Selasa, 04 November 2014

Diary Appendectomy #12 Kencing berdiri dan Obat Pencair Feses


Tepat 17 Agustus pukul 16.00 WIB perawat melepas selang kateterku. Aku tak lagi menahan selang di saluran urineku. Itu artinya aku harus belajar berjalan sekarang. Karena hamper tiap setengah jam aku kebelet pipis.

Awalnya agak susah juga harus berjalan setelah tiga hari berdiam di ranjang. Agak kaku dan nyeri saat berjalan. Tapi aku harus tetap ke kamar mandi. Tidak mungkin aku ngompol di ranjang ini. Di kamar mandi aku harus kencing berdiri. Karena aku tak bisa jongkok. Jahitan diperutku berada dibagian perut kanan bawah. Tak mungkin aku memaksakan jongkok.

Karena aku mengalami beser yang hebat setelah tak memakai kateter. Aku tak lagi  memakai celana dalam. Akan sangat susah dan menyakitkan jika aku harus, melepas celana dalam lalu memakainya kembali. Perutku benar-benar tak bisa di ajak kompromi.

Sesaat setelah keluar dari ruang operasi perawat memberikan obat yang harus di masukkan lewat dubur. Entahlah bentuknya seperti apa, aku merasakan duburku seperti disumpal sesuatu. Hari ini kuberanikan diri bertanya pada perawat tentang itu.

“Sus sebenarnya apa sih yang dimasukkan di dalam dubur saya itu? Setiap hari pagi sore pula. Itu apa? Kenapa harus lewat dubur?”


“Mbak Rizza, itu obat untuk mengencerkan feses. Obat iyu mungkin awalnya akan terasa mengganjal, tetapi lama kelamaan dia akan mencair. Mbak tidak merasa ingin BAB kan setelah operasi?”

“Iya, saya belum BAB sama sekali Sus”

“Nah, itu dia manfaatnya. Feses Mbak Rizza menjadi cairan yang akhirnya dibuang lewat urine.

Sekarang aku tahu, alasannya kenapa aku beser seharian ini

Allah… kata suster, aku hanya akan dirawat empat hari kenapa sampai mala mini aku tak diperbolehkan pulang?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar