu harus menerima jika ayah harus kembali opname, mungkin ini sudah keenam kalinya. 


Untung saja aku sudah di Kediri, Ayah masuk rumah sakit Jum'at sore dan aku sampai di Kediri Rabu pagi sebelumnya. Mungkin ini rahasia Allah dari keinginan pulang yang tak bisa ditahan. Entah apa jadinya jika mendapat kabar ayah opname sementara aku masih di Jogja. Aku akan sangat kepikiran, lebih baik aku pulang daripada kuliah tak konsentrasi dan makan tak bisa lahap, itulah yang aku alami saat semester 6 dulu. Saat ayah opname, sedangkan aku masih di Malang, tak bisa pulang.


Mas, seperti sebelumnya aku tak pernah bisa lelap di rumah sakit. Selama menunggu tiga hari diluar ruang ICU, aku selalu dag dig dug saat mikrofon perawat terdengar digerakkan, kami menanti nama pasien siapa yang dipanggil. Serius, situasi seperti ini sangat mendebarkan. Karena yang dipanggil itu ada beberapa sebab, : disuruh menemui dokter, menebus obat, atau yang sangat kami takutkan adalah pasien yang sakaratul maut. 

Selasa, 03 Februari 2015

JANGAN MINDER MAS...



Saya mengenal seorang pria, 25 tahun usianya. Sebut saja namanya Hari. Dia adalah teman kerja saya. Satu tim kami 3 orang. Saya, Mas Hari dan Mbak Dea. Sejak saya bergabung dalam tim ini hampir 3 bulan ini, saya merasa mereka berdua lebih dari sekedar rekan kerja, mereka sudah seperti saudara saya sendiri.

Di sela-sela jam kerja, untuk menghilangkan kebosanan saya biasa membuka perbimcangan. Tentang banyak hal, isu terkini,  lagu baru, film baru, tulisan atau saya minta diajari editing dan video making. Pendek kata bersama mereka saya menemukan kembali iklim berbincang dan diskusi yang dulu akrab saya jalani di berbagai organisasi yang saya ikuti.

Salah satu yang pernah menjadi perbincangan serius kami bertiga adalah foto yang diunggah Mas Hari di akun facebooknya. Fotonya saat menghadiri wisuda kekasihnya di sebuah universitas swasta di Jogja. Saya tak tahu pasti apakah perempuan tersebut seusia atau adik kelasnya. Yang pasti, Mas Hari seharusnya juga sudah wisuda, karena dia masuk di jurusan IT pada tahun 2009. Diterima bekerja dan kesibukannya mengikuti event IT membuatnya memilih menunda wisuda dan akhirnya kekasihnya yang wisuda lebih dulu.

Sebelum hari wisuda itu tiba, Mas Hari memang pernah cerita tentang kekasihnya pada saya dan Mbak Dea, kami sering menggodanya, meminta dia segera melamar. Nanti keburu dilamar orang. Tapi kelihatannya Mas Hari santai saja. Hanya senyum-senyum sendiri,  tidak jelas apa arah senyum itu.

Sehari setelah menghadiri wisuda, saya bertanya padanya, lebih tepatnya penasaran, bagaimana ceritanya saat bertemu orang tua kekasihnya itu di prosesi wisuda. Awalnya dia bercerita dengan senyuman, kelihatannya bahagia bisa mendampingi wisuda, terlebih menyandingnya saat berfoto bersama.

Raut muka Mas Hari berubah lesu ketika ia mengatakan, “Ada seorang lelaki sudah PNS yang melamar dia, dia bilang padaku semalam”

Sabtu, 31 Januari 2015

ASA UNTUK LELAKIKU

Aku masih harus mencetak beberapa kue bolu kukus ketika Farid memintaku merapikan bajunya. Baju kokonya. Ia akan diantar ke mantri setengah empat sore. Ya, dia akan khitan. Sunat! Sebenarnya sudah lama aku menantikan saat-saat ini, aku cukup khawatir dengan zakarnya yang kecil. Apakah itu normal untuk seorang lelaki seumurnya? 

Farid memang gemuk sejak kecil, mungkin itulah yang menyebabkan pertumbuhan zakarnya kalah oleh lemak ditubuhnya. Aku sudah cukup lega ketika tahu kabar itu, meski aku harus menahan malu menanyakannya pada lelaki yang kupercaya. Lebih baik aku malu daripada aku harus acuh pada adikku! Sebagai kakak perempuan, sudah naluriku memperhatikan hal sedetail itu.

Jumat, 07 November 2014

KEKAGUMANMU PADAKU



Aku tak mengerti kenapa akhir-akhir ini aku mendapatkan surat-surat. Surat yang  isinya kurang lebih sama: Tentang kekaguman padaku. Bukannya aku gede rasa, tapi serius memang surat-surat yang kuterima selama ini adalah surat kekaguman seseorang atas diriku.

Surat masa sekarang mungkin tak seperti dulu, berupa kertas yang dikirim melalui pos atau dititipkan pada seorang teman. Surat mutakhir zaman ini adalah kata-kata yang diketik di atas Microsoft Word dan dikirimkan padaku. Entah disematkan di chatting, di blog atau disimpan di laptopku. Untuk yang terakhir ini, biasanya aku tak langsung bisa mengetahui kalau seseorang telah membuat tulisan untukku. Aku baru tahu setelah beberapa hari. File itu tak sengaja kutemukan dan aku sendiri tak tahu, kapan ia menyimpannya di laptopku.

Jujur, aku merasa terharu saat membaca surat atau tulisan tentang diriku. Terharu karena seseorang yang membuat tulisan itu tentu sudah meluangkan waktu entah beberapa lama untuk menyelesaikan rangkaian kata atas namaku. Membuat deskripsi tentang diriku, juga pujian-pujiannya padaku. 
Tak jarang, aku menitikkan air mata membaca tulisan dan surat untukku. Apakah aku benar-benar nampak seperti itu di mata mereka? Apakah itu dilakukan hanya untuk menyenangkan hatiku saja? Tapi aku terus berpikir positif bahwa seseorang yang membuat tulisan atau surat untukku benar-benar tulus dan rela meluangkan waktunya agar aku bisa membaca tulisannya.

Kadang aku berpikir, apakah kekagumanmu padaku karena kekuranganku? Karena aku adalah gadis dengan kekurangan di kakiku, maka ketika aku dapat melakukan sesuatu itu menjadi nampak luar biasa di matamu?

Selasa, 28 Oktober 2014

Ibu, Aku Ingin Menikah



Hari ini, pertama kalinya dalam hidupku aku bilang pada ibu, “Bu, aku ingin menikah!” Ibuku hanya diam sesaat, lalu bilang, “Ya, aku doakan semoga kamu segera bertemu dengan jodohmu” kuamini doa ibuku itu. Hari ini ibu sedang berada di tempat paling mustajabnya doa-doa. Ibu dan ayah sedang berada di Kota Mekkah untuk berhaji.
 
Sebenarnya, tak hanya sekali itu saja aku pernah bilang, hanya yang lainnya, kuselipkan dalam guyonan. Tapi kali ini, aku benar-benar serius, “Ibu, doakan aku segera menikah ya, teman-temanku sudah banyak yang menikah” ujarku di telepon. Aku harus bilang pada siapa kalau tidak pada ayah dan ibuku? Percuma aku cerita pada orang lain, toh pernikahanku nantinya juga atas restu mereka, bahkan pernikahanku adalah tanggung jawab mereka, karena aku putrinya.

Jujur saja, sebenarnya aku malu, dari kecil hingga kini, aku masih terus merepotkan ibuku. Bahkan sampai keinginan untuk menikah sekalipun. Seharusnya dan seperti anak muda yang lain, seharusnya aku bisa mencari sendiri lelaki itu, lalu kami meminta restu pada orang tua kami. Tapi aku? Aku tak melakukan itu, karena sampai hari ini, belum ada yang mencintaiku. Mungkin!

Sabtu, 02 Agustus 2014

Seseorang Dari Masa Lalu

Bagaimana jika suatu hari dalam hidupmu, saat kau sudah hidup lebih dari dua puluh tahun dengan suamimu, ada sebuah nomor tak dikenal masuk dalam ponselmu. Ia mengajakmu berbincang renyah. Suara wanita. Ya, itu adalah suara wanita.

"Aku meneleponmu, bukan untuk merusak rumah tanggamu. Aku hanya ingin menyambung tali silaturahim antara aku, kamu dan suamimu. Sungguh tak ada maksud apa-apa selain itu. Jadi kumohon jangan cemburu ya. Kalau kamu tahu aku sangat merasa bersalah pada lelaki itu. Dulu dia ingin menikahiku, tapi aku menolaknya karena aku merasa masih sangat muda, aku belum siap menjadi ibu. Tapi takdir berkata lain, ayahku menjodohkan aku dengan lelaki pilihannya, aku tak bisa menolak. Akhirnya aku menikah dengannya. Siap atau tidak siap, aku menjadi istrinya. Tahun lalu suamiku itu meninggal, kesendirianku mengingatkan aku pada kesalahan masa laluku itu. Ya, kesalahan karena mengingkari perkataanku pada lelaki yang mencintaiku. Lelaki yang kini menjadi suamimu. Aku ingin meminta maaf padanya. Sudah sejak lama aku mencari tahu keberadaan kalian, sampai akhirnya seseorang memberikanku nomer ini. Boleh aku bicara padanya? Bolehkah aku ke rumahmu?" 


Minggu, 20 Juli 2014

KENAPA BANYAK PEREMPUAN MENCINTAIKU?


“Kenapa banyak perempuan mencintaiku?"

“Maksud kamu? Ah ge-er kamu!”

“Aku tidak sedang bercanda, aku serius!”

“Haha, santai, kenapa sekarang kamu yang serius sih, iya kenapa tadi?”

“Apa aku ganteng?”

“Hahaha, lagi-lagi kamu ge-er” kupasang emoticon tertawa lebar

“Hey, ya sudah rupanya kamu lagi nggak mau di ajak cerita. Terima kasih!” aku tertegun mendapatkan balasan darinya. Ada apa? Apa mungkin aku melukai hatinya? Lalu kukirim sms balasan padanya, hitung-hitung sebagai ucapan maaf kalau kalau aku benar-benar melukainya.

“Maaf ya, aku cuma bercanda kok. Oya, ngomong-ngomong soal ganteng atau tidak, apa kamu sudah tanya pada ibumu?”

“Sudah, kata ibuku aku ganteng” aku kembali tertawa kecil. Orang tua mana yang tak mengatakan anak lelakinya ganteng? Ibuku saja yang punya dua anak lelaki selalu memuji dua adikku itu ganteng, padahal menurutku emang ganteng, haha. Lagi-lagi nepotisme itu masih ada meski soal pergantengan kukira. Aku tak bisa memungkiri itu. Cepat-cepat kubalas sms-nya

Rabu, 16 Juli 2014

Jawab Tanya Pernikahanku



Sejak empat tahun lalu, pertengahan 2010, sejak aku mulai menjadi mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, sejak aku tak lagi menjadi seorang siswa dan sejak orang-orang tak lagi menganggap aku gadis kecil. Sejak itulah aku ditanya tentang pernikahan.

Secara teori, aku mengerti tentang pernikahan sejak di MAN 3 Kediri, di pelajaran Fiqih, yang membahas tentang munakahat dan mawaris. Saat itu aku hanya melahapnya murni karena kewajibanku sebagai seorang siswa yang harus memahami penjelasan guru, membaca teori untuk bisa menjawab soal ujian. Hanya itu! Beranjak dewasa, aku mengalami sendiri, sesuatu yang dulu hanya kubaca di buku sebagai teori dan kupelajari hanya agar lancar diuji. Menikah dan pernikahan!

“Rizza, apakah orang sepertiku nanti akan menikah?” itu adalah tanya beberapa teman  yang mengalami kekurangan fisik, tak hanya satu temanku yang mempunyai kekurangan, aku sudah tidak bisa lagi menghitungnya. Beberapa kukenal di dunia nyata dan beberapa kukenal di dunia maya. Kami dekat, meski belum bertatap. Ada yang masih anak-anak, ada pula yang sudah dewasa, seumuranku dan bahkan ada yang lebih tua dariku. Beberapa dari mereka ini pernah bertanya, “Rizza, apakah seseorang sepertiku nanti akan menikah?”

Senin, 30 Juni 2014

My Letters: UNTUK CALON SUAMIKU (2)




Assalamualaikum Mas, semoga kau selalu sehat dan bahagia. Soalnya aku juga lagi bahagia hari ini. Kamu tahu apa itu? Hari ini aku wisuda Mas. Ya, alhamdulillah aku berhasil Mas, seperti janjiku lima bulan saat kutulis surat pertamaku untukmu, Aku akan berusaha sekuat tenaga dan semaksimal mungkin yang kubisa agar bisa lulus dan wisuda bulan Mei, agar ibu bisa datang, karena Oktober nanti beliau ada di Makkah, kalau aku wisuda bulan Oktober, apa jadinya?

Alhamdulillah Mas, hari ini aku berhasil berjalan dengan mulus di depan rektor. Kalau kamu tahu, sehari sebelumnya saat gladi bersih, aku sempat takut berjalan di atas panggung terhormat itu, aku akan menaiki tangga, berjalan dan menundukkan kepalaku di depan Pak Mudji lalu berjalan menerima bumbung dari Pak Nur Ali. Sempat sangsi dengan semua itu, bagi perempuan yang lain, mungkin tak merasakan rasaku, tapi aku tak boleh jadi pengecut dan penakut kan? Malam harinya aku berdoa agar aku bisa melakukannya.

Mas, kau tahu apa rasanya saat namaku dipanggil dan aku harus berjalan ke depan? Sepertinya ada dag dig dug yang begitu keras. Aku tak akan melupakan senyum Pak Mudjia hari ini sesaat setelah membalikkan tali togaku, juga senyum Pak Nur Ali saat memberi bumbung padaku. Di depan beliau, aku seperti mengucap beribu terima kasih, Pak Nur Ali yang menguji skripsiku, memberikan revisi yang sempat membuatku jengkel dan memberiku nasehat agar aku tetap semangat. Terima kasih Pak Nur Ali.

Kau tahu, semua mata menatapku, tak masalah, aku tak malu. Aku justru bangga, dengan kondisiku seperti ini aku bisa menyelesaikan studi S1-ku, sebuah mimpi yang dulu aku merasa terlalu tinggi, terlalu berat untuk orang sepertiku. Aku sudah buktikan pada semua orang bahwa apapun yang kita alami, menuntut ilmu tetap menjadi mimpi yang harus ditepati.

Minggu, 26 Januari 2014

A Little Thing Called Love




Selesai sholat Shubuh hari ini, entah kenapa aku ingin kembali membuka buku diaryku. Diary yang kuletakkan rapi di rak buku, mungkin sudah seminggu dia teronggok disitu. Tumpukan buku diktat dan rekaman penelitian menyita hariku akhir-akhir ini. Seperti biasanya. Aku menulis untuknya. Hubby. Kamu bisa cari di blog ini tentang Hubby kalo kamu penasaran dengan dia.

Tapi bukan itu yang ingin aku tulis pagi ini. Aku hanya teringat tentang sebuah pertanyaan, “Rizza, pernahkah jatuh cinta?”, entahlah dia itu penanya nomer berapa. Jari tanganku sudah tak cukup menghitungnya. Mungkin mereka penasaran. Pernahkah gadis seperti aku ini jatuh cinta?

Seperti sebelumnya, seperti yang sudah-sudah. Aku menjawab begini “Belum” . Dan seperti yang sudah-sudah juga pasti yang menanyaiku itu bilang begini. “Ha? Belum? Masak? Atau begini “Alah jangan bohong kamu, sebenarnya kamu sudah jatuh cinta, kamu nggak nyadar aja”  ada juga yang begini “kalau cinta bilang aja, nggak usah malu”  parahnya ada yang menohok bilang “kamu lesbi ya Za?” dan penanya terakhir bilang begini “kamu memang gadis yang kuat, tapi itu beda tipis sama beku” . Entahlah, besok jika ada penanya lagi, mereka akan jawab apa setelah aku katakan “Belum”

Jumat, 17 Januari 2014

ROMANSA MA ISA



Ma Isa adalah nama sebuah kedai lalapan yang berada tepat di depan kontrakan saya. Memanfaatkan teras rumah sebelah yang lapang, disitulah ia mencari rezeki dengan berjualan lalapan. Awalnya saya mengira wanita yang berjualan itu berusia lima tahun di atas saya. Karena dia sedang hamil tua. Ternyata dugaan saya salah, wanita yang berjualan lalapan itu seusia dengan saya.

