Jumat, 18 Oktober 2013

Jika Suamiku Politisi

Jika suamiku politisi, ia memegang jabatan penting di negara ini. Apa yang akan terjadi denganku? Akankah aku dihormati, diberi beribu salaman dan pelukan hangat ketika kunjungan kerja atau blusukan menemani dia kemana-mana, atau aku akan dihujat masyarakat, banyak mata memandangku hina, seiring suamiku yang menjadi tersangka sebuah kasus fenomenal negara.



Ya, begitulah adanya pemirsa, jika menjadi istri seorang pejabat, hanya ada dua pilihan. Dicintai atau di maki-maki. Hidup mapan dengan uang halal atau hidup berada dengan uang yang entah darimana asalnya. Kata orang, menjadi pejabat atau politisi banyak godaannya. Pasti.

Secara etimologi kata "politik" masih berhubungan dengan polisi, kebijakan. Kata "politis" berarti hal-hal yang berhubungan dengan politik. Kata "politisi" berarti orang-orang yang menekuni hal politik dan pejabat pegawai pemerintah yg memegang jabatan penting (unsur pimpinan). Melihat fenomena negara kita akhir-akhir ini, begitu banyak pejabat yang ternyata penjahat. Baik yang benar-benar penjahat maupun terduga penjahat. Penjahat yang berkedok pejabat. Apapaun, setidaknya kasus-kasus pejabat yang marak telah membuat saya bertanya pada diri saya dan teman-teman saya. Bagaimana jika nanti, suami saya politisi?

Mengingat dalam kehidupan para pejabat itu tidak lepas dari wanita. Baik istri sah, maupun wanita-wanita simpanan. Kata pepatah Dibalik pria hebat selalu ada wanita hebat yang mendampinginya. Jika kata pepatah itu saya balik, dibalik pria bejat, ada wanita sesat yang mendampinginya, begitukah?  Bahkan dalam beberapa berita saya mendengar bahwa wanita telah menjadi bingkisan gratifikasi. Hmmm...

Ada banyak kasus lelaki yang keblinger jabatan dan harta karena wanitanya terlalu banyak menuntut. Minta ini, minta itu, namun saya juga menemui banyak wanita baik-baik, yang bersuami lelaki kurang baik, istri yang tegar dan setia pada suaminya, meski suaminya telah berbuat hina dan mengkhianatinya dengan macam-macam cara.

Ketika saya bertanya, “ Bagaimana jika nanti kamu jadi istri Gubernur? Istri Kapolri? Istri anggota DPR?” maka teman-teman saya dengan tegas menjawab
“Ogah ah, mending jadi istri orang biasa, nggak banyak tingkah, nggak banyak godaannya” Begitu kata mereka. Karena banyak kasus seperti sekarang ini mindset kita tentang pejabat dan politisi sedikit bergeser. Dari yang semula jabatan adalah hal prestisius yang dicari, sekarang jadi hal yang paling ditakuti dan dihindari. Enak jadi orang biasa, atau enak jadi istri orang biasa.



Diantara kita, tak ada yang pernah tahu, bagaimana kita di masa depan. Bagaimana diri kita, pekerjaan kita, suami dan istri kita. Tidak ada yang tahu. Bisa saja, yang sekarang menolak mentah-mentah dan membenci pejabat, di masa depan dia menjadi pejabat yang hebat.

Tidak ada yang benar-benar bisa menjamin bagaimana kualitas diri kita di masa depan. Jika sekarang kita menghujat habis-habisan penguasa. Dimata kita apapun yang mereka lakuakan tak ada benarnya, bisa jadi kelak kita ini adalah orang paling dicari, tak hanya di Indonesia, bahkan dunia karena menggelapkan uang negara bertriliyu-triliyun jumlahnya. Naudzubillah.

Seperti kata banyak orang Kejahatan itu terjadi karena adanya kesempatan. Percuma saja, mendapat mata kuliah anti korupsi kalau di masa sekarang dan masa depan tak menguatkan hati. Melakuakan semua hal sesuai kaidahnya tanpa memotong bagiannya. Semakin tinggi pohonnya, semakin kencang angin menerpanya. Semakin banyak kesempatannya kan? Tak sedikit mahasiswa yang sangat meminati dunia politik, tak hanya lelaki namun juga wanita. Untuk teman-teman yang berminat menjadi pejabat. Jadilah pejabat yang hebat, tegas. Tegas pada godaan dan tegas pada semua yang harus ditegaskan.

Dan untuk mereka yang underestimate jika bersuami politisi. Semua hal itu ada bagiannya, biarkan ia pada tempatnya, tak bisa dipukul rata. Tak semua pejabat dan politisi itu hina dan doyan uang negara, masih banyak pejabat amanah dan menjaga dengan baik tugasnya. Jodoh itu mutlak urusan Allah, tugas kita adalah menghebatkan diri. Jika dia politisi, kamu pasti bisa mendampinginya. Menjadi ibu bagi banyak orang seperti halnya suamimu yang menjadi bapak bagi banyak orang. Semua sudah pas, seperti botol dengan tutupnya. Siapa takut ^_^
Rizza Nasir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar