Di
rumah aku harus benar-benar mulai belajar dari awal lagi. Belajar berjalan,
belajar duduk. Karena nyeri aku berjalan trantanan.
Berpegangan pada tembok dan apa saja yang bisa kupegang. Aku baru bisa
berjalan tanpa trantanan sekitar
empat hari setelah pulang dari rumah sakit. Itu pun masih jalan pelan-pelan.
Seperti ibu baru melahirkan.
Begitupun
duduk. Aku harus belajar duduk tegak. Harus ada sandarannya. Entah kenapa setelah
pulang dari rumah sakit. Pegal di pundak dan pinggangku terasa lagi. Padahal
sebelumnya sudah tidak terasa. Aku harus duduk tegak. Makanya aku kadang-kadang
duduk di kursi roda ayah jika ayah sedang tertidur di kamar. Dengan duduk di
kursi roda itu aku bisa duduk tegak dan tanganku juga nyaman. Tapi setelah ayah
membutuhan kursi roda itu aku pun harus duduk di kursi yang lain. Tapi tetap
ada sandarannya.
Pernah
teman ibuku datang. Aku sedang duduk di kursi yang miring ke belakang. Agar
sejajar kutambah bantal sebagai sandaran. Saat melihatku duduk dengan cara
seperti itu. Teman ibuku
nyeletuk, “Bibar babaran to Mbak?”
Baru
melahirkan ya Mbak. Ibu dan aku tertawa. Meski tentu saja tawaku tak setergelak
dulu. Pasca operasi ini aku benar belajar menjadi gadis yang halus. Berjalannya
pelan, duduk pun harus pelan, pun tertawa hanya bisa tersenyum saja. Karena
jika aku terbahak, perutku akan terguncang dan itu amat menyakitkan.
Sholat
kulakukan dengan duduk, tapi kali ini aku tak tayamum lagi. Aku berwudhu di
kran kamar mandi. Selama dua minggu pasca operasi aku sholat dengan duduk tanpa
mukena, aku hanya pakai baju tertutup, jilbab, lalu bagian kakiku kututupi
dengan sajadah. Allah pasti tahu. Aku kesusahan mengenakan mukena, pun
melepasnya.
Hal
yang paling menyakitkan setelah pulang ke rumah adalah bangun dari tempat tidur
saat pagi. Rasanyaperutku ini benar-benar nyeri, menegang , campur aduk. Aku
membutuhkan sekitar lima menit untuk bangun dari tidur dan menurunkan kakiku ke
lantai. Semuanya kulakukan sendiri tanpa bantuan suster lagi seperti saat di
rumah sakit. Tapi aku sama sekali tidak menangis. Justru karena nyeri setiap
bangun tidur itu aku semakin merasa dekat dengan Allah. Setiap nyeri dan tegang
di perut kurasakan aku mengucap asmanya dan beristighfar. Allah, apakah ini caramu agar aku memperbanyak menyebut asma-Mu?
Tapi,
hal yang paling menyenangkan untukku adalah berangkat tidur atau tertidur.
Karena hanya tidurlah yang membuatku tidak merasa nyeri lagi, perih lagi. Aku
berangkat tidur dengan senyuman dan bangun dengan rintihan. Selama dua minggu
pekerjaanku hanya makan, minum obat, duduk-duduk, ke kamar mandi lalu tidur. Sehari
aku bisa tidur hingga lima kali! Obat-obatan itu telah membuat mataku mengantuk
sekali. Tak jarang aku tertidur di kursi roda ayah dan tertidur di depan
televisi dengan posisi duduk.
Ada
satu hal yang paling membuatku bertanya-tanya. Kenapa aku terus beser? Hingga
hari kesepuluh pasca operasi, aku selalu ke kamar mandi tiga menit setelah
minum air putih. Benar-benar tidak bisa ditahan. Seperti sudah berada dipucuk
dan ingin segera keluar. Setelah kencing aku minum lagi segelas dan merasa
kebelet kencing lagi. Yang dikeluarkan lebih dari segelas. Dalam sehari aku
bisa 20 kali ke kamar mandi. Ya, aku masih kencing dengan berdiri tentu saja.
Untuk BAB alhamdulillah di rumahku ada WC duduk. Setelah ayah menderita stroke
dan tak bisa jongkok. WC di rumahku di rubah menjadi WC duduk. Meski Faisal dan
Farid tak pernah bisa BAB disitu. Kata mereka kalau tak jongkok tak bisa
keluar. Untuk BAB, meski dengan duduk, aku masih merasakan perutku mengencang
dan nyeri saat harus mengejan.
Kadang
aku iseng membuka laptop, ingin menulis sesuatu, baru dua paragraf saja
pinggangku sudah pegal, perutku menegang, akhirnya kumatikan dan aku kembali
berbaring. Padahal sudah ingin sekali menulis. Tapi rupanya harus bersabar lebih lama lagi. Aku hanya
melihat hape saja, tapi membuka hape dan terkena cahaya membuatku pusing. Jika
ada sms hanya kubalas sekenanya selanjutnya kututup dan kembali berbaring.
Belajar
duduk, belajar bangun dari tidur, belajar jalan, belajar jongkok. BAB dan
kencing yang terlalu sering membuat hariku sibuk meski nyatanya aku tak punya
pekerjaan. Perjuangan masih belum usai
Rizza!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar