Rabu, 29 Januari 2014

My Letters : Salam Untuk Dinda

Aku menulis ini, atas permintaan mereka. Karena mereka tak suka menulis, akhirnya akulah yang ketiban sampur disuruh nulis. Ya, Baiklah, ini untukmu Dinda:


Dinda, tak pernah habis rasa syukurku bisa mengenalmu dalam detik hidupku. Sejak mengenalmu, aku semakin yakin bahwa Allah tidak membiarkan aku sendirian menjalani hidupku. Allah memberikan begitu banyak cermin hidup untukku bercermin. Melihat kembali ke dalam diriku. Sudahkah aku bersyukur atas hidupku?

Sejak pertama mengenalmu tahun 2010 dulu. Aku sudah berjanji pada diriku. Aku tak boleh lemah atau tampak lemah lagi seperti sebelumnya. Aku harus kuat dan menguatkan diriku lagi agar bisa menguatkanmu. Kalau aku lemah bagaimana denganmu? Bukankah kita cermin? Aku ingin menjadi cermin yang bening bagimu. Aku ingin menjadi cermin yang jika kau bertanya “Siapa yang paling cantik di dunia ini?” Maka aku akan menjawab “Kamu cantik”. Jika kamu bertanya “apakah aku bisa?” maka aku akan menjawab “ kamu bisa”


Dinda, aku ini manusia biasa. Kadang aku juga merasa jatuh, kadang aku juga malu, kadang aku juga iri. Aku masih terlalu rapuh untuk disebut kuat tapi aku juga tak terlalu kuat untuk disebut hebat. Sama sepertimu, aku masih terus belajar untuk memperbaiki apa yang belum baik di diriku. Untuk mengusahakan apa yang tak kubisa dan memperjuangkan yang harus kuperjuangkan. Sampai nanti.

Aku ingin terus menemanimu. Mendengarkan cerita-cerita, keinginan dan keluhanmu. Maaf jika kadang aku tak bisa seperti yang kamu mau. Maaf jika aku menyebalkan dengan cerita-ceritaku. Dan maaf jika saat kamu membutuhkan aku, aku tak bisa. Untuk itulah Dinda, aku terus berpikir, bagaimana agar yang kau kenal tak hanya aku. Bagaimana agar duniamu ramai. Bagaimana?

Akhirnya, aku memilih mengenalkan dirimu pada teman-temanku yang kebetulan juga mengenalmu. Robi, Finsa mereka temanku di PGMI. Hida, Nova mereka teman-temanku di mabna dulu. Lalu siapa lagi? Oya, ada Mbak Ambar, ada Mas Hafidz, ada Mas Fahri ada Kamilin dan adiknya. Kamu ternyata juga mengenal Taufik teman kelasku. Bahkan kalian dipertemukan di jalan. Ternyata banyak ya yang kamu kenal. Masihkah kamu keep contact dengan mereka?

Dunia ini sempit. Itulah yang muncul dipikiranku dengan semua itu. Apalagi seminggu ini. Ternyata teman sekontrakanku adalah teman baikmu di MTs dulu. Lia dan kakaknya Lala, juga Akmala. Ternyata mereka mengenal kamu!

“Kayaknya aku pernah tahu deh itu, tapi siapa ya?” Itu kata Lia saat aku melihat fotomu mampir di beranda facebookku. “Itu kan Dinda! Temenku MTS dulu” ,“Jadi yang kamu ceritain itu Dinda itu. Kalau itu aku kenal banget” Ya, aku memang pernah menceritakan tentang kamu pada Lia dan Lala, juga Akmala. Mereka penasaran, siapa sih yang aku telepon lama-lama itu? Ah mereka itu kepo akut Din. Tahukah kamu, sejak hari itu, Lia sering berkisah tentang kamu. Kamu yang dulu sering nunggu jemputan ibumu. Lalu Lia nimbrung. Lia juga cerita, kalau dia sering menggandeng kamu pas mau sholat dhuhur di masjid sekolah. Mendengar ceritanya, aku tahu, teman-temanmu sangat menyayangi kamu.

Akmala, teman kelasmu. Dia heboh gila waktu Lia bilang kalau aku kenal sama kamu. Dia bilang “Apa kabar dia sekarang Mbak Rizza??”,“ Huaa, uda lama nggak ketemu” Akmala juga cerita banyak hal tentang kamu. Kamu yang dulu pinter di kelas. Kamu yang selalu bilang “Mal, titip jajan dong” saat istirahat tiba. Kamu yang sabar menunggu di kelas sementara teman lain olahraga, atau motor mamamu yang selalu sampai di depan kelas untuk mengantar dan menjemput kamu. Semua itu masih terkenang jelas di benak Akmala. Apa yang kamu kenang dari mereka berdua Dinda?

Cerita mereka berdua tentang kamu memang beragam, tapi mereka punya satu hal yang sama yang diungkap padaku “ Mbak Rizza, suruh dia main kesini dong, kan kita bisa reunian!” Mereka kangen kamu Dinda. Untuk itulah, kenapa akhir-akhir ini aku sering merayu kamu, agar kamu bisa segera ke Malang dan bertemu mereka. Biar kalian bisa saling ketemu, biar tak hanya cerita lewat telepon saja. Ah, itu pasti menyenangkan bukan?

Baik Lia, Lala, maupun Akmala sudah tahu tentang kamu Dinda. Tahukah apa yang mereka bilang? “Dinda itu selalu ceria Mbak, dia itu kemauannya kuat. Mungkin kurang mendapat dukungan dari orang tuanya saja” Lihatlah, mereka pun tahu apa yang kamu rasakan, bahkan sebelum aku cerita banyak hal. Dinda, aku dan teman-temanmu sudah memberikan semua yang bisa kuberi untukmu, mungkin kamu juga sudah bosan mendengar cerita-ceritaku yang itu-itu saja. Sudah bosan mendengar motivasi dariku. Bosan.

Aku tak akan mengulanginya lagi besok. Karena aku tahu, besok kamu sudah tak memerlukan itu. Karena kamu sudah mampu dan mau, keluar dari zona nyamanmu. Ke ZONARIZZA aja deh ya, haha. “Dinda, pernahkah kamu cemburu padaku?” aku tanyakan itu padamu. Tanpa kutanya pun sebenarnya kamu sangat cemburu denganku. Apalagi setelah kau bilang “Iya, aku cemburu padamu” Ah, semakin galaulah aku.

Kamu cemburu, saat aku bisa kuliah, aku bisa bertemu teman-temanku, aku bisa kesana, kesitu dan kesono. Setiap aku mengunjungi satu tempat, aku selalu membatin andai disini ada Dinda, pasti dia senang sekali. Setiap aku berhasil melakukan sesuatu, Dinda pasti juga bisa. Saat aku berkumpul dengan teman-temanku, Dinda, apakah ada teman berbincang disana?. Kamu selalu hadir dalam setiap aktivitasku dan pencapaianku. Selalu ada kamu. Kenapa kamu? Apakah aku jatuh cinta padamu? Haha, kamu jangan berpikiran macam-macam. Ya, aku mencintaimu sebagai adikku. Aku mencintaimu karena Allah.

Sungguh, aku tak pernah bermaksud membuat kamu cemburu. Sebenarnya sejak kamu menangis gara-gara aku ke Jakarta tahun lalu, aku sudah berjanji tak akan pernah lagi cerita tentang diriku. Aku hanya harus mendengarkan kamu. Mendengarkan kamu, Memberi tanpa meminta. Tapi, rupanya kamu selalu bertanya ini itu. Ah. Kamu.

Sebenarnya, kamu tak perlu merasa cemburu denganku. Aku bahkan sangat ingin kamu berada pada posisiku. Merasakan apa yang aku rasakan atau mengalami apa yang aku alami. Enaknya kita pindah tempat saja ya? Aku di Blitar lalu kamu di Kediri? Tapi apa mungkin? Kita hanya bisa menerima yang ada Din kemudian menyukurinya. Mengusahakan yang tak bisa menjadi bisa. Yang tak ada menjadi ada. Sama seperti ayah dan ibuku. Ayah dan mamaku juga sangat mencintaimu. Apa adanya kamu tanpa kamu harus menjadi aku. Jika memang kita sama dalam segala hal. Mungkin perbedaannya hanya satu. Kepercayaan.

Tentang kepercayaan, kita sudah membincang panjang lebar tentang ini. Bukan orang tuamu tak percaya Din, orang tuamu hanya terlalu menyayangimu. Sayang yang akut hingga mereka tak ingin kamu terluka sedikit saja. Mendengar ceritamu tentang bagaimana mereka padamu. Aku muak! Sungguh aku muak! Aku muak jika terus begitu. Aku akan berbicara pada mereka banyak hal jika aku ada pada posisimu. Tapi rupanya aku bukanlah kamu.

Termasuk saat yang berada di balik handphonemu itu telinga mamamu. Tiba-tiba saja lidahku kelu, aku tak tahu harus bicara apa lagi. Apa aku harus memohon pada mamamu agar ia mengizinkanmu beberapa hari saja di rumahku? Apa aku harus mengajarimu menjadi gadis sepertiku? Tidak Din! Aku tak ingin kamu bersikap sepertiku. Orang tuaku adalah orang tuaku. Orang tuamu adalah orang tuamu. Hanya kamu yang bisa meluluhkan hati mereka, dengan caramu.

Sudahlah, kita tak perlu membincang masalah perbedaan itu. Tak harus sama kan? Jika kita sama mungkin kamu tak akan pernah belajar dariku dan aku tak akan belajar darimu. Dinda, tetap tersenyum dengan semua yang ada. Aku tak pernah sekalipun meragukanmu. Bahkan aku sangat yakin. Tidakkah kamu melihat keyakinan itu di mataku, sejak tiga tahun lalu sampai hari ini untukmu? Semuanya masih sama.

Akmala, Lia, Lala, mereka menunggumu di rumah kami. Rumah sederhana yang dihuni gadis-gadis belia. Penuh cerita dan selalu ceria. Kapan kamu akan kesini? Kami tunggu ^_^
Mereka bertiga titip salam buat kamu “Salam buat Dinda ya”

Ini foto kita. Akmala yang milihin. Masih ingatkah kamu dengan wajah-wajah ini ^_^






Ini dulu ya dariku. Aku yakin kamu bisa Dinda, Believe that you can do everything and do the best for everything you do, masihkah kamu ingat mantra itu? ^_^
I always believe on you. Just be your self and keep it up!! Sampai ketemu di Malang, Aku, Lia, Akmala. kangen kamu ^_^


Salam

RIZZA NASIR

2 komentar:

  1. Terimakasih utk tetap mengingat dan merindukanku. Jika kamu bertanya, apa yg bisa kukenang dari mereka, banyak sekali. Mereka tmn2 yg baik&tulus.

    Ya kamu benar, bagaimana pun keadaannya, hidup tetaplah sebuah anugerah yg wajib disyukuri. Aku mensyukurinya, selalu. Kalau tadi kubilang aku iri, bkn berarti aku tdk bersyukur. Aku hanya ingin bs bersemangat&berkemauan keras seperti kamu. Ingin mncoba hal2 baru.

    Semoga aku segera bisa wujudkannya. Doakan ya. Terimakasih utk tulisan ini. Salam kangenku utk kamu, Isna, Akmala, dan Lala. See you soon.

    BalasHapus
  2. Yap Dinda, sama-sama Kamu harus tetap semangat sampai kapanpun pokoknya ^_^

    Jangan ingin seperti aku. Aku masih harus terus belajar. Jangan ingin seperti aku. Nggak enak lho jadi aku, hehe. Enak jadi dirimu sendiri saja ^_^

    See you! I always trust you. Yesterday, now, forever ^_^

    BalasHapus