Rabu, 06 Agustus 2014

RENCANA (PASCA) SARJANA



Wisuda, memakai toga, berfoto bersama keluarga, mendapatkan ucapan selamat dari teman dan saudara. Lalu apa? Setelah seminggu berlalu hal membahagiakan itu tinggal kenangan. Ya, sadis sekali ya bahasanya, masak perjuangan skripsi yang sampai jungkir balik itu dibilang tinggal kenangan? Ya, memang begitulah adanya!

Foto wisuda yang membahagiakan itu oleh sebagian orang akan ia pajang di rumahnya. Sebagai kebanggaan, kalau ada tamu yang datang, sebagian orang lain menyimpannya, karena malu dilihat banyak orang. Ah orang memang macam-macam karakternya, tapi anehnya tanggapan orang lain setelah melihat saudaranya wisuda sarjana selalu sama, “sekarang kerja dimana?”, “Sibuk apa nih setelah sarjana?”

Untuk itu perlu ada perencanaan hidup selanjutnya pasca memperoleh gelar sarjana, atau menyelesaikan pendidikan kita. Apa yang kita lakukan selanjutnya? Mungkin ini bisa menjadi gambaran:

1. Bekerja

Perguruan tinggi setingkat strata S1 bergelar sarjana adalah tingkatan pendidikan tinggi. Orang yang lulus dari institusi itu dengan disiplin ilmu yang diambilnya dikatakan orang yang profesional di bidangnya. Lantas apa yang dilakukan selanjutnya selain bekerja? Mengaplikasikan ilmu untuk memperoleh penghidupan, sah-sah saja. Toh hidup juga butuh uang.

**Cari pekerjaan yang sesuai dengan disiplin ilmu (ijazah yang dikantongi, itu modal!)
** Cari pekerjaan yang sesuai minatmu, karena ada pula mahasiswa yang sebenarnya kurang sreg dengan jurusan yang diambilnya. Bagaimana bisa bekerja dengan profesional kalau tidak sreg? Cari pekerjaan yang sreg di hati. Tak sesuai gelar? Tak masalah! Pintu rezeki tak hanya satu!

Disadari atau tidak, pada akhirnya seseorang yang bekerja selalu ada sisi materialis. Ingin mendapatkan uang, uang dan uang. Siapa yang tidak ingin hidup serba berkecukupan? Tapi mengejar kekayaan tentu tak akan pernah menemui tepian. Sudah dapat A masih kurang, kurang dan kurang! Manusiawi sekali. Untuk itulah perlu adanya jiwa 3 M, memberi, mengabdi dan mensyukuri.

Kalau bekerja dengan jiwa memberi dan mengabdi, kita akan memberikan kontribusi yang terbaik untuk pekerjaan kita, menjaga profesionalitas dan kualitas kerja. Selanjutnya berapapun gaji yang diberikan, jangan lupa untuk disyukuri. Tambah gaji? Sabar, hidup adalah proses, begitu juga bekerja

Sebelum kamu sarjana, ada baiknya berpikir “Bekerja dimana ya?”

2. Menjadi pengusaha

Jika kamu punya jiwa yang tak mau diatur atasan, tak suka ada batasan aturan, suka mengekplorasi hal baru, tak mudah menyerah, tahan banting tak ada salahnya mencoba berwirausaha. Usaha apa? Cari peluang!

Kalau kamu tinggal di daerah yang padat penduduk dan banyak ibu-ibu menganggur tak ada salahnya mengajak mereka membuat kerajinan dari kain perca atau bokol bekas. Membuat jajanan khas daerah itu untuk dijual? Siapa tahu mendapat pengakuan.

Membuka warung makan, membuat bros, menjahit jilbab, menjual baju-baju, membuat kue, Budidaya lele, budidaya tanaman hias, tanaman sehati , percetakan buku, percetakan undangan dll. Selain yang saya tuliskan, kamu tentu punya ide wirausaha lain yang brilian! Segera wujudkan!

Modal bagaimana? Kata Pak Dahlan Iskan, untuk berwirausaha tak perlu memikirkan modal besar dahulu. Modal kecil dulu saja. Tentu kamu punya tabungan bukan? Seratus ribu dua ratus ribu, ada? Satu juta, ada? Itu dulu, mulailah wirausaha dengan modal yang kamu punya sekarang. Jika Tuhan merestui kelak  usaha dari modal kecil itu akan tumbuh menjadi usaha besar yang dapat menyerap tenaga kerja banyak jiwa dan mengurangi angka tuna karya di negeri ini. Bukankah itu mulia sekali!

Adakah bayangan, mau berwirausaha apa?

3. Memegang kendali usaha orang tua

Ada sebagian anak yang terlahir dari orang tua yang sudah berwirausha dan lumayan berkembang hingga bisa membiayai anaknya menjadi sarjana. Setelah sarjana, tak ada salahnya menggantikan orang tua untuk mengembangkan usaha rintisan orang tua itu. Tentu akan lebih mudah, karena kita tinggal melanjutkan apa yang selama ini sudah berjalan. Tempat sudah ada, relasi sudah dimana-mana. Kita hanya harus melanjutkannya dan mencari inovasi baru untuk perkembangan lebih baik lagi.

Kalau tidak sesuai dengan minat dan gelar sarjana kita bagaimana? Jika kamu memiliki banyak saudara, saya yakin diantara saudaramu ada yang mewarisi jiwa wirausaha senada dengan orang tuamu, mohon izin pada mereka, “biar adik saja yang meneruskan usaha bapak, saya ingin membuka usaha sendiri”

3. Menikah

Buat yang sudah punya calon istri atau calon suami. Setelah sarjana, inilah saatnya kalian menikah. Sebenarnya menikah saat masih menempuh pendidikan pun tidak dilarang, tapi banyak juga yang berpendapat “nanti saja kalau sudah lulus kuliah” Nah sekarang sudah lulus kuliah kan? Untuk apa lagi ditunda?
Untuk yang punya pacar, gebetan atau TTM-an atau nama lainnya. Kalau sudah mantap dan benar-benar mencintainya dan yakin ia baik untuk kita. Untuk apa ditunda? Sudah kenal lama kan? Sudah cocok kan? Katanya pacaran itu untuk perkenalan, katanya pacaran itu untuk mencari kecocokan? Kalau sudah tidak cocok untuk apa dipertahankan?

Saya pribadi tidak menyarankan pembaca untuk pacaran. Sebagai muslim saya memahami jika tidak ada pacaran dalam islam, tidak ada pula pacaran islami. Itu hanya istilah anak muda ababil saja! Islam hanya mengenal pernikahan. Nikah, itu adalah satu-satunya institusi yang menghalalkan hubungan antara seorang lelaki dan perempuan.

Jika kamu punya menyukai seorang gadis, tanyakan dimana rumahnya lalu berbicaralah disana bersama orang tuanya. Apa tidak kaget si gadis tiba-tiba kita ada lelaki datang tiba-tiba minta dinikahi? Insyaallah kalau ia gadis sholihah dan orang tuanya mengerti syariah, mereka pasti senang dengan anak muda pemberani sepertimu! Lakukan taaruf dan kalau cocok, segeralah menikah. Insyaallah barakah.

Belum kerja? Belum mapan? Bukankah dengan menikah Allah membukakan pintu rezeki? Ini janji Allah lho dan Allah tak mungkin ingkar janji. Berapa banyak lelaki yang mapan dan berkecukupan setelah menikah, prestasinya melejit. Padahal saat kuliah dia bukan siapa-siapa dan tak punya apa-apa. Berkacalah pada mereka.

Untuk yang perempuan. Biasanya perempuan suka malu-malu untuk mengungkapkan perasaan. Apa harus menunggu? Jika dengan menunggu kamu bisa melakukan hal-hal positif silahkan ditunggu. Toh kalau jodoh akhirnya pasti menikah juga dengan dia, tak akan pernah tertukar dengan yang lain.

Apa harus diungkapkan? Jika kamu memilih langkah ini, cukup ungkapkan pada lelaki yang kau kehendaki saja, jangan diumbar kemana-mana. Selanjutnya pasrahkan dan menunggulah bersama Allah untuk pernikahan.
Yang terpenting jaga kehormatanmu sebagai perempuan. Jangan mencari-cari perhatian atau bertingkah berlebihan. Perempuan shalihah, anggun dan bisa menjaga kehormatan dirinya. Itulah perempuan idaman.

Jika belum ada calon untuk diajak menikah, baiknya perkaya ilmu untuk menuju gerbang pernikahan. Bagaimana menjadi istri dan suami yang baik, belajar memasak, belajar parenting, belajar interior rumah dll.

4. Mendaftar Pascasarjana

Melanjutkan kuliah lagi adalah pilihan yang tepat pula. Seseorang yang cinta keilmuan dan akademisi selalu ingin sekolah lagi dan lagi. Jika ada biaya untuk mendaftar, jika ada komitmen untuk sungguh-sungguh menyelesaikan. Tak ada salahnya mendaftar pascasarjana. Prodi apa? Tanyakan pada hatimu!

Sekian, semoga bermanfaat bagi teman-teman yang sedang menunggu proses sarjana, atau yang sudah sarjana. Tidak ada kata terlambat untuk memulai. Memulai langkah selanjutnya untuk hidup lebih baik! Sarjana bukan hanya sebuah gelar yang tersemat dibelakang nama, sarjana adalah sebuah tanggung jawab besar untuk berkontribusi di kehidupan.

Pesan indonesia untuk para sarjana, jangan menambah angka pengangguran di negeri ini!

Salam
Rizza Nasir

kalau ada waktu, boleh baca ini juga ^_^
Rencana (Pasca) Sarjana #2




Tidak ada komentar:

Posting Komentar