Jumat, 18 Januari 2013

HOMY


Bolehkah saya datang ke rumahmu? Yah sekedar bermain, melihat ornamen dan perabot yang kau punya, adakah ukiran-ukiran indah  disana, atau porselen mengkilat memenuhi meja. Rumahmu, adakah seindah istana, atau sekotak udara tempat bersandar dari lelah setelah seharian bekerja?

Bagaimana rumah impianmu? Idealnya memiliki beranda yang nyaman untuk menghirup udara pagi ditemani secangkir teh manis, halaman yang penuh bunga, ruang tamu, kamar tidur yang cukup untuk semua , ruang keluarga, mushola dapur, kamar mandi. Kalau masih ada lahan, bisa ditambah taman di belakang, ada-ada ayunan  dan kolam renang. Dihuni oleh ayah, ibu dan anak-anak yang lucu .Ah, idealkah rumah semacam itu?

Rumah. Bukan sekedar bangunan tempat berlindung dari pergantian musim, rumah tak hanya tempat untuk berkumpulnya keluarga. Rumah bagi sebagian orang juga menjadi taruhan jati diri. Seberapa sukses ia bekerja, dilihat dari seberapa besar dan bagus rumahnya. Adakah kau berpikir begitu? Saya tak menyalahkanmu, karena jawabanmu adalah buah dari pengamatan dan perjalanan pemikiran dan itu berbeda tiap orang.

Rumah bagi lelaki tua diujung sana, adalah sekotak tanah yang berdinding bambu, beratap seng yang meneteskan air kala hujan. Disitulah ia tinggal bersama dua cucunya. Berbaliklah, kau lihat pemuda itu, pemuda sederhana yang baru saja mengumandangkan adzan maghrib, baginya masjid ini rumahnya. Rumah Allah, yang berarti rumah hambanya. Bukankah begitu?

Nah, ku ajak kau menyusuri jalan ini, jalan yang berlapis semen, tujuannya agar hujan tak membuatnya melicin. Jalanan ini membelah kampong. Kampung yang dihuni tiga ratus jiwa atau mungkin lebih, aku tak sempat menanyakan ke kantor kelurahan. Di kampung ini. Semua rumahnya bersahaja, tak terlalu besar, mungkin tiap rumah hanya berisi dua kamar dengan ruang tamu kecil, dapur kecil dan kamar mandi yang juga kecil. Kecil yang dalam bahasa seharusnya adalah sempit. Anak-anak senang bermain di emperan. Berkumpul menyatu, tinggal panggil nama saja semuanya dengar, karena disini tak ada jauh yang memisahkan rerumah. Dekat, empet, sempit.

Bagi gadis yang memesan uduk itu, rumahnya adalah kamarnya, 2x3 meter yang ia angsur tiap bulan agar ia bisa tetep  tinggal, tidur, belajar, bekerja dan kuliah. Tak perlulah besar-besar. Cukup untuk berebah saja sudah Alhamdulillah, bagi mahasiswa sejenis dia, kamar kost adalah rumahnya. Rumah yang di dalamnya tak ada keluarga, hanya dia. Satu.

Rumah yang ideal mungkin berbeda bagi tiap orang, tapi rumah sejatinya adalah tempat tinggal, hanya itu, tak ada idealitas yang membersamainya kecuali itu hanyalah kesemuan dunia. Rumah adalah tempat dimana kita menemukan ruang untuk meleha dari aktifitas dunia, Terlindung dari panas dan hujan. Menyelesaikan semua tugas dan amanah, merajut kasih dan kedekatan pada keluarga dan Tuhannya.

Rumah, bagaimanapun bentuknya dan dimanapun tempatnya, adalah semua yang membuatmu nyaman, tak perlulah berkaca pada layar  yang menyajikan rumah mewah dengan harga ruah, juga tak perlu melirik rumah tetangga sebelah. Apa yang kau miliki sekarang adalah rumahmu, titipan untukmu, dijaga ya !.

Dan setelah kita berjalan-jalan pada rumah-rumah, aku hnaya berharap kau tak lupa jalan pulang ^_^

Depok, 17 Januari 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar