Sabtu, 31 Januari 2015

ASA UNTUK LELAKIKU

Aku masih harus mencetak beberapa kue bolu kukus ketika Farid memintaku merapikan bajunya. Baju kokonya. Ia akan diantar ke mantri setengah empat sore. Ya, dia akan khitan. Sunat! Sebenarnya sudah lama aku menantikan saat-saat ini, aku cukup khawatir dengan zakarnya yang kecil. Apakah itu normal untuk seorang lelaki seumurnya? 

Farid memang gemuk sejak kecil, mungkin itulah yang menyebabkan pertumbuhan zakarnya kalah oleh lemak ditubuhnya. Aku sudah cukup lega ketika tahu kabar itu, meski aku harus menahan malu menanyakannya pada lelaki yang kupercaya. Lebih baik aku malu daripada aku harus acuh pada adikku! Sebagai kakak perempuan, sudah naluriku memperhatikan hal sedetail itu.


Masih kudengar tangisannya, mungkin biusnya hilang, mungkin ia merasakan panas sekali di selangkangannya. Untung ada Faisal yang menemani. Tak ada yang boleh masuk ke kamarnya kecuali Faisal, ibu saja tidak boleh, apalagi aku? Aku cukup mendengarkan saja rintihannya. Tidak tega sebenarnya, tapi aku harus bagaimana? Mungkin memang begitu sakit setelah khitan, semua lelaki mengalaminya. Sekali seumur hidup. Aku percaya, jika terlahir sebagai lelaki, maka ia pasti kuat menahan sakitnya sunat, seperti halnya perempuan yang kuat menahan sakitnya melahirkan. Bahkan tak cukup sekali! Hmm... aku kelak pasti kuat!
Kini dua adikku sudah sunat semua. Satu kekhawatiranku telah usai. Semua berjalan lancar dan dia baik-baik saja. Meski kedatangan banyak tamu beberapa hari ini dan harus memberikan hidangan dan sambutan yang baik, aku senang, lega, bahagia saat penting sepert ini aku bisa pulang, meninggalkan Jogja dan semua kesibukannya. Melaksanakan kewajibanku sebagai seorang mbakyu untuk adik-adikku.
Mereka adik-adikku, jaraknya empat tahun dan sepuluh tahun lebih muda dari usiaku. Aku bersyukur terlahir sebagai kakak dari dua lelaki itu. Lelaki remaja tanggung yang menyebalkan tapi amat kusayangi. Lelaki yang kadang menjahiliku hingga kehilangan kesabaran namun saat aku jauh sangat kurindukan. Lelaki yang sering membuatku menangis dan geregetan tetapi sangat melindungiku. Seakan-akan aku ini bukan kakaknya, merekalah kakakku.
Sejenak aku terpikir, bagaimana jika kelak mereka mengenal perempuan? Oh, Faisal sudah mengenalnya, bahkan setahun belakangan ini dia rajin menceritakan perempuan yang dipacarinya. Ah, adikku sudah besar rupanya, ia lebih pintar dariku soal cinta. Aku tak akan menasehati dia tentang keharaman pacaran atau tak ada pacaran dalam Islam. Aku yakin Faisal sudah memahami itu, hanya saja nafsu mudanya yang membuat dia tetap meneruskan hubungannya. Aku hanya menasehatinya, “Jangan macam-macam dengan perempuan Le, ingat kamu punya kakak perempuan dan ibu, hormati dia seperti kamu menghormati kami”
Aku percaya cinta yang Faisal miliki sekarang adalah cinta muda yang belum serius pada pernikahan, suatu hari nanti saat rasa ingin tahunya tergenapi, saat ia merasa sudah jenuh pada masa mudanya, ia akan paham, bahwa hidup tak melulu soal pacar, have fun dan fashion. Kelak ia akan tahu bahwa banyak hal harus diperjuangkan, banyak hal pula harus dikorbankan, biarkan waktu yang mendewasakan dia, yang jelas sejak ayah sakit parah, ia terlihat lebih mengerti, manut dan dewasa.
“Nanti aku menikah lebuh dulu lho ya, nanti kamu yang jagain anak-anakku, lalu kamu dipanggil Paklik” godaku padanya. Dia selalu bertanya mengapa aku tak segera punya pacar, ia selalu meledekku, bahwa aku tak laku. Enak saja dia bilang begitu! Memang kelihatannya aku cuek dengan lelaki, tapi tentu saja aku punya mimpi menjadi istri, ibu dan anak-anak yang lucu. Meski sekarang Faisal yang memiliki pacar lebih dulu, dan aku tak pernah punya keinginan pacaran, aku yakin akan  menikah duluan. Tentu saja! Aku kakaknya! Dia menyanggupi perjanjian ini. Dia bilang akan bekerja dulu sebelum memutuskan menikah. Tentu, usianya masih 18 tahun, pikiran untuk menikah tentu masih jauh. 
Kelak, Faisal dan Farid akan menemukan gadis pilihannya, lalu akan bercerita padaku-seperti biasa- kalau ia menyukai gadis itu, barangkali ia memintaku melamarkannya. Lalu aku dan suamiku akan mencari tahu siapa gadis itu,aku akan coba mengenal gadis pujaan hati adikku. Gadis seperti apa yang nanti akan mendampingi hari tua mereka. Gadis yang akan menjadi istri, ibu dan pengelola keuangan adik-adikku. Ah, mereka boros sekali! Semoga Allah menjodohkannya dengan gadis yang pandai mengatur uang.
Mungkin beberapa waktu setelahnya, kami mempersiapkan lamaran, aku juga akan menjadi saksi adikku mengucap ijab kabul. Saat itu, adikku bukanlah adikku yang jahil, adikku berubah menjadi lelaki dewasa, lelaki yang siap memimpin rumah tangganya bersama gadis sholihah. Ah, pasti tanpan sekali Faisal dan Farid nanti.
Aku dan suamiku akan menjalani hidup kami seperti sebelumnya, bekerja dan membesarkan putra-putri kami, sampai suatu hari Faisal dan Farid meneleponku, memberitahu bahwa mereka akan menjadi ayah. Aku akan sangat senang, berarti sebentar lagi cucu ayah bertambah, sebenatar lagi Faisal dan Farid akan jadi ayah dan aku akan dipanggil Budhe Rizza. Ah, Budhe? Tua sekali kedengarannya! 

Ah.. sudah-sudah! Aku terlalu jauh berkhayal. Sekarang Farid baru disunat, Faisal masih semster satu, bagaimana bisa aku berkhayal sejauh itu? Aku sendiri pun belum dipertemukan dengan lelaki yang akan menjadi kakak ipar mereka. Sudah bertemu belum ya? Atau jangan-jangan sudah bertemu tapi aku belum tahu kalau sebenarnya dialah kakak ipar Faisal dan Farid? Hey kakak ipar adikku, siapa namamu?
Aku hanya berharap dan berdoa, semoga Faisal dan Farid tunbuh menjadi lelaki yang sholih, baik hati, rajin sholat, giat belajar, berorganisasi dan bila sudah sampai waktunya masuk dunia kerja. Mereka akan menjadi lelaki yang punya etos kerja yang tinggi. Cita-cita Faisal menjadi petani sukses, mengelola sawah ayah. Sejak ayah sakit, sawah milik keluargaku hanya digarap sekenanya atau disewakan. Faisal berniat mengambil alihnya. Bagaimanapun ia adalah anak lelaki pertama. Aku jelas tidak mungkin, kurasa aku bukan terlahir sebagai petani, tapi sebagai penulis, pengusaha dan pendidik. Setidaknya itulah cita-citaku. Farid beda lagi, dia ingin pintar bermain aneka alat musik, dia ingin pula menjadi pengusaha kerajinan, entah apa nanti, yang jelas diantara kami bertiga Farid memang paling cinta musik dan kreatif
Mereka adalah lelaki, pemimpin, pemberi penghidupan, pengayom keluarga. Berat sekali tanggung jawab kalian adikku. Jika aku boleh membantah, tentu semua hal itu tak mutlak dibebankan kepadamu, perempuanmu nanti juga punya kewajiban yang sama. Kuberi tahu satu rahasia, saat kalian dewasa nanti, kalian akan mengerti arti kerjasama, sama kerja, semua punya andil dan tanggung jawab, dalam semua aspek kehidupan berlaku begitu!  tak terkecuali dalam berumah tangga. Tak melulu lelaki yang ditekan dalam hal penghidupan, tak melulu perempuan yang ditekan dalam hal perawatan dan pendidikan. It’s about life partner!

Semoga Allah menjagamu menjadi lelakiku yang sholih, ramah dan gagah
Love u Faisal n Farid

Salam
Mbak Rizza


Tidak ada komentar:

Posting Komentar