Aku
sampai di Kertosono jam 7 malam, dijemput keluargaku di perempatan Ngebrak.
Dari sana aku naik dibawa keluargaku langsung ke rumah sakit Baptis. Di dalam
mobil kulihat ibuku sudah siap dengan perlengkapan, seperti baju-bajuku,
bantal, karpet dan air mineral. Sama persis seperti dulu waktu ayah masuk rumah
sakit. Bedanya dengan ayah, ayah mendadak masuk rumah sakit, sedangkan aku
sudah tahu kapan harus masuk, jadi ibu lebih siap.
Dalam
perjalanan itu kuketik pesan ke beberapa orang. Kakak sepupuku, Mas Fahri,
Navis, Ichmi dan Dinda. Aku tahu aku tak
punya banyak waktu. Cukup mereka saja sebagai wakil dari keluarga dan
organisasiku. Jujur saja dalam
perjalanan itu, aku merasa takut. Bayangan akan ruang operasi berkelebat, lalu
ranjang rumah sakit. Yang paling membuatku takut adalah, bagaimana kalau
ternyata usus buntuku ini sudah pecah lalu dokter begitu sulit membersihkan
nanah di sekitar ususku. Apakah aku benar-benar akan mati besok? Aku
benar-benar takut! Padahal seharusnya, sebagai muslim aku tak perlu takut pada
kematian. Tapi rupanya aku masih lemah iman, hingga aku merasakan hal itu.
Doakan aku ya, aku berpikir kalau aku tak harus
operasi. Tapi ternyata usus buntuku ini sudah akut, jadi tidak ada jalan lain
kecuali operasi. Maafkan semua khilafku selama ini, doakan aku semoga operasiku
ini lancar dan aku masih bisa bertemu kalian lagi. Sampaikan juga pada yang
lain, aku minta maaf dan tolong doakan kesehatanku. Maafkan aku. Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar