Hari
Kedua, Kamis, 27 Februari 2014
Pagi
pertama di Malaysia. Aku bangun jam setengah tujuh! Dan aku belum sholat
Shubuh! Tentu saja aku geragapan. “Sudah
setengah tujuh ya, haduh aku belum sholat Shubuh nih. Kok nggak dibangunin sih”
protesku pada Farida dan Etika. Kulihat mereka tersenyum. “Rizza, tenang saja.
Ini masih baru saja adzan kok” Apa? Setengah tujuh pagi baru adzan? Benar saja.
Lamat-lamat kudengar suara Al-Fatihah dari corong masjid. Alhamdulillah.
Setelah
sholat kucoba menyibak tirai dan masih gelap! Benar-benar nuansa Shubuh seperti
di Indonesia! Subhanallah!. Aku baru tahu, ternyata waktu shubuh Malaysia itu
pukul 06.15 waktu Malaysia. Jika di Indonesia, khususnya Malang waktu shubuh
pukul 04.15 WIB, berarti ada beda dua jam. Padahal Malaysia memiliki beda satu
jam lebih cepat dari Indonesia. Mengapa sholatnya berbeda dua jam ya? Ah,
entahhlah, aku tak paham tentang astronomi atau almanak.
Teman-teman
laki-laki heboh diluar. Saat kutanya “Ada apa?” Mereka bercerita kalo Imron
membangunkan teman-teman pukul 5.00 pagi tadi. Membangunkan untuk sholat
Shubuh. Dan mereka kaget saat jam 06.15 ada adzan. Adzan Shubuh! Inilah
resikonya di negeri orang. Harus menyesuaikan diri dengan berbagai hal.
Termasuk waktu sholat. Pasti beda dengan negara kita. Indonesia. Yang dilakukan
Imron tadi pagi adalah bentuk ketaatan. Taat yang belum pada waktunya.
Alhamdulillah.
Sekitar
pukul 8.00 kami pergi ke Rumah Bu Mimin. Aku sempat bertanya-tanya. “Bu Mimin
itu siapa?” Setelah berjalan kurang lebih 600 meter kami sampai ke sebuah
kantor bersusun. Awalnya aku mengira ini motel. Ternyata ini adalah perkantoran
yang bersususun. Memasuki sebuah ruangan yang menyerupai administrasi sebuah
perkantoran. Kubaca tulisan disitu ‘Aura Cargo’. Oh ini yang sering dikatakan
Pak Nur Ali? Cargo itu bernama Aura Cargo. Pihak yang akan menyambungkan kami
dengan masyarakat disini.
Seorang
perempuan paruh baya, mungkin usianya empat puluh lima. Cantik dan tersenyum
renyah menyambut kami. Bu Ulfa memanggilnya Kak Mimin. Seusia ini masih
dipanggil Kak? Lucu juga. Batinku. Agak aneh memang telinga ini mendengar
sebutan ‘Kak’ untuk orang seusia beliau. Sebelumnya di Indonesia. Aku hanya
mendengarnya untuk kakak-kakak pembina Pramuka. Sejurus kemudian aku teringat
Upin-Ipin. Bukankah Ipin memanggil kakaknya Kak Ros? Mungkin saja karena Bu
Mimin lebih tua dari Bu Ulfa, maka beliau memanggilnya Kak Mimin. Rasanya agak
aneh juga aku harus memanggilnya Kak Mimin juga. Kupanggil dia Bu Mimin saja.
Terjadi
perbincangan cukup serius antara Bu Mimin, Bu Ulfa, Suami Bu Mimin dan kami
mahasiswa. Semacam negosiasi untuk kegiatan kami selama disana. Ada usulan
rumah tahfidz, kongsi TKI atau mengikuti kegiatan KMNU (Keluarga Malaysia
Nahdhatul Ulama) Bu Ulfa dan Bu Mimin kental dengan Nahdhatul Ulama.
Suami
Bu Mimin, entah siapa namanya, (beliau tidak kenalan dulu sih) bercerita banyak
hal. Salah satunya tentang pendidikan di Malaysia. Beliau memberitahukan jika
pendidikan di Malaysia itu bersifat terpusat. Hanya ada satu Aliyah di Kuala
Lumpur. Satu-satunya sekolah Islam negeri disini. Dimasuki oleh anak-anak yang
terseleksi ketat. Di sekolah itu orang tua tak perlu mengeluarkan sepeserpun
ringgit. Terjamin secara intelektual dan finansial.
Siswa
lain yang tak terjaring di sekolah itu memilih untuk sekolah di sekolah
kebangsaan (jika di Indonesia sekolah negeri) dan sebagian lainnya bersekolah
di sekolah swasta. Pendidikan di Malaysia gratis seratus persen untuk sekolah
kebangsaan. Dari Sekolah Rendah sampai Sekolah Menengah. Jika di Indonesia
menjamur pondok pesantren, maka di Malaysia hampir tak ada satu pun pondok
pesantren. Di Malaysia hanya ada majlis-majlis taklim. Kenapa tak ada? Karena
pemerintah Malaysia beranggapan bahwa pondok pesantren itu oposisi bagi
pemerintah. Tak heran banyak di temui di Indonesia santri-santri dari Malaysia.
Suami Bu Mimin mengakui, Malaysia kurang lembaga agama. Jika orang tua ingin
anak-anaknya sekolah di lingkungan agama. Sekolah swasta Islam adalah
pilihannya, dan untuk itu orang tua harus membayar mahal.
Setelah
selesai berbincang kami turun. Bu Ulfa mengajak kami sarapan. Roti Canai. Roti
Canai, aku baru dengar hari ini. Saat pesan makanan, aku manut saja, saat semuanya memesan canai telur.
“Minumnya ape?” kata
pelayannya kudengar Bu Ulfa bilang “Te o saja semua” “Kamu apa Za?”tanya Navis
“Te
o juga” padahal aku tak tahu Te o itu apa.
Farida
beda lagi, ketika di tanya dia menjawab “Aku teh saja”
Beberapa
menit kemudian datanglah pesanan kami. Roti Canai itu. Oh rupanya Roti Canai
itu semacam martabak jika di Indonesia. Bedanya, jika di Indonesia martabak
berisi telur dan potongan sayur, dimakan dengan cabai rawit atau acar. Canai
telur berisi telur saja, dimakan dengan dicelupkan pada saus kare. Hmm... enak
juga! Meski lidahku merasa aneh. Makanan Khas india yang populer di Malaysia.
Alhamdulillah bisa merasakannya.
Minuman
datang, baru kutahu, ternyata Te o adalah teh. Te O Ais adalah Es Teh. Dan
Farida yang menyebutkan Teh saat ditanya “minum apa?” mendapatkan segelas
minuman aneh berwarna coklat abu-abu, mirip kopi susu, tapi rasanya aneh.
Getir, manis. Entahlah apa itu namanya.
Pulang dari sarapan. Kami kembali ke
penginapan. Berjalan melewati pertokoan dan pasar. Baru aku sadar, ternyata ini
adalah pasar. Jika di indonesia mungkin namanya pasar krempyeng. Pasar yang
hanya ramai sebentar lalu sepi. Baru kutahu juga, daerah yang kutempati ini
bernama Chow Kit. Bu Mimin bilang, “Chow Kit itu seperti Indonesia kecil, semua
makanan dari Indonesia ada di Chow Kit. Mulai dari nasi padang, soto, bakso.
Semua ada. Orang-orangnya pun kebanyakan orang Indonesia”
Mau
kemana kita hari ini? Entahlah. Teman-teman bilang kita akan ke Bukit Bintang.
Seperti apa Bukit Bintang itu? Aku hanya bisa mengira-ngira. Mengikut saja. Mau
kemana nanti, aku menganggapnya sebagai kejutan. Hal yang baru pasti
menyenangkan.
Matahari terik sekali. Keringatku
mengucur dari tadi. Malaysia, kenapa panasmu seekstrem ini? Jalan kaki jauh
sekali, ditambah udara yang panasnya luar biasa, membuatku sedikit kehilangan
konsentrasi. Bismillah... Cuma itu yang kuucapkan. Baru hari pertama, Masih ada
hari-hari selanjutnya Rizza, bisik hatiku.
Oh... Bukit Bintang itu bukan bukit
ternyata. Aku terlanjur membayangkan kalau Bukit Bintang itu seperti bukit
teletubbies. Ternyata bukit bintang itu adalah Mall. Mall dengan barang-barang
branded yang senilai dengan uang ringgit yang kubawa. Jalan-jalan sajalah.
Hitung-hitung window shooping dan cari hawa. Satu lagi, foto-foto ^_^
Setelah puas jalan-jalan kami
memutuskan pulang. Pulang itu berarti kita akan melewati jalan yang tadi kita
lewati. Deretan pertokoan dan pasar-pasar. Hari ini aku juga membeli kartu
Malaysia. U mobile namanya. Harganya 10 ringgit, kartu saja. Jika satu ringgit
3500. Oh Tuhan, harga sebuah kartu dengan bonus 5 ringgit di dalamnya. Mahal
sekali! Tak apalah. Yang penting bisa berbincang dan mengirim kabar dengan ibu
dan keluarga di rumah. Internetan dengan jangka satu bulan harganya 17 rinngit.
Jalan pulang ini, aku merasakan
seperti berjalan di pertokoan Pasar Besar Malang, toko kaset berjejer dengan
lagu-lagu Indonesia sebagai hitsnya. Lagu Zaskia Gotik, “Jum’at Sabtu, sampai
Minggu kok masih nggak ketemu” berulang kali di putar. Selain itu lagu milik
Tegar “ Aku yang dulu bukanlah yang sekarang” juga terdengar. Kemarin saat
perjalanan dari bandara ke penginapan, lagu milik Wali yang di putar di bis.
Rupanya, lagu Indonesia menjadi primadona disini.
Dan kegiatan malam ini, setelah tadi
bertemu Bu Mimin. Kami menuju sekeretariat KMNU. Ada istighotzah dan rapat.
Memperingati 40 hari Kyai Sahal. Di tempat itu kami berkenalan dengan banyak
mahasiswa Indonesia yang kuliah di Malaysia. Pria-pria muda itu, pria-pria sederhana
yang khusyuk saat berdoa namun ilmunya mendunia. Ada yang pernah mendapat
beasiswa belajar ke Yaman, Ke Mesir dan masih banyak lagi. Aku selalu kagum
dengan orang seperti mereka ini. Berilmu tapi sederhana sekali. Tutur katanya,
perangainya, penampilannya. Tak ada yang perlu disombongkan. Andai seluruh pria
seperti mereka. Betapa indahnya dunia ini.
Malam ini, malam keduaku di
Malaysia. Malam yang cukup panas, padahal AC sudah on dan aku tidur tanpa selimut. Ah malam selanjutnya pasti
terbiasa.
Chow Kit, Kuala Lumpur, Selangor
Malaysia
Pelajaran
hari ini:
ü Hidup
di negeri orang akan ada banyak perbedaan. Karena kita Muslim, perhatikan
dengan cermat waktu sholat. Mungkin lebih cepat atau lebih lambat.
ü Malaysia
itu panas sekali. Berada lurus dengan garis khatulistiwa. Pakailah jilbab dan
baju kaos atau katun yang menyerap keringat.
ü Jika
belum tahu tempat-tempat yang ingin kamu tuju atau hal lain. Jangan malu
bertanya. Jika mereka tak paham Bahasa Indonesia dan kamu tak paham bahasa Melayu.
Tak ada bahasa pemersatu lain selain Bahasa Inggris. Malaysia negara jajahan
Inggris. Bahasa Inggris adalah bahasa kedua setelah Bahasa Melayu
ü Naik
LRT? Simpan baik-baik koinnya. Jangan sampai hilang atau kamu tak bisa keluar
stasiun kecuali melapor pada petugas.
ü Jika
memungkinkan untuk jalan kaki. Jalan kaki saja. Selain menghemat ringgit. Juga
untuk melihat lebih detail aktivitas masyarakat. Capek? Istirahat ^_^
ü Bawalah
minum sendiri, Malaysia itu panas sekali. Jangan sampai dehidrasi!
Hari Selanjutnya
assalamu'alaykum mbak,
BalasHapusmbak pelajar indonesia yang sedang menempuh pendidikan dimalaysia kah ?
jika benar, bolehkah berbagi informasi ke saya.
ini alamat e-mail saya yg bisa dihubungi
desii.suryama41@yahoo.com
terima kasih