Senin, 08 Juli 2013

Eksotika Ramadhan Di Kampungku


Ramadhan adalah bulan yang begitu eksotik dari semua bulan yang ada di mataku. Kenapa? Karena ramadhan meninggalkan kenangan agung yang membekas di ingatan setiap muslim yang bertemu dengannya. Ramadhan di kampungku, sebuah desa kecil bernama Jarak terletak di bagian timur kabupaten Kediri. Di kampungku tanda ramadhan menyapa adalah adanya tradisi megengan. Megengan secara lughawi berarti menahan. Di dalam konteks puasa, maka yang dimaksud adalah menahan hawa nafsu selama bulan puasa. Secara simbolik, bahwa upacara megengan berarti menjadi penanda bahwa manusia akan memasuki bulan puasa sehingga harus menahan hawa nafsu, baik yang terkait dengan makan, minum, hubungan seksual dan nafsu lainnya., megeng berarti suatu penanda bagi orang Islam untuk melakukan persiapan secara khusus dalam menghadapi bulan yang sangat disucikan

Dua hari atau tiga hari menjelang ramadhan tiba penduduk desa mulai ramai megengan. Para ibu membawa sebakul nasi dan lauknya ke masjid. Setelah shalat maghrib berjamaah, seluruh jamaah berkumpul di masjid untuk berdoa bersama dan menyantap hidangan yang telah dibawa. Dalam satu malam biasanya sampai ada lima atau lebih bakul nasi. Makan bareng, dialasi daun pisang dan makan dengan tangan. Meski lauknya hanya urap-urap dan tempe kami cukup lahap. Tak jarang anak-anak berebut ayam jika ada salah satu dari bakul nasi itu berlauk ayam. Satu lagi yang khas dari megengan, yaitu kue apem dan pisang Hmmm…Alhamdulillah makan bareng di masjid begini adalah salah satu yang paling kurindukan. Kekeluargaan begitu terasa, makan seadanya diselingi berbagi cerita. Aiih…



Selanjutnya, jika sudah diputuskan besok memasuki satu ramadhan sudah bisa dipastikan jeda waktu antara dhuhur dan ashar kuping kita akan mendengar bedug tidur. Yakni pukulan bedug tiga kali. Memberitahu bahwa besok kita mulai puasa dan nanti malam akan ada jamaah shalat tarawih. Mengapa namanya bedug tidur, entahlah aku tak tahu. Ada yang tahu alasannya?

Nah, shalat tarawih, shalat yang hanya ada saat ramadhan tiba. Masjid yang biasanya kesepian mulai tersenyum. Masjid yang biasanya hanya dua shaf kini penuh. Ramai. Setelah shalat ditunaikan, doa dipanjatkan, niat puasa dilafalkan anak lelaki bergegas berlarian ke bedug di beranda. Berebut bedug dan memukulkannya bertalu-talu. Setelah itu coba lihat pada sajadah terdepan. Sajadah Sang imam. Imam shalat tarawih bak artis. Dikerumuni banyak anak. Mereka meminta tanda tangan imam untuk presensi shalat tarawih. Tugas khas ramadhan untuk mereka yang masih bersekolah. Efektif juga untuk memotivasi shalat tarawih. Eits, shalat tarawihnya karena absen atau kemauan sendiri ya? ^_^

Para lelaki, dewasa dan pemuda mulai mengaji. Darusan. Tadarus Al-Qur’an ini menggema syahdu setiap harinya. Sementara itu para ibu pulang ke rumah. Jika ada penganan, cemilan, kopi atau kolak segeralah diantar ke masjid. Disana sudah menunggu bapak-bapak dan pemuda yang nyemak ngaji. Antri ngaji, bolehlah sejenak ke beranda masjid menyeruput kopi hangat.

Anak-anak punya kesibukan sendiri, apalagi kalau bukan merconan. Main petasan. Petasan memang jadi primadona saat ramadhan tiba. Walaupun pemerintah sudah sidak sana sini. Tetap saja petasan itu laris. Dar dor dar dor…
Masih lekat di ingatan tahun lalu ayah dan ibuku menyidang adik lelakiku, gara-gara membeli mercon dan menyalakannya tepat saat tarawih dilaksanakan. Bagaimanapun juga, terlepas dari bahaya petasan. Petasan telah membuat ramadhan semarak, membuat ramadhan ceria.  Tak ada mercon kembang api pun jadi. Anak perempuan biasa menyemarakkan ramadhan dengan nyala kembang api. Diputar-putar atau dikaitkan di dahan pohon. Membuat mereka tertawa dan bertepuk tangan gembira.
Anak-anak memang selalu punya cara sendiri untuk tetap ceria bukan?

Pukul 02.00 WIB pasti ada rombongan anak-anak lelaki dan pemuda yang berkumpul di masjid. Menyiapkan alat-alat musical mereka untuk ronda sahur. Ada yang bawa gendang kecil, ompreng, panci-panci, galon. Pokoknya semua yang bisa bersuara. Berjalan kaki keliling dukuh. Sambil krukupan atau udeng-udengan sarung mengusir dingin mereka berteriak sahur…sahur…sahur.. tek klotek dem dem jes jes sahurr…sahurrr… Percaya atau tidak di desaku masih berlaku membangunkan sahur model begini

Sahur dan berbuka bersama. Adalah satu hal yang wajib. Bisa dibilang karena ramadhanlah kami sekeluarga bisa makan bersama dalam satu waktu dan satu meja. Karena ramadhanlah para ibu memasak hidangan yang lain dari biasanya, apalagi untuk puasa hari pertama. Karena ramadhanlah penjual es batu laris manis, penjual dawet dan cincau mendadak terkenal, kacang hijau dan buah-buahan juga tak ketinggalan jadi buruan. Meski ramadhan identik dengan naiknya harga sembako tapi tetap laris aja tuh mereka. Namanya juga butuh ^_^

Selama tiga puluh hari berpuasa. Sahur dan berbuka. Tarawih dan darusan terlaksana. Petasan dan kembang api memeriahkan suasana. Ramadhan telah memberi warna pada kehidupan seluruh umat muslim. Semuanya yang berantakan menjadi teratur, yang dahulu ogah-ogahan bangun malam menjadi bangun. Malam yang dahulu sunyi mulai bersuara dan hidup oleh lantunan Al-Qur’an. Semoga ramadhan kita kali ini lebih baik dari ramadhan kita tahun lalu. Semoga tarawih ramadhan kali ini selalu ramai tiap harinya, tak hanya ramai di minggu awal dan akhir saja. Semoga tilawah yang selama ini nglendor karena ramadhan menjadi kenceng lagi dan tak hanya ramadhan saja tapi juga terus istiqomah hingga sebelas bulan berikutnya.

Selamat menyambut ramadhanmu kawanku, semoga ramadhan kali ini semakin mendewasakan diri kita dalam beragama. Berislam. Muslim dan muslimah yang sip dunia akhirat. Aamiin. Rizza minta maaf ya, jika selama ini pernah menggores luka. Maafin ya, please…

Ramadhan di mataku beginilah warnanya, mungkin tak sama dengan ramadhan dimatamu. Karena ramadhan memang punya banyak warna. Maukah kau berbagi warna ramadhanmu denganku?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar