Selesai sholat Shubuh hari ini,
entah kenapa aku ingin kembali membuka buku diaryku. Diary yang kuletakkan rapi
di rak buku, mungkin sudah seminggu dia teronggok disitu. Tumpukan buku diktat
dan rekaman penelitian menyita hariku akhir-akhir ini. Seperti biasanya. Aku menulis
untuknya. Hubby. Kamu bisa cari di blog ini tentang Hubby kalo kamu
penasaran dengan dia.
Tapi bukan itu yang
ingin aku tulis pagi ini. Aku hanya teringat tentang sebuah pertanyaan, “Rizza,
pernahkah jatuh cinta?”, entahlah dia itu penanya nomer berapa. Jari
tanganku sudah tak cukup menghitungnya. Mungkin mereka penasaran. Pernahkah
gadis seperti aku ini jatuh cinta?
Seperti sebelumnya,
seperti yang sudah-sudah. Aku menjawab begini “Belum” . Dan seperti yang
sudah-sudah juga pasti yang menanyaiku itu bilang begini. “Ha? Belum? Masak? Atau
begini “Alah jangan bohong kamu, sebenarnya kamu sudah jatuh cinta, kamu nggak
nyadar aja” ada juga yang begini “kalau
cinta bilang aja, nggak usah malu” parahnya ada yang menohok bilang “kamu lesbi
ya Za?” dan penanya terakhir bilang begini “kamu memang gadis yang kuat, tapi
itu beda tipis sama beku” . Entahlah, besok jika ada penanya lagi, mereka akan
jawab apa setelah aku katakan “Belum”
Aku juga nggak tahu,
kenapa aku begini. Kenapa aku belum jatuh cinta. Apa karena aku sibuk dengan
urusanku, atau karena aku tak pernah peduli dengan lelaki? Ah, kurasa tidak!
Teman lelaki banyak. Di kelas, di organisasi-organisasi yang kuikuti. Semuanya
ada makhluk bernama lelaki. Tapi sejauh ini, aku hanya menganggap mereka
partnerku, mereka teman diskusi, mereka teman berbagi. Bahkan aku pernah menulis begini di diaryku. Hari ini usiaku 21 tahun. Mimpi terdekatku sederhana. Aku ingin jatuh cinta. Mimpi yang cukup aneh bukan?
Aku ini terlahir
sebagai perempuan. Aku perempuan seutuhnya. Aku punya ketertarikan juga pada
lelaki. Aku juga ingin menikah, menjadi seorang istri dari suami sholeh dan
sabar. Bahkan aku sangat ingin menjadi ibu. Bagiku, dunia anak-anak itu
menakjubkan. Dan menjadi ibu itu sebuah kehormatan. Hanya saja, kenapa hingga
usia ini aku tak pernah jatuh cinta? Kenapa?
Jujur, kadang aku iri
dengan teman-temanku. Mereka yang punya pacar. Kalau kuliah mereka dijemput,
kalau mau kemana-mana tinggal sms terus dianterin. Kalau malem Minggu, semua
teman kontrakanku pergi, entah kemana. Sementara aku berteman laptop dan
buku-buku. Kalau sudah capek membaca, ya menulis, kalau sudah capek menulis, ya
tidur. Bagi pemuda-pemudi seusiaku mungkin malam Mingguku model begitu
mengenaskan ya?
Dengan aku yang
terlahir berbeda, kadang aku juga iri
dengan teman-temanku yang berbeda juga, tapi mereka punya sosok yang
menguatkan. Yang selalu ada disaat dia butuh bantuan atau tumpahan keluahan. Ya
semacam, Asou Kun dan Iekuchi Aya di Film One Litre of Tears dan film-film lain
yang tokohnya perempuan yang punya kekurangan fisik, pasti tokoh lainnya ada sosok
lelaki yang menguatkan dia. Aku?
Aku sudah mendidik
hatiku untuk tidak iri, tapi aku manusia biasa, kadang rasa iri itu muncul
lagi. Kemudia aku berpikir, Untuk apa itu semua? Untuk apa? Apakah harus
pacaran? Nggak harus kan? Lagipula, aku sangat paham, bahwa terlalu dekat
dengan lelaki yang bukan siapa-siapa kita itu tak diperbolehkan Al-Qur’an. Iya
kan? Kemudian hatiku berkata Mereka kan
hanya pacaran, belum menikah. Kalau mereka sudah menikah, kamu baru boleh iri
Za
Tentang motivator, diriku
juga berkata pada begini Kalau kamu bisa
memotivasi diri kamu sendiri, lalu buat apa kamu pengen punya sosok motivator
seperti dia? Pengen kayak film korea? Iya?
Bahkan kamu bisa memotivasi orang lain. Bukankah kamu punya banyak teman perempuan? Curhat saja sama dia, lebih nyaman, lebih terbuka. Nggak harus lelaki kan?Lagipula, mengeluh pada manusia itu juga tidak baik kan? Aku tahu kamu gadis yang kuat. Mengeluhlah pada Allah.
Bahkan kamu bisa memotivasi orang lain. Bukankah kamu punya banyak teman perempuan? Curhat saja sama dia, lebih nyaman, lebih terbuka. Nggak harus lelaki kan?Lagipula, mengeluh pada manusia itu juga tidak baik kan? Aku tahu kamu gadis yang kuat. Mengeluhlah pada Allah.
Itu kata hatiku,
entahlah kenapa hati ini sering sekali ‘berbincang’ denganku. Setidaknya dengan
itu, aku tenang, aku tak lagi galau dan aku kembali fokus dengan diriku,
kemampuan berjalanku yang harus terus kuperbaiki, kuliahku, skripsiku,
adik-adikku di organisasi. Teman-temanku. Mereka butuh aku, mereka butuh aku
yang selalu ada untuk membantu, atau kupingku untuk mendengar cerita mereka.
Aku bersyukur, semua orang menganggapku ada dengan memmanfaatkan kemampuanku. Ya,
meski aku hanya bisa membantu sebisaku.
Aku yakin di dunia ini,
masih banyak hal yang harus diselesaikan, yamg harus dihadapi dengan pemikiran
yang bijak dan matang. Tak melulu soal cinta dan perasaan. Aku pernah nonton
film judulnya Little Thing Called Love. Bukankah Love itu hanya little thing? Jadi
tak perlu dibesar-besarkan. Tak perlu dipermasalahkan atau diperdebatkan. Masih
banyak isu-isu sosial, pendidikan dan politik yang menarik untuk jadi bahan
diskusi atau perdebatan. Aku rasa itu lebih menarik dan substansial dari pada a little thing called love kan?
Bukankannya aku tak ingin jatuh cinta, aku sangat ingin. Hanya saja, aku tahu bagaimana dan siapa diriku. Bukan rendah diri, aku hanya tahu diri. Biarkan nanti seseorang yang memilihku, yang mencintaiku dan menikahiku. Memilihku bukan karena kasihan. Memilihku karena dia benar-benar merasa mantap kalau akulah gadis yang tepat untuk jadi istrinya dan ibu dari anak-anaknya. Aku hanya ingin menjaga hatiku ini untuknya. Aku tak pernah menutupnya. Hanya saja, sampai aku menuliskan ini, belum ada yang mengucap salam untuk memasukinya.
Bukankannya aku tak ingin jatuh cinta, aku sangat ingin. Hanya saja, aku tahu bagaimana dan siapa diriku. Bukan rendah diri, aku hanya tahu diri. Biarkan nanti seseorang yang memilihku, yang mencintaiku dan menikahiku. Memilihku bukan karena kasihan. Memilihku karena dia benar-benar merasa mantap kalau akulah gadis yang tepat untuk jadi istrinya dan ibu dari anak-anaknya. Aku hanya ingin menjaga hatiku ini untuknya. Aku tak pernah menutupnya. Hanya saja, sampai aku menuliskan ini, belum ada yang mengucap salam untuk memasukinya.
Ya, selama ini aku
memaknai cinta dengan menikah atau pernikahn. Bukan pacaran, TTM, kakak-adik, atau
semacamnya. Jadi aku rasa wajar kalau aku tak pernah jatuh cinta. Bukankah
menikah itu cuma sekali? Jadi wajar kan kalau jatuh cintaku hanya sekali? Nanti. Semoga tulisan ini bisa menjawab semua tanya itu. Kalaupun aku harus jatuh cinta sekarang, aku jatuh pada Hubby
RIZZA NASIR
Ini tentang Hubby
Ini tentang Hubby
Tidak ada komentar:
Posting Komentar