Sabtu, 08 Juni 2013

Diary Kerinduan

Berkali aku minta ajarkan aku tentang cinta. Apa cinta itu? Bagaimana mencinta yang baik? Bagaimana cinta mencintai yang benar. Bagaimana Allah. Please...

Seperti mereka yang mencinta dan hidup bersama, seperti mereka yang memulai bahtera rumah tangga. Bagaimana cinta? Boleh dibilang aku awam, boleh dibilang aku buta. Kapan mataku terbuka? Aku sungguh ingin melihat dunia dengan cinta. Kata orang aku sudah dewasa. Sudah saatnya mencintai seorang pria yang kelak menjadi kepala rumah sakinahku. Kenapa aku masih takut?

Aku takut menatap cinta, aku takut mengenal cinta, aku takut bergandengan dengan cinta. Bagiku semua pria  yang kukenal biasa saja, belum ada yang istimewa. Yang pas di hati. Sungguh aku tak berani menatap cinta.
Mungkin aku memang ditakdirkan begini. Kosong sampai usia ini. Agar kelak saat aku tahu siapa yang wajib kucinta setelah ayahku, siapa yang hadirnya adalah kunci surgaku. Aku akan merasakan cinta yang sebenar-benarnya cinta. Cinta itu. Nanti saat dia menikahiku. Ya, nanti. Bukan sekarang atau kemarin. Nanti, Kapan?



Iri hati, aku tahu itu tak boleh ada dihatiku dan hati mereka. Tapi aku iri tentang cinta. Kenapa aku belum merasakannya? Jatuh cinta yang kabarnya menghadirkan bunga-bunga, aku juga ingin merasakan bunga-bunga itu, mencium baunya, menikmati warnanya.

Kata seorang kawan, aku beruntung. Cintaku utuh. Benarkah? Aku tak tahu tentang cinta. Aku belajar. Belajar mencinta lewat pena. Menuliskan segala rasa hatiku, cita-citaku, sedihku dan mimpi-mimpiku. Hanya lewat pena. Goresan yang kutulis hanya untuknya. Untuknya. Suamiku. Cintaku. 

Berdialog dengannya lewat pena. Mungkin aku telah gila. Sering berbicara sendiri dengan pena yang terus menari. Berbicara dengannya bisa membuatku merasakan bermacam rasa. Tersenyum hingga menangis. Hanya dengan menulis dan berbicara dengannya. Gila? Biarlah. Aku hanya ingin belajar mencintainya.

Allah, aku ingin merasakan cinta. Hadirkan cinta itu dihatiku. Cinta kepada pria yang tepat. Yang memang telah kau tulis di lauh mahfuzh sebagai suamiku. Imamku, ayah bagi anak-anakku. Dia yang akan menjadi cinta pertamaku. Dia yang selama ini selalu kurindu. Dia yang kudoakan dalam setiap shalatku.

Allah, mungkin aku belum siap mencinta. Ruang cinta dihatiku belum kubersihkan. Masih ada noda-noda disana. Allah, i promise akan kubersihkan noda-noda itu agar siap menjadi ruang cintaku. Ruang cinta yang megah untuknya.

Allah, aku sungguh ingin merasakannya. Tapi bukankah ini doakau? Aku tak ingin mencintai lebih dulu. Aku takut. Siapa aku? Aku bukanlah siapa-siapa, aku tak bisa apa-apa. Hadirkan cintaku segera Allah. Yang mencintaiku dan kucintai. Yang melengkapiku dan dia tak lengkap tanpaku. Aku yakin dia ada. Hanya untukku.

Aku akan belajar lagi Allah, belajar membersihkan dan mempersiapkan hatiku untuk cintaku. Masih dengan caraku. Menulis dan berbicara dengannya lewat pena. Mungkin buku itu akan semakin tebal seiring tebalnya rinduku dan mimpiku kepadanya. Aku akan terus mencintainya meski dia belum nampak di mataku. Inikah cinta itu. Seperti itukah? Entahlah...


Mas, semoga kita segera dipertemukan ya...

Bukuku semakin tebal euy, mau baca?? Diary cinta untukmu

Aku belajar mencintaimu saja ya, meski aku tak tahu kau dimana. Ukhibuka fillah akhi...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar