Jumat, 17 Januari 2014

MENCINTAI AL-QUR’AN SEPERTI ANAK-ANAK





Dimanakah kau letakkan dia? Di atas meja belajarmu? Atau di atas lemari? Apakah kau rutin membacanya atau hanya sekali-sekali?

Masih lekat diingatan saya, dulu saat masih SD, saya selalu dimarahi ibu jika sudah sampai jam 4 sore masih dolan, apalagi kalau pulang-pulang bau sangit karena habis main masak-masakan atau rok basah karena main air dengan teman-teman.

Bukan, ibu saya bukan marah karena saya bermain, tapi ibu saya marah kalau saya tidak mengaji. Ya, lazimnya anak kecil lain. Setiap sore habis shalat Ashar saya selalu mengaji di masjid depan rumah saya, bersama teman-teman lainnya. Setiap hari, tanpa libur, kecuali hari libur rutinan yakni hari Kamis.

Bahkan kami selalu berlomba untuk  selalu lancar membaca Al-Qur’an, hