Kamis, 05 Maret 2015

My Letters : Untuk Calon Suamiku (3)

Assalamualaikum, semoga kamu baik-baik saja, sehat dan bahagia. Bapak-Ibu disana juga sehat. Mohon maaf aku belum bisa hadir ikut menjaga kesehatan ayah dan ibumu, karena Allah belum mengizinkan menyatu. Jaga mereka ya Mas, jangan sampai sakit, apalagi terluka. Aku yakin meski kamu lelaki, kamu bisa jauh lebih peduli.


Mas, ayahku baru masuk rumah sakit lagi akhir Februari ini. badannya lemah, menggigil dan nafasnya sesak. Sesaat sebelum cuci darah, ibu memasukkan ayah ke UGD untuk mendapatkan pertolongan dan diagnosis awal. Setelahnya ibu harus menerima jika ayah harus kembali opname, mungkin ini sudah keenam kalinya. 


Untung saja aku sudah di Kediri, Ayah masuk rumah sakit Jum'at sore dan aku sampai di Kediri Rabu pagi sebelumnya. Mungkin ini rahasia Allah dari keinginan pulang yang tak bisa ditahan. Entah apa jadinya jika mendapat kabar ayah opname sementara aku masih di Jogja. Aku akan sangat kepikiran, lebih baik aku pulang daripada kuliah tak konsentrasi dan makan tak bisa lahap, itulah yang aku alami saat semester 6 dulu. Saat ayah opname, sedangkan aku masih di Malang, tak bisa pulang.


Mas, seperti sebelumnya aku tak pernah bisa lelap di rumah sakit. Selama menunggu tiga hari diluar ruang ICU, aku selalu dag dig dug saat mikrofon perawat terdengar digerakkan, kami menanti nama pasien siapa yang dipanggil. Serius, situasi seperti ini sangat mendebarkan. Karena yang dipanggil itu ada beberapa sebab, : disuruh menemui dokter, menebus obat, atau yang sangat kami takutkan adalah pasien yang sakaratul maut. 



Biasanya perawat itu akan bilang begini, "Kepada keluarga Bapak Mohammad Nasir, harap segera masuk ruang ICU" kalau sudah begini aku dan ibu akan bergegas, seharusnya perawat memberi embel-embel dibelakang kata-kata itu, misalkan "harus mengambil obat", "harus bertemu dokter" atau yang lainnya sesuai dengan kebutuhan apa dia dipanggil. Jujur saja, panggilan ini cukup membuat kami para penunggu pasien stress.


Mas, cukup aku saja yang mengalami hal seperti ini, cukup aku saja yang diuji dengan orang tua yang sakit begitu parah, cukup aku saja yang merasakan getirnya kehidupan rumah sakit, cukup aku saja yang mengalami himpitan ekonomi. Aku tak berharap kamu dan keluargamu mengalami hal yang sama. Untuk itulah aku selalu berdoa semoga kamu dan orang tuamu sehat selalu. Jaga mereka untukku ya, bukankah ayah dan ibumu orang tuaku juga?


Mas, pernikahan dibangun atas dasar cinta, meskipun banyak orang yang menikah tanpa didasari cinta dan menganut aliran tresno jalaran soko kulino, tapi aku berharap kelak aku menikah dengan orang yang kucintai dan mencintaiku. Cinta itulah yang menguatkan kita, meski kita pada awalnya tak punya apa-apa, tapi aku yakin cinta dan kerjasama kita yang baik, akan membuat kita kuat menopang rumah ini, mencari penghidupan bersama, sampai akhirnya memiliki buah hati yang meramaikan rumah kita. Partnership dalam cinta itulah yang harus kita pupuk Mas, siap?


Mas, seperti yang kuceritakan sebelumnya tentang ayahku yang sakit parah, sebelumnya aku minta maaf, tapi aku harus mengungkapkan ini. Maukah kamu menuntun ayahku saat dia ingin belajar berjalan? Maukah kamu membantunya berpindah dari tempat tidur ke kursi roda? Ayahku berat Mas, meski sekarang badannya kurus dan beratnya tak seberapa, tapi kaku sekali. Orang jawa bilang mbaluh, itu yang membuat badannya terasa berat, apalagi separuh tubuhnya terserang stroke. Maukah kamu membantunya?


Maukah kamu menggendong ayahku saat  anggota tubuhnya kram sehingga tak bisa bergerak dan berpindah ke kursi roda atau ke mobil? Maukah kamu membantunya buang air kecil melalui pispot? Maukah kamu membantu membersihkan sisa BABnya? Mencebokinya di kamar mandi? atau jika ayah sangat lemah seperti di rumah sakit, maukah kamu mengelap sisa kotorannya dengan tisu basah? Mas, maukah kamu melakukannya untuk ayahku? Bukankah setelah kita menikah ayahku adalah ayahmu juga?


Mas, selama ini untuk urusan privacy seperti itu ayah tak pernah mau dirawat olehku, ayah malu padaku karena aku perempuan. Aku hanya mengambilkan pispotnya, lalu setelah ayah selesai kencing aku yang membuangnya. Hanya itu, selebihnya Faisal adikku atau ibuku yang melakukannya. Ibuku perempuan, tapi ibuku adalah istrinya, barangkali memang begitu kalau sudah menikah ya! Kita akan saling percaya dan tak lagi malu, bahkan untuk hal yang sangat privacy sekalipun.


Sekali lagi Mas, maukah kamu membantuku, Faisal dan ibu merawat ayahku? Kamu menantunya, kuharap ayah tak malu padamu, karena kamu setara dengan Faisal, sama-sama lelaki, dan sama-sama anaknya. Maukah kamu melakukan itu?


Semakin kesini aku semakin sadar Mas, bahwa menikah itu tak hanya sekedar cantik ganteng, lebih tua, lebih muda, lebih dewasa, lebih manja, kaya miskin, cerdas bodoh, keibuan, kebapakan atau kecocockan dalam bertukar pikiran. Ada hal-hal lain yang lebih penting. Yakni kita mampu membaur dalam keluarganya, menjadi satu bagian dalam masyarakatnya, budayanya dan kebiasaan-kebiasaannya. Termasuk merawat dan mengasihi keluarganya dalam keadaan senadir-nadirnya. Siapa lagi tempat orang tua meminta pertolongan kalau bukan pada kita putra-putinya?




Mas, jika kamu jodohku, kamu pasti menjawab "Ya" atas pertanyaanku, karena kamu tak hanya mencintaiku tetapi juga siap menjadi putra Pak Nasir, siap menjadi Mas bagi Faisal dan Farid. Kamu juga pasti merasa mengenal keluargaku, padahal kamu belum pernah bertemu dengan ayah, ibu dan adik-adikku.


Mas, ada banyak hal yang tak kita inginkan namun terjadi, kita harus siap menghadapinya. Kita harus kuat, kita harus tangguh dan tegar serta saling menguatkan nantinya. Ada anyak hal yang mungkin akan membuat air mata berlelehan dibarengi harapan dan doa yang tak putus-putusnya, seperti halnya doaku tentangmu, doaku untukmu. Semoga Allah segera menyadarkanmu, bahwa kamu memilihku menjadi istrimu, ibu dari anak-anakmu. Lalu kamu segera mengungkapkannya padaku, atau langsung pada Pak Nasir.


Mas, dimanapun kamu sekarang, semoga Allah menjagamu tetap sehat dan menjaga sholat. Dengan siapapun hatimu tertaut sekarang, semoga Allah menjagamu dalam iman dan kebaikan. Kapan kita akan bertemu dan disatukan dalam akad yang sah, biarkan itu menjadi rahasia-Nya, yang akan indah pada waktunya. Apakah karena itu kita hanya harus pasif dan saling menunggu? Lalu aku harus bagaimana?


Kata kakak-kakak sepupuku dan teman-temanku cinta itu harus diperjuangkan dan harus diungkapkan. Tapi untuk sekarang aku sedang mengeja hatiku, memperjelas rasaku. Sudahkah aku benar-benar jatuh cinta? Sudahkah aku menemukan lelakiku? Mungkin aku lambat memaknainya, tapi jika memang kamu lebih cepat memahami dan menyadari rasamu kepadaku, segera ungkapkan ya Mas, sudahi rasa penasaranku terhadap penggenapan separuh agamaku. Jangan malu, juga jangan takut, aku tak akan menggigitmu, haha

Mas, aku percaya, mengungkapkan dan memperjuangkan cinta adalah hakmu dan kebanggan terbesar dirimu sebagai lelaki, untuk itulah aku hanya diam menunggu, serta mendoa, semoga Allah memberi keberanian yang berlipat padamu mengungkapkannya.

Aku memang tidak sempurna tetapi aku terus berusaha agar kelak bisa menjadi istri yang sholihah untukmu dan ibu yang baik untuk anak-anakmu, anak-anak kita.


Salam untuk bapak dan ibu di rumah, semoga mereka sehat selalu
Dariku, calon menantunya yang merindukan saat-saat bertemu dengan mereka


Rizza Nasir

1 komentar:

  1. Lautan tenang tidak akan melahirkan pelayar yg hebat ,
    Bersabarlah

    BalasHapus