Kamis, 25 April 2013

BERBEDA, SIAPA TAKUT ?

Seperti sebelumnya, seperti biasanya. Ketika aku mengenal orang baru selalu ada tanya mereka tentang diriku. Anggota baru FLP UIN yang kukenal sejak sebulan lalu pun banyak yang bertanya, apa yang terjadi dan bagaimana aku dengan hidupku. Melalui tulisan ini aku akan menjawab semuanya. Namaku Rizza dan aku tak takut berbeda. Berbeda, siapa takut?  


Pernahkah kalian mendengar istilah premature? Ya, prematur adalah istilah untuk bayi yang dilahirkan sebelum waktunya. Diusia kehamilan ibu yang baru enam bulan aku terpaksa dilahirkan karena ketuban mendadak pecah entah kenapa. Melalui operasi caesar di sebuah rumah sakit Kristen di daerah Kediri. Tahun 1992 hanya rumah sakit itu yang menyediakan caesar yang memadai untuk kasus premature. Saat aku terlahir aku hanya berberat 18 ons lalu esoknya turun menjadi 16 ons.

Tak usah dibayangkan ya betapa kecilnya aku kala itu. Ibu dan ayahku saja tak tega melihatnya. Kata ayah, panjang dan besar diriku hanya sebesar botol aqua tanggung. Digendong dengan satu tangan saja sudah bisa. Sesaat setelah diadzani aku di pindahkan ke incubator hingga 25 hari kemudian. Selama 25 hari aku dititipkan di rumah sakit.  Aku baru boleh dibawa pulang jika berat badanku mencapai 2 kg. Tak ada yang boleh melihatku kecuali ibuku. Setiap pagi dan sore beliau datang untuk menyusuiku. Sementara ayahku hanya bisa melihat dari kaca diluar sana.

Ketika ada yang bertanya, Mengapa cara berjalanku berbeda? Entahlah, itu jawabku. Aku baru bisa berjalan di usia 4 tahun bersamaan dengan adik lelakiku. Dua anak yang lahir di tahun berbeda tapi berjalan di waktu yang sama. Aku terlambat. Karena keterlambatanku itu aku nyaris tak boleh sekolah. Ayahku takut hadirku disana merepotkan guru-guru. Tapi nenekku menguatkan beliau. Biarkan Rizza sekolah, siapa tahu dengan melihat teman-temannya berjalan,  dia pengen berjalan

TK Dharma Wanita Jarak I. Itulah sekolah pertamaku. Masih lekat kuingat saat pertama teman-teman TK mengetahui aku bisa berjalan.Setiap waktu istirahat tiba, mereka mengerumuniku. Berdiri disamping kanan dan kiriku. Lalu dua guru TK-ku jongkok di ujung kanan dan kiri, merentangkan tangannya untukku. Aku ditengah-tengah mulai melangkah. Satu dua langkah. Sampai ujung, balik lagi dan balik lagi. Teman-teman bersorak dan aku semakin semangat.

Sejak lahir hingga kini, aku menjalani berbagai pengobatan. Terapi. Mulai dari dokter, pengobatan alternative, pijat, jamu, refleksi, sepatu besi, terapi elektromagnetik dan masih banyak lagi. Semua demi bisa melihatku melangkah dengan seharusnya. Apa yang kalian lihat pada cara berjalanku hari ini, adalah yang paling baik dari sebelum-sebelunnya. Semuanya melalui proses perkembangan sedikit demi sedikit. Dan aku selalu mensyukurinya, tak jarang aku terkejut dengan perubahan diriku. Aku masih hidup hingga kini, banyak kasus bayi premature yang meninggal tak lama setelah dilahirkan.

Jangan dikira aku kuat dengan ini. Mungkin sekarang iya, tapi dulu aku pernah terpuruk, rapuh dan merutuki hidupku. Sesaat setelah lulus SD  aku menangis sepanjang malam, berbicara pada diriku Dimana aku akan sekolah? Akankah aku punya teman di sekolah baruku? Aku malu. Ternyata aku salah, dunia tak sekejam itu padaku. Teman dan guru MTS-ku menerimaku dengan baik. Dan kepercayaan diriku kembali bahkan semakin kuat.

Terlebih saat aku memilih untuk hidup jauh dari orang tuaku, belajar mandiri di sebuah pondok putri dekat sekolah. Ibuku memang menginginkan aku mondok. Dan aku menyanggupi, sama sekali tak ada keberatan. Sejak kecil ibuku selalu  mengatakan padaku.  Nanti kalau lulus SD mondok ya Nduk, pakai jilbab, temannya banyak. Pasti kamu senang. Kata-kata yang selalu terulang dan meyakinkanku. Satu lagi kata-kata ibu yang kuingat hingga kini. Ibu nggak selamanya bisa mendampingi kamu , Nduk. Kamu harus jadi gadis yang mandiri, mekipun kamu berbeda, jangan manja, jangan menyerah pada keadaan. Gusti Allah itu adil.

Hidup mandiri di asrama putri membuat diriku semakin kuat, semakin sadar bahwa aku harus sepenuhnya mandiri dan tidak manja pada keadaan. Teman-temanku banyak, aku bisa kesana-kemari tanpa ada yang melarang dengan nada kecemasan. Bebas memenuhi rasa penasaranku pada dunia. Di rumah mungkin semua orang membantuku, tapi di luar aku belajar bahwa dunia ini keras, jika aku tak keras menghadapinya aku akan kalah.

Di usia Aliyah aku pernah berjanji pada diriku sendiri. Aku tak akan menangis lagi. Menangis karena kondisiku. Buat apa menangis? Menangis hanya akan membuatku lemah, pasrah dan menyerah. Tangisan semacam itu membuatku minder dan kalah. Demi orang tuaku aku tak boleh lemah. Penerimaanku pada diriku dan takdir memberiku semangat berlipat.

Hari ini aku janji padamu, aku tak akan menangis lagi
_Diary 2009_

Perbedaan ini pula yang melecutku untuk terus berkarya dengan caraku, dengan yang kubisa. Sebisa mungkin berprestasi di sekolahku. Aku tak bisa seperti anak kebanyakan, menari, menjadi atlet atau mengantar mereka kesana kemari. Banyak hal yang akhirnya terbatas, tapi aku berusaha menembus batas itu. Ada yang bilang dengan kondisiku yang begini aku terlalu ngoyo menjalani hidup. Ya, aku memang ngoyo, bila tak begini aku tak bisa, bila tak begini aku hanya akan menjadi gadis pemalu dan merutuki hidupku

Ketika aku berjalan, akan ada banyak mata yang menatapku, entah kasihan, heran atau jijik. Ada pula yang tertawa dan menirukan cara berjalanku. Aku tak peduli, aku sudah kebal. Jika ada sepasang mata menatapku akan kubalas dengan senyuman. Banyak orang yang sibuk cari perhatian orang lain. Melakukan segala cara agar mata dunia menatapnya. Aku? Tanpa aku sibuk mencari perhatian mereka memperhatikan aku. Aku jadi pusat perhatian. Apapun yang mereka pikir tentang diriku. Biarlah, kubiarkan mereka berimajinasi, berkreasi. Aku ya begini. Inilah aku dan diriku

Tidak ada yang sempurna di dunia ini Nduk, kamu memang berbeda, tapi tutupilah perbedaanmu dengan kelebihanmu. Tahukah kamu, bagaimanapun dirimu, ayah dan ibu sangat mencintaimu. Kamu masih gadis kecilku yang dulu.  Cari kelebihanmu

Nasehat itu. Kelebihan itu. Apa kelebihanku? Aku tak tahu, entahlah. Yang kutahu sekarang bayi premature itu telah menjadi mahasiswa, yang kutahu dunia bersahabat denganku, yang kutahu orang-orang menghargaiku, yang kutahu keadaan tak boleh mengambil bahagiaku, yang kutahu ayah dan ibu menunggu prestasiku, yang kutahu keterbatasan tak membatasi duniaku dan yang kutahu aku tak takut berbeda. Berbeda, siapa takut?

Inilah kisaku yang selalu kau tanyakan…..
Bersyukurlah atas hidupmu Kawan, apapun itu. Salam semangat dariku….

Rizza Nasir



Tidak ada komentar:

Posting Komentar