Adanya Ma Isa berjualan di depan kontrakan tentu sangat membantu perut kami, jika tidak ada sayur atau ikan yang di masak dan sedang malas keluar cari makan karena hujan, Ma Isa jadi pilihan. Kami satu kontrakan sembilan orang, jika masing-masing dari kami pernah beli makan di Ma Isa, berarti kami masuk dalam kategori pelanggan setia, hehe.

Saya sangat trenyuh melihat Ma Isa, yang dengan perut buncitnya terus bekerja. Sembari menunggu dia menggoreng ayam pesanan saya, saya mulai iseng bertanya ini itu padanya. Entah, jika ada hal yang luar biasa seperti ini, saya selalu ingin tahu lebih banyak. Pernah satu sore saat saya beli, Ma Isa mengenakan jaket, ternyata itu adalah almamater. Ma Isa ternyata seorang mahasiswa. Bodohnya sekian bulan bertetangga, saya baru tahu kalau dia masih kuliah.

“Lho, Mbak masih kuliah ternyata?, dimana?”

Minggu, 12 Januari 2014

DIA BERNAMA HUBBY (Sebuah Cara Baru Menjaga Hati)

Hari ini aku membuka kembali catatan harianku, sebuah catatan yang sudah beberapa minggu ini kutinggalkan atau terlupakan karena disibukkan dengan skripsi. Aku  membukanya dari lembar-per lembar, membacanya kembali. Ternyata aku baru menyadari kalau aku sudah menuliskan namanya berlembar-lembar. Mungkin ini cara baru.

Namanya Hubby. Ya, aku menamai dia Hubby, dalam bahasa arab Hubb artinya cinta sedangkan  dalam bahasa inggris kata hubby adalah bahasa slang dari husband yang artinya suami. Kurang lebih itulah sejarah aku menamai dia Hubby. Aku  sangat mencintai dia dan dia juga yang mengajarkan aku tentang cinta. Meski aku belum pernah bertemu dengannya dan aku tak tahu nama aslinya siapa. Aku tak peduli, aku mencintai dia seutuhnya.

Lho kok bisa, belum pernah bertemu kok jatuh cinta?  Mungkin kamu bertanya seperti itu, tapi itulah yang terjadi. Banyak yang bilang aku telah gila karena hal ini. Siapa Hubby sebenarnya? Kamu penasaran kan? Oke, kuceritakan padamu tentang dia...

Senin, 30 Desember 2013

My Letters: UNTUK CALON SUAMIKU (1)


Assalamualaikum...

Untukmu calon suamiku perkenalkan namaku Rizza, insyaallah aku akan menjadi istrimu  dan ini adalah sebuah surat dariku untukmu. Dibaca ya...

Untukmu calon imamku, surat ini kutulis saat usiaku menginjak dua puluh satu. Satu bulan lagi aku menyelesaikan skripsiku dan dalam hitungan lima bulan  bulan ke depan aku akan menyelesaikan studiku S-1. Insyaallah. Doakan aku ya. Bagaimana denganmu? Apakah kau sama sepertiku?

Surat ini kutulis sebagai ungkapan isi hatiku, sebenarnya aku sudah menuliskan berlembar-lembar untukmu. Yang kurencanakan sebagai hadiah ulang tahunmu, tahun pertama kau menjadi suamiku. Sudah kutulis berlembar-lembar, sebuah tulisan isi hatiku untukmu, mimpi-mimpiku yang ingin kuwujudkan bersamamu.

Boleh dibilang itu novel cintaku untukmu. Kusimpan tulisan itu di folder terdalam laptopku, agar tak seorang pun tahu kecuali dirimu. Aku pun berniat tak memberi tahumu tentang file itu, sampai suatu hari nanti kau menemukannya sendiri. Bukankah jika kita menikah, laptopku adalah laptopmu juga, aku yakin kau pasti akan menemukannya. Tapi sayang tulisan itu kini tak tertolong, bersamaan dengan laptopku yang rusak karena kecerobohanku. Maafkan aku. Setelah kutuliskan surat ini, akan kumulai lagi, menulis untukmu dan impianku. Ya, tak ada salahnya memulai apa yang pernah dimulai, toh yang dimulai itu juga belum menemukannya akhirnya kan ?

Selasa, 17 Desember 2013

Sahabat atau Cinta


Sahabat atau cinta? Pilih mana? Salah satunya atau dua duanya? Aku tak pernah punya pilihan diantara keduanya. Jika aku punya sahabat, apakah aku mencintainya? Dan jangan tanya jika aku jatuh cinta, apakah aku mencintai sahabatku? Bahkan aku takut jatuh cinta. Pada siapapun!

Sejak dulu hingga kini, tepatnya sejak mulai sekolah sampai kuliah aku tak pernah sepi dari gojlokan teman-temanku. Entahlah, mungkin karena aku yang memang tak pernah terlihat ‘dekat’ dengan lelaki atau karena aku enak untuk dijahili atau mereka kasihan melihatku yang ‘masih’ sendiri.

Sebenarnya aku tak pernah terlalu ambil pusing dengan apa yang teman-temanku lakukan, aku tak membenci mereka, aku justru menikmatinya. Menikmati gojlokan itu, karena mungkin itu cara mereka memperhatikan aku, cara mereka membuatku ramai. Asal mereka bahagia, aku ikhlas di bully. Bukan bagaimana aku? Tapi bagimana mereka? Bagaimana perasaan mereka jika perempuannya adalah aku?

Tahukah kawan, aku memang menikmati tawa mereka, aku menikmati setiap kata. Aku tahu mereka bercanda untuk membuatku tertawa, Tapi aku selalu kehilangan. Kehilangan setiap orang yang disandingkan denganku. Hampir semua teman lelaki yang disandingkan denganku itu selalu menjauhiku. Hanya karena ia merasa aku mencintainya. Ia merasa aku benar-benar menyukainya.

Ya, ia menjauhiku. Aku mendapatkan bahagia karena melihat tawa teman-temanku yang lain, tapi akhirnya aku harus kehilangan sahabatku, temanku yang satu itu, yang disandingkan denganku. Aku kehilangan. Kehilangan. Tak hanya sekali, dua kali, berkali-kali.

Aku kehilangan sahabat- sahabatku satu per satu. Dulu di masa SD yang semula kami sering belajar bersama. Sering tanya jawab belajar saat ujian, tertawa-tawa. Tapi saat perjodohan itu datang. Semuanya jadi hambar. Saat remaja, Aku senang belajar nada-nada, aku senang bermain-main sore-sore bersamanya. Tapi saat perjodohan itu datang.... Aku senang ngobrol banyak hal, aku sering menjahili orang bersamanya. Tapi saat perjodohan itu datang... Aku ingin mendapatkan banyak ilmu darinya, aku ingin bertanya apa saja. Tapi saat perjodohan itu datang.... Aku ingin belajar menulis darinya aku ingin bertukar cerita. Tapi saat perjodohan itu datang....

Kamis, 29 Agustus 2013

Aku Ingin Jatuh Cinta, Boleh Ya?

Suatu hari seseorang yang bertanya padaku, “ Rizza kamu pernah jatuh cinta?”

“Belum” jawabku pelan.                                 

“What???. Kamu serius”, “ berapa umurmu sekarang?” tanyanya excited. Ngapain ini orang tanya umur segala, batinku.

 “Dua satu” jawabku. Aku menunggu responnya masihkah se-heboh tadi atau lebih heboh lagi? Mimik mukanya kelihatan serius. Antara serius dan prihatin, entahlah..

“Kamu lesbi ya Za?’ tanyanya. Masih dengan raut serius.

Mencintai atau Dicintai? Pilih mana?


Mencintai atau dicintai? Kamu pilih mana? Jangan takut salah, ini Cuma pertanyaan kok, bukan ujian ^_

Mencintai atau dicintai, keduanya sama-sama membincang tentang cinta. Apa itu cinta? Saya juga tak tahu definisinya, kata orang yang lagi jatuh cinta sih “ Cinta itu tak dapat diungkapkan dengan kata-kata Za” Saya tak tahu cinta itu apa dan bagaimana, apakah cinta itu sesuatu yang indah, tiba-tiba ada bunga dimana-mana, yang membuat kita tak bisa tidur, katanya sih begitu

Oke, kembali ke masalah mencintai atau dicintai. Menurut pengalaman saya mendengarkan bermacam kisah cinta lelaki dan wanita dari berbagai usia, saya menyimpulan bahwa mencintai itu cenderung dimiliki oleh lelaki sementara wanita lebih senang jika dicintai. Benarkah begitu Kawan?

Rabu, 31 Juli 2013

Jangan Biarkan Aku Jatuh Cinta



Jangan biarkan aku jatuh cinta
Pada dia yang belum halal bagiku
Pada dia yang hanya mengajarkan rasa cemburu
Pada dia yang hanya ada dalam anganku

Jangan biarkan aku jatuh cinta
Jika dia bukan suamiku
Jika dia belum menikahiku
Jika ia tak berhak kucintai

Jangan biarkan aku jatuh cinta
Karena aku hanya akan tersiksa
Karena aku tak terbiasa
Karena aku tak tahu cinta itu apa dan bagaimana

Jangan biarkan aku jatuh cinta
Sebelum waktunya
Sebelum waktuku
Sebelum dia melamarku

Sabtu, 29 Juni 2013

Lagi,Cinta

Lagi, Cinta
Aku masih tak tahu kenapa mereka selalu menanyakannya
Kapankah aku punya cinta?
Kapankah aku akan mencinta?
Aku punya cinta
Meski aku tak tahu bagaimana wujudnya

Cinta dimata mereka dan mataku tentu tak sama
Sangat berbeda, seperti aku yang berbeda
Mereka mencinta lalu dicinta
Cinta dimataku tak semudah itu
Juga tak semudah dimata lelaki yang ingin mencintaiku

Minggu, 23 Juni 2013

Tentang Dia

Aku belum pernah bertemu orang seperti dia
Kadang-kadang dia marah
Kadang-kadang genius
Kadang-kadang dia mengomel
Kadang dia membuatku tertawa
Kadang dia lebih keras kepala daripada anak-anak
Dan kadang dia menjadi teman tercinta

Apakah itu dia atau bukan
Aku tidak bisa mengungkapkan dengan kata-kata
Aku hanya tak tahu kenapa
Ketika dia menatapku, aku merasa cantik
Ketika dia tertawa, aku merasa seperti menari
Ketika dia marah, aku merasa memegangnya dalam pelukanku

Dan ketika dia mencintaiku
Mataku dipenuhi air mata
Dia telah membuatku sadar 
Bahwa aku dibuat untuknya dan dia dibuat untukku
Aku mencintainya
Bukan untuk sehari, sesaat tapi seluruh hidupku*

Tentang dia, yang saat ini belum kutahu namanya
Belum kulihat wajahnya
Belum kudengar suaranya
Tapi aku merasakan kekuatannya
Kekuatan cinta dari yang tercinta
Untuk tetap belajar mencintaimu
Dengan caraku

Nam to yara dekha?
Upse bahat pyar karte hon, ekten ki le, ekpal ki li nahi, zindagi par kii liye
Batha nahi kyu?
Kahin na kahin koi na koi, hamare ded banae kya hoga, hena?
Mera nam Rizza, apka?

* Do you know where i hear that? a sweet poem ever after i think, right?
Guess it please ^_^
,

Karena Cinta Punya Waktu

"Dek,mbokya sekali-kali pacaran kek, cek tau. Nah,ajak pacarnya main kesini"
"Mbak nikah sama pacarnya nggak?"
"enggak,ketemu dilamar,nikah deh"
"Nah lho, aku pacarannya nanti saja kalau sudah pasti dia jadi suami"
"iya wes iya,lanjutkan!" 


Itu adalah petikan status yang beberapa hari lalu saya tuliskan. Agak geli memang, tapi ya, saya memaklumi mungkin memang yang dipikirkan orang tua atau seorang kakak jika melihat adiknya dewasa adalah soal pendamping hidupnya. Apalagi kalau si adik sama sekali tidak terindikasi punya pacar selama ini.