Minggu, 20 Juli 2014

KENAPA BANYAK PEREMPUAN MENCINTAIKU?


“Kenapa banyak perempuan mencintaiku?"

“Maksud kamu? Ah ge-er kamu!”

“Aku tidak sedang bercanda, aku serius!”

“Haha, santai, kenapa sekarang kamu yang serius sih, iya kenapa tadi?”

“Apa aku ganteng?”

“Hahaha, lagi-lagi kamu ge-er” kupasang emoticon tertawa lebar

“Hey, ya sudah rupanya kamu lagi nggak mau di ajak cerita. Terima kasih!” aku tertegun mendapatkan balasan darinya. Ada apa? Apa mungkin aku melukai hatinya? Lalu kukirim sms balasan padanya, hitung-hitung sebagai ucapan maaf kalau kalau aku benar-benar melukainya.

“Maaf ya, aku cuma bercanda kok. Oya, ngomong-ngomong soal ganteng atau tidak, apa kamu sudah tanya pada ibumu?”

“Sudah, kata ibuku aku ganteng” aku kembali tertawa kecil. Orang tua mana yang tak mengatakan anak lelakinya ganteng? Ibuku saja yang punya dua anak lelaki selalu memuji dua adikku itu ganteng, padahal menurutku emang ganteng, haha. Lagi-lagi nepotisme itu masih ada meski soal pergantengan kukira. Aku tak bisa memungkiri itu. Cepat-cepat kubalas sms-nya


“Lalu kenapa kamu masih bertanya? Kamu sudah dapat jawabannya kan? Kamu itu ganteng! Kata ibumu”

“Kalau menurutmu?” Ah, apa harus aku berkata jujur? Kalau lelaki yang sedang mengajakku berbincang ini memang ganteng, menurutku. Sekali lagi ganteng itu relatif. Bagiku semua lelaki itu ganteng.Kalau cantik apa jadinya?

“Kamu itu ganteng, tapi masih gantengan masku” itu jawabanku kalau ada yang bertanya, atau lebih tepatnya meminta penilaian soal tampang. Mas disitu, aku pun tak tahu dia siapa, tapi pasti dia paling ganteng diantara lelaki lainnya nanti. Setidaknya dimataku.

“Kenapa banyak perempuan mencintaiku?” ia mengulangi pertanyaannya

“Ya, kamu tanya dong sama dia, kenapa sampai dia suka sama kamu. Aku kan nggak tau persisnya alasannya. Aku ini bukan paranormal yang bisa membaca hati manusia, haha”

“Kalau kamu tahu Za, rasanya itu tak enak kalau disukai banyak perempuan. Setiap hari ada saja yang mencari perhatian. Ya, tentu saja aku tak serta merta menolak perhatiaannya, aku takut dia tersinggung. Tapi kalau aku memberikan perhatian balik, aku takut dia akan salah paham dan akhirnya jatuh cinta padaku. Memangnya perempuan itu serapuh itu ya?”

Aku tercekat mendapatkan balasan darinya, ternyata begini ya perasaan lelaki. Ternyata begini ya? Kukira semua lelaki akan sangat senang ketika banyak perempuan gandrung padanya. Kukira ia akan senang ketika banyak yang memperhatikannya. Ternyata dia tersiksa! Oh kasihan!

“Tak semuanya perempuan itu seperti itu. Banyak juga perempuan yang berhati baja. Sulit jatuh cinta, tak sedikit temanku yang begitu. Jadi kalau kamu mengira semua perempuan itu rapuh kamu salah besar!”

“Jujur, aku tak tahu harus bagaimana lagi. Ingin rasanya aku cuek dengan semua perempuan, tapi aku tak sejahat itu. Tak setega itu! Aku ini memang ditakdirkan punya kepedulian tinggi, tapi aku juga nggak mau kalau peduliku itu disalah artikan dan akhirnya banyak melukai”

Ya Rabb, apa yang harus kukatan pada lelaki ini. Dia memang lelaki yang baik, tapi tak kusangka kebaikannya itu begitu berkilau di mata kaumku, perempuan. Yang kutahu perempuan memang memiliki kelemahan di telinganya. Sedikit saja ia menerima pujian maka pipinya akan merona, sedikit saja ia membaca kata-kata yang indah mak ia akan mudah menyukainya. Lalu apa temanku ini manis mulutnya? Apa dia suka merayu? Kurasa tidak, tapi aku tak tahu lagi.

Sementara lelaki memiliki kelemahan pada matanya. Ia sangat menyukai keindahan, kecantikan, tubuh yang seksi dan gemulai. Lelaki menyukai itu. Maka tak salah jika Allah meminta perempuan untuk menutup auratnya agar terjaga. Terjaga dari tatapan lelaki. Meski kebanyakan lelaki juga hanya berani menatap dan menikmati sensasinya dalam pikirannya tanpa melakukan apa-apa. Tak jarang pula ada lelaki yang begitu agresif dan tak bisa menahan nafsunya hingga ia menggoda perempuan itu dengan sapaan nakal atau sekedar suit suit. Bahkan ada yang sampai memerkosa. Maka jika ada  kasus perkosaan, saya cenderung melihat dulu bagaimana perempuannya. Karena tak selamanya perempuan itu korban dan lelaki itu pelaku. Kadang perempuan yang menggoda dan berpakaian sekenanya.

“Kamu itu orang baik, jangan sampai kamu jadi kehilangan sifat baik itu karena urusan perempuan dan perasaan. Kamu tentu paham kalau kebaikan itu tak terbatas pada lelaki atau perempuan. Yang penting kamu nggak berlebihan dengan mereka, biasa saja. Kalau pun akhirnya ada yang jatuh cinta. Itu urusan hatinya”

“Tapi aku merasa bersalah pada mereka?” balasnya.

Oh, haruskah rasa bersalah itu ada pada situasi ini? Apakah rasa bersalah ini harus ada? Jika iya, siapa yang bersalah dan siapa yang disalahi? Bukankah rasa cinta itu fitrah. Ia bisa singgah di hati siapapun, kapanpun dan tanpa sebab yang bisa didefinisikan.  Aku terpekur cukup lama, hampir sepuluh menit, baru kubalas

“Harusnya kamu bersyukur, kamu adalah lelaki yang dikirim Allah agar perempuan-perempuan itu merasakan bagaimana manis pahitnya cinta. Karena kamu pula mereka belajar mendidik hatinya agar menjadi hati yang kuat, meski itu sulit dan mungkin menyakitkan. Tapi dibalik semua ini, baik kamu atau mereka juga belajar kan? Merasa bersalah itu wajar dan semesta sudah memaafkannya”

Akhirnya pesan itu kukirimkan, aku tidak berharap apa-apa kecuali sebuah ketenangan batin darinya. Batin suci yang begitu kuwalahan menerima cinta banyak sekali, bertubi-tubi.  Aku yakin dia adalah lelaki yang baik, sangat baik. Jika tidak, pasti tak akan pernah muncul rasa bersalah di hatinya. Dia akan menikmati semua perhatian perempuan yang memujanya, memberikan harapan-harapan palsu dan mematahkan hati satu persatu. Ia akan merasa jumawa karena banyak perempuan yang menyukainya. Darinya aku belajar satu hal : Lelaki yang baik, akan merasa bersalah jika banyak perempuan jatuh cinta padanya sedangkan hatinya tak mungkin membalas rasa yang sama.

Di kesempatan lain, seorang teman bercerita lagi, masih soal kaumku sendiri. Perempuan. Dulu aku mengira seseorang yang aneh itu karena bawaan dari lahir. Karena karakter yang dibawanya dari kecil atau karena lingkungan tempat ia tumbuh besar. Lelaki aneh versiku adalah lelaki yang berbeda dari lelaki kebanyakan, sering bertindak nyeleneh, berpikir out of the box dan sulit dimengerti. Parahnya temanku yang model begini tak hanya satu. Banyak!

“Apakah aku aneh?” katanya suatu malam

“Ya, kamu baru sadar ya kalau kamu aneh, haha”, “kenapa kok tiba-tiba kamu bertanya seperti itu? Apa ada yang mengejekmu?”

“Tidak, tidak ada aku baik-baik saja. Za, apa kamu pernah jatuh cinta?” balasnya kemudian. Cinta? Cinta lagi? Lagi, cinta? Hoho rupanya kata ini menjadi mainstream dikalangan anak muda sekarang

“Mungkin pernah, cuma suka aja, nggak lebih. Habis itu lupa, haha”

“Jangan bohong kamu, sebenarnya kamu pasti sudah pernah merarasakannya, hanya saja kamu tidak tahu atau kamu nggak mau ngaku”

“Beneran! Suer deh!” Jawabku yakin, ya itulah jawabanku kalau ada yang bertanya tentang riwayat cintaku, sampai aku menuliskan catatan ini jawabannya masih sama. Nanti kalau ada yang berbeda aku kabarin! Hehe

“Za, apa aku ini pantas punya pasangan?”

“Maksud kamu? Ya panteslah, semua kan diciptakan berpasangan”

“Aku dilahirkan dari keluarga miskin Za, nggak punya apa-apa. Tampang juga nggak bisa dibilang ganteng, jauh di bawah standart malah”

“Husstt, kamu ini ngomong apaan sih, nggak baik seperti itu. Kamu itu jauh lebih beruntung dari aku. Kamu tahu aku kan? Nah, harusnya kamu bersyukur, kamu nggak seperti aku”

“Iya Za, maaf ya”, “Za, aku mau  cerita nih sama kamu, kamu lagi nggak sibuk kan?” Ya Rabb ada lagi yang meminta waktuku disaat aku sedang fokus dengan draf revisiku. Tak apalah, siapa tahu bisa refresh otak dan  sedikit membantu.

“Nggak, aku nggak lagi sibuk kok, cuma baca-baca aja, kamu mau cerita apa?” Aku berbohong padanya. Kalau aku bilang aku sibuk pasti dia tidak jadi cerita, siapa tahu dia sudah memndamnya sejak lama. Siapa tahu kesempatan memberi bantuan ini tak datang untuk kedua kalinya. Akhirnya kusingkirkan dulu revisiku. Malam ini saja. Semoga!

“Tapi aku malu nih sama kamu”

“Aih, biasanya kan kamu malu-maluin, ngapain pake malu segala. Udah anggap aja saudara sendiri!” Lalu dia membalas dengan tergelak

“Aku ingat sama dia Za, gara-gara kamu sih, tadi pakai bicara cinta-cinta” Gara-gara aku? Oh... yang memulai bertanya siapa? Baiklah, orang yang lagi galau memang labil, aku mencoba memaklumi.

“Jangan bilang kamu jatuh cinta? Iya? Orang seperti kamu bisa jatuh cinta? Haha” kukirim pesan keherananku dengan sedikit bercanda, agar mencairkan suasana.

“Aku sudah suka dia sejak zaman sekolah. Dia anak salah satu pejabat sekolah. Orangnya cantik, pinter, sabar, keibuan. Komplit deh pokoknya. Yang membuat aku suka sama dia, dia nggak malu temenan sama cowok miskin kayak aku ini”

“Terus...” balasku, aku penasaran

“Ya, aku suka aja sama dia. Nggak pernah mengungkapkan sampai sekarang, tapi aku yakin dia tahu” Waw! Dia ini lelaki! Kok bisa memendam cinta begitu lama tanpa mengungkapkan perasaannya? Biasanya yang melakukan ini perempuan lho. Ada apa ini?

“Kenapa tidak kamu ungkapkan?” aku mencoba menelisik lebih dalam

“Sudah kubilang kan, aku malu. Apa yang bisa dia banggakan dariku. Aku miskin sementara dia anak pejabat sekolah, terpandang di kotaku. Aku nggak punya nyali! Akhirnya, aku menyukai dia dalam diam, sampai sekarang! Dia kuliah dan aku kuliah, aku nggak pernah ketemu dia lagi sejak lulus sekolah, tapi entah kenapa aku masih menyukainya”

“Mungkin kamu belum menemukan sosok baru yang pas di hati kamu kali” kulontarkan selidik lagi

“Mahasiswi disini cantik-cantik Za, tapi aku masih mencintai teman sekolahku itu meski dia tidak lebih cantik dibandingkan yang lain!” Ya Rabb... kuat sekali hati lelaki satu ini. Ternyata, tidak semua lelaki menjadikan kecantikan sebagai alasan goyahnya perasaan seperti yang selama ini kupikirkan!

“Aku bertekad akan kuliah yang serius!, bekerja yang mapan, lalu aku akan melamarnya, meminta pada orang tuanya agar ia bisa menjadi istriku. Aku percaya, bisa menghidupinya dengan layak seperti yang selama ini diberikan orang tuanya” Masyaallah! Niatnya begitu agung. Dia memilih memendam perasaannya dan baru menyampaikannya saat ia sudah siapa menikahi perempuan itu. Ia memang pekerja keras kukira. Membagi kuliahnya dengan bekerja. Sekarang aku tahu apa tujuannya.

“Za, apa jeda waktu ini terlalu lama? Aku khawatir nanti dia sudah melupakan aku atau bahkan sudah menikah dengan lelaki lainnya. Za, cuma dia yang memahamiku, bahkan melebihi keluargaku sendiri” dia rupanya begitu khawatir.

“Insyaallah, kalau dia adalah jodohmu, pasti kalian akan menikah. Aku janji, aku pasti datang ke rumahmu lalu rewang disana, haha. Yakini sajalah. Jodoh itu tak akan tertukar” Itu jawabku, sebenarnya aku sudah mengira kalau jawaban ini tak terlalu menenangkan hatinya, bagaimanapun juga galau karena cinta itu tak semudah mengucapkan kata-kata.

“Apa ini alasan kamu menjadi lelaki yang aneh?” aku menelisik lagi

“Hahaha, aneh? Ya, kamu benar sekali. Biar saja semua perempuan yang kukenal disini bilang aku lelaki yang aneh. Biar semua ilfell padaku. Lalu nggak akan ada yang jatuh cinta dan aku pun juga nggak mudah tergoda hahaha” Aku terlonjak! Oh.. ternyata ini alasanya. Mulia sekali! Untuk menjaga hati Rizza, untuk menjaga hati. Camkan itu! Dia rela di cap aneh di mata banyak perempuan hanya agar dia bisa menjaga hati dan terus fokus mengejar mimpinya lalu di akhir cerita ia bisa melamar pujaan hatinya. Oh, kudoakan semoga kalian berjodoh Sobat!

Darinya saya belajar : Tak selamanya lelaki nyeleneh itu ingin cari sensasi, cari perhatian atau pengaruh lingkungan. Ternyata ada tujuan yang lebih agung yang tak dipahami banyak orang. Dan cinta bisa membuat lelaki berkorban hampir separuh hidupnya untuk memperjuangkan cintanya.

Ada lagi, seorang teman yang lain. Dia pernah bercerita jika ibunya mendesaknya untuk segera menikah, sudah pengen gendong cucu katanya. Lalu ia datang dengan muka kelabu, cemberut.

“Hey, nggak biasa-biasanya kamu begini Bang!” Sapaku.

“Lagi galau akut” jawabnya malas

“Bisa galau juga ya? Kenapa?

“Aku cerita sama kamu ya Za, entah kamu bisa ngasih solusi aku atau tidak, pokoknya dengarkan saja. Toh sebenarnya aku juga sudah tahu solusinya”

“Iya iya, silahkan, aku dengarkan baik-baik. Serius!” Kuangkat dua jariku sebagai persetujuan kalau aku akan menyediakan waktuku untuknya.

“Kamu sering bertemu Shaliha?” Tanya dia padaku.  Shaliha? Sudah lama aku tidak bertemu dengannya. Di acara organisasi pun dia tak pernah terlihat batang hidungnya. Ada apa dia mencari Shaliha?

“Nggak ada, dia uda lama nggak aktif, sibuk di luar mungkin”

“Oh...”  Lalu kulihat roman tak biasa darinya. Sepertinya dia terbata-bata. Lalu ada rona dipipinya. Aih, lelaki ini, apa dia sedang kasmaran?

“Bang, jangan bilang kamu suka sama Shaliha?” aku terus menyelidik. Pelan Bang mengangguk!

“Bang kamu serius!, Shaliha Bang, haduh kok bisa sih. Kalian kan.... kok... tapi...” aku benar-benar tidak bisa menyembunyikan keterkejutanku. Shaliha dan Bang adalah dua orang yang sangat kukenal. Kami satu organisasi. Sejauh pengamatanku Bang dan Shaliha tak pernah terlihat bertemu atau sekedar ngobrol berdua, hal sederhana yang biasa dilakukan sejoli yang kasmaran! Lalu darimana Bang jatuh cinta dengan Shaliha?

“Aku suka dia sejak dia ikut orientasi di organisasi ini!” jawabnya singkat.

Love in the first sight?’

“Ya, bisa jadi” jawabnya. Aih... apa lagi ini? Sejujurnya aku tak percaya kalau cinta pada pandangan pertama itu benar-benar ada. Selama ini aku hanya kenal tresno jalaran soko kulina. Rupanya Bang hendak memberikan fakta lain.

“Cinta itu bisa muncul tanpa alasan apapun Za, tiba-tiba, tanpa kita sadari. Dan itu kemantapan hati, Nggak bisa dipaksa” Bang seperti mengerti jalan pikirku.

“Dia tahu Bang?

“Tahu”

“Memangnya kamu sudah mengungkapkan?”

“Belum, aku rencana mau mengungkapkan bulan ini, aku akan melamar dia bulan ini dan aku akan menikahi dia bulan ini” Bang menunjukkan secarik oret-oretan. Rupanya sejak tadi Bang sibuk membuat maping hidupnya.

“Darimana kamu tahu kalau Shaliha sudah tahu kamu menyukainya dan berniat menikahinya?”

“Aku sering mengirim pesan lewat temannya, atau sms langsung. Tapi dia tak pernah menggubrisku!”

Sejak menceritakan tentang persaannya pada Shaliha, Bang menjadi orang yang rajin bekerja disela kuliahnya. Bang berubah untuk Shaliha! Sampai akhirnya sebulan kemudian, Bang memberikanku sobekan koran

 “Nih buat kamu Za, simpan saja!”

“Apa ini Bang?” Aku membaca isi koran itu. Tak ada yang istimewa kukira. Lalu kucoba cermati lagi.

“Bang ini kan Shaliha, wah tulisan Shaliha masuk koran ya Bang, pantesan kamu gandrung sama dia. Dia pinter nulis. Itu kan yang kamu cari?”

“Itu tulisanku!”

“Loh, tapi ini nama Shaliha ada disini, ada fotonya lagi” Bang pasti bohong, ini pasti tulisan Shaliha

“Aku nulis, pakai nama dia, kupasang fotonya. Kukirimlah ke koran itu. Eh dimuat. Sama redaksi dikirimi jaket. Nah, jaket ini buat dia” tuturnya

“Ya Allah Bang, sampai segitunya kamu sama Shaliha. Biar aku yang bilang langsung ya Bang sama Shaliha, kamu itu orang baik lho Bang. Cocok banget buat Shaliha. Pasti dia ngerti kalau aku yang bilang. Mungkin selama ini dia menghindar karena kamu terlalu agresif. Perempuan itu takut Bang sama lelaki agresif” aku tersenyum kecil menggodanya, nggak enak juga lihat muka masam macam mukanya itu.

“Nggak usah aku niat nemuin dia kok, buat ngasih jaket ini”

“Jadi, jaket dari redaksi itu buat Shaliha? Iya? Ampun deh Bang cintamu. Duh” aku benar-benar tak habis pikir

“Minggu depan ulang tahunnya, jadi jaket ini hadiah buat dia” Alamak Bang benar-benar... Ya Rabb, apa begini kalau lelaki jatuh cinta secinta-cintanya?

“Sebagai kenang-kenangan dariku Za, setelah ini aku nggak akan mengganggu dia lagi”

“Bang, maksud kamu? Bukankah kamu udah menyukainya sejak lama, punya niat melamar dia, menikahi dia. Sudah kamu rencanakan matang-matang pula. Kenapa tiba-tiba... jangan bilang kalau dia sudah di lamar, Iya Bang?

Bang mengangguk pelan. Ya Rabb.. malang sekali kamu Bang, ingin sebenarnya aku bertanya lagi, siapa yang sudah melamar Shaliha lebih dulu dari Bang, tapi kuurungkan. Bang pasti sedang terluka sekarang. Padahal kala itu kami sedang rapat, ada forum yang lumayan riuh, makan-makan, tapi aku dan Bang terjebak keheningan. Sudah! Aku tak akan bertanya macam-macam. Itu janjiku hari itu.

“Koran ini buat kamu, simpan saja” kata Bang menyerahkan koran itu, dia seperti menyerahkan lukanya padaku. Jika ia tetap menyimpannya, maka ia akan tersiksa. Sayangnya koran itu direbut oleh teman yang lain di forum itu, penasaran apa isinya. Sampai akhirnya aku tak bisa memenuhi amanah untuk menyimpannya. Maaf Bang. Paling tidak dimanapun koran itu kini. Ia adalah saksi ketulusan cinta seorang Bang pada Shaliha. Empat jempol untuk kesungguhan temanku satu ini menjemput separuh agamanya, tapi rupanya Allah belum merestui.

Dari kisah Bang, saya belajar bahwa : Dalam kondisi tertentu lelaki dan cinta ibarat perjuangan yang penuh misteri. Akankah berakhir bahagia atau luka? Biarlah waktu yang menjawabnya. Sejatinya, Bang sudah menunjukkan kesetiaan dan kesungguhannya. Hanya saja memang belum saatnya bagi Bang untuk berdua.

Aku tak mengerti sebenarnya apa maksud Allah menjadikan aku sebagai ‘Kotak Cerita’ ada banyak teman-teman yang bercerita, baik perempuan atau lelaki. Anehnya, aku sama sekali tak merasa keberatan, atau terganggu. Aku malah senang jika ada yang mengajak berbincang seputar kehidupan, isu terkini atau mendiskusikan hal-hal lainnya. Pasti ada pelajaran yang bisa diambil itu prinsipku. Ada yang lewat sms, bbm, email, chat, telepon atau langsung meminta bertemu. Untuk yang ketemuan aku hanya bersedia jika dia perempuan.

Tak jarang apa yang mereka ceritakan begitu membekas, sampai-sampai aku ikut kepikiran hingga berhari-hari kemudian. Mungkin aku berlebihan tapi inilah kenyataannya. Sejujurnya, aku sempat berpikir, apa aku terlalu terbuka dengan teman-temanku? apa aku terlalu berlebihan menanggapi hingga mereka merasa nyaman? Apa aku berdosa jika yang bercerita itu lelaki? Jika memang berdosa, tapi aku tak tega menolaknya. Sejatinya aku tak mendapatkan apa-apa. Tapi entah kenapa aku merasa bahagia.

Cukup lama aku merenungkan kebiasaan menjadi ‘kotak cerita’ ini apalagi jika ia lelaki. Sampai akhirnya aku melihat sosok Hana dalam Catatan Hati Seorang Istri yang sekarang sedang booming itu. Oh, aku seperti melihat diriku. Aku yang tak bisa melihat air mata dan aku yang begitu risau jika ada yang beraut cemberut dan menyimpan duka, atau Hana yang berkata, “kamu tahu kan, kamu boleh cerita apa aja sama aku?” Itu juga yang sering kuungkapkan pada semua teman-temanku. Aku seperti bercermin.

Ternyata yang bercerita pada Hana juga tak semuanya perempuan. Ada lelaki, bahkan anak-anak dan remaja. Hana begitu terbuka, dengan tetap menjaga hubungannya dengan lawan jenis. Semua dilakukan atas nama profesionalitas dan solidaritas. Kelak kuharap suamiku mengerti bahwa aku gemar mendengarkan cerita dari siapa saja. Aku ingin membantu siapa saja. Tak peduli lelaki atau perempuan. Meski sebenarnya aku tak punya apa-apa. Kadang mereka tak butuh materi atau solusi yang pasti. Mereka hanya butuh didengarkan dan ditenangkan!

Semoga tiga kisah teman lelaki saya tentang cinta di atas dapat diambil ibrahnya. Untuk Anda pembaca dan saya sebagai penulisnya. Ternyata tak hanya perempuan yang galau tentang cinta. Laki-laki pun sama. Hanya saja ia lebih sering memendamnya sampai akhirnya menemukan tempat dan waktu yang pas. Sekali lagi kadang tak butu penyelesaian, mereka hanya butuh didengarkan!
Saya akan terus belajar menjadi ‘kotak cerita’ yang baik teman

Salam

Rizza Nasir

NB: Bagi yang ingin berbagi duka dengan saya, silahkan hubungi di 085755280243/ 75A7568D. Senang sekali bisa berbagi dengan Anda ^_^




Tidak ada komentar:

Posting Komentar