Rabu, 09 Juli 2014

AIR MATA UNTUK JOKOWI


Hari ini alhamdulillah saya berkesempatan memberikan satu suara saya untuk presiden. Saya berangkat pukul 8 pagi ke TPS 15 Desa Jarak Kecamatan Plosoklaten Kabupaten Kediri. Sepagi itu, TPS lengang, saya tak membutuhkan antri, tak seperti pileg beberapa bulan lalu. Kala itu saya harus antri setengah jam di TPS, tapi pagi ini tak harus antri, langsung masuk bilik suara, nyoblos jruss dan terakhir mencelupkan jari kelingking saya di tinta. Alhamdulillah, hak suara berhasil saya berikan.

Banyak bertemu dengan tetangga, yang masing-masing punya pilihan berbeda, bahkan kakak sepupu yang rumahnya bersebelahan pun punya pilihan berbeda. Dia memilih Pak Prabowo dan saya memilih Pak Jokowi, sejak musim debat, kami juga sering berdebat, tapi hari ini pulang dari TPS, kami dua keluarga ini malah jagongan, sambil ngemong ponakan.

Jujur saja, hari ini saya menyumbangkan satu suara saya untuk pasangan Jokowi-JK. Setelah sempat menjadi swing voter selama kurang lebih 2 minggu masa kampanye, setelah debat ketiga, saya baru mantap memilih Jokowi-JK, meski ayah dan ibu saya sudah memutuskan memilih nomer 2 sejak lama tapi saya tidak mau manut begitu saja. Saya masih harus memantapkan hati, dengan memperbanyak menyatroni media, baik televisi, online, radio, koran. Saya juga senang ketika ada yang mengajak diskusi tentang pilpres ini. Lewat semua itulah saya mengenal Pak Prabowo dan Pak Jokowi.

Saya memilih Jokowi dengan segala kelebihan dan kekurangannya, dengan banyaknya black campaign yang menyerangnya dan begitu banyak orang yang menyudutkannya. Saya memilih Jokowi yang kata orang antek asing. Saya memilih Jokowi yang kata orang pro Israel. Saya memilih Jokowi yang kata orang non muslim. Saya memilih Jokowi yang kata orang tidak tegas. Saya memilih Jokowi yang kata orang capres boneka. Saya memilih Jokowi yang kata orang tidak didukung ulama. Saya memilih Jokowi yang kata orang tidak punya grand desain untuk Indonesia. Ya, saya memilih Jokowi karena banyak orang yang membencinya dengan semua praduga yang ditujukan kepadanya. Hanya Allah yang bisa membolak-balikan hati dan memantapkannya kembali. Akhirnya saya memilih Jokowi

Saya seorang muslimah, keluarga saya semuaya muslim, saya juga ingin dipimpin seorang muslim yang amanah yang tegas, yang berani membela Indonesia dan berbuat yang terbaik untuk Indonesia setidaknya selama lima tahun ke depan. Meski Pak Prabowo berapi-api dan kelihatan tegas. Lalu apakah Pak Jokowi tidak tegas? Sejenak saya terpekur, apa tegas itu? Pak Jokowi juga bisa karena dia seorang pria, semua pria tegas, saya yakin itu. Pak Prabowo dan Pak Jokowi juga ingin berbuat yang terbaik untuk Indonesia, dengan keberaniannya, jiwa raganya. Keduanya seorang muslim, pasti amanah, karena ia akan bersumpah atas nama Allah dan disaksikan seluruh rakyat Oktober nanti.

Saya bukan kader partai, saya juga bukan relawan, saya adalah gadis biasa yang setiap hari menghabiskan waktu bersama kedua orang tua di rumah. Saya tak ada akses apapun untuk memperjuangkan pilihan saya kecuali lewat tulisan dan doa-doa. Tak pernah menyebutkan satu nama pun dalam doa saya, saya hanya ingin  negeri ini dipimpin oleh yang terbaik diantara keduanya. Entah siapa yang menurut Allah baik itu.

Teman-teman saya yang notabene anggota partai tertentu dan relawan, begitu getol mengkampanyekan calon pilihannya, dan memberikan serangan yang begitu besar pada pilihan saya, pada Pak Jokowi, seakan semua hal tentang Jokowi itu salah dan semua hal tentang Prabowo benar. Ada juga yang bilang Prabowo pilihan ulama dan Kiai. lalu apakah tidak ada ulama dan kiai yang mendukung Jokowi? Ada! Kalau orang yang ikhlas pada Indonesia adalah Prabowo seperti rekaman Gus Dur yang diulang-ulang itu. Apakah Jokowi tidak ikhlas? Siapa yang tahu hati manusia?  Jika Musdah Mulia dan Zuhairi Misrawi mendukung Jokowi, lalu kenapa? Bukankah mereka berdua juga punya hak pilih yang berhak memilih siapa saja?Jika Musdah Mulia dan Zuhairi Misrawi ada di pihak Prabowo, pasti teman-teman saya yang mendukung Prabowo juga akan mengatakan seperti apa yang saya tuliskan, mereka tak akan mengatakan kalau Prabowo itu Pro JIL, kafir dan kata-kata sarkas lainnya.

Pendukung Pak Prabowo begitu massive dengan semua kebaikan Prabowo yang dibagikan melalui link dan broadcast message. Saya sempat mengira kalau Prabowo akan unggul, baik di quick count maupun real count. Saat pencet channel Trans 7 hasil quick count menunjukkan pilihan saya, Pak Jokowi unggul dengan 5 % suara di atas lawannya. Sempat tak percaya, lalu saya pindah channel ke Indosiar, masih Jokowi, ke JTv Jokowi juga. Paling netral saya kira TVRI, ada nama Jokowi disana. Oh, saya baru percaya, kalau saya tak salah lihat dan perhitungannya tak mungkin salah, karena banyaknya lembaga survei yang mengatakan hal yang sama. Kenapa saya tak pencet Metro TV atau TV One? Jujur saja, saya kehilangan kepercayaan kredibilitas informasi tentang pilpres kepada dua media itu.

Saya sempat berurai air mata, ketika melihat Jokowi mendeklarasikan kemenangannya. Tak hanya saya, tapi juga relawan lainnya yang di TV sana. Mungkin saya terlalu cengeng atau lebay dengan semua ini. Entah kenapa air mata itu meleleh begitu saja. Saya hanya teringat banyaknya tulisan yang bilang dia kafir, antek asing, tidak bisa berwudhu, tidak bisa sholat, dan semua hal yang berkaitan dengan dirinya. Saya hanya merasa Allah sedang berbicara tentang banyak hal. Tentang keimanan seseorang dan agama, yang hanya Allah saja yang mengetahuinya, kita tak berhak menilai seseorang kafir atau yang lainnya. Tentang tak diperkenankannya manusia merasa lebih baik dari yang lain, tak diperkenankannya merasa jumawa pada apa yang telah didapatkannya.

Meski saya juga merasa, terlalu dini mendeklarasikan kemenangan, semua orang juga bilang begitu. tapi bukankah Pak Prabowo juga mendeklarasikan kemenangannya satu jam setelahnya? Lembaga survey Pak Prabowo mengatakan bahwa beliau yang menang. Jadi, semuanya merasa menang kan? Sejatinya hanya Allah yang tahu siapa yang nanti memimpin negeri ini. Prabowo atau Jokowi? Semuanya masih menduga dan mengira, baiknya kita menunggu 22 juli saja.

Quick count menunjukkan Jokowi yang akan bertahta, masih ada juga broadcast message yang mengatakan kalau pendeklarasian itu adalah taktik belaka, jika nanti hasil dari KPU menunjukkan yang sebaliknya, maka itu berarti ada kecurangan dan pasti ada kisruh besar-besaran. Wallahu'alam, saya tak berharap itu semua terjadi. Entah berita itu benar atau hanya isu, semoga semuanya akan baik-baik saja. Sudah ya, sudahi saja semua ini, jangan menghina orang lagi, jangan menjatuhkan orang lagi, jangan sebarkan berita-berita yang mengotori hati lagi. Saya hanya ingin hari esok damai, sedamai hari ini.

Air mata untuk Jokowi, mungkin terharu, bahagia atau lega. Saya pun menyadari, bahwa ini masih perhitungan sementara,  hasil dari kira-kira atau duga-duga. Hasil sesungguhnya, seperti halnya semua orang di negeri ini, saya masih menunggu. Menunggu takdir yang indah untuk negeri ini. Negeri yang sangat saya cintai. Air mata untuk Jokowi, semoga air mata ini menjadi bahagia di akhir nanti. Siapapun yang bertahta, Prabowo atau Jokowi, saya akan tetap menjadi rakyat jelata yang berusaha bahagia di bawah pemerintahan damai dari mereka.

Salam Damai

Rizza Nasir

9 Juli 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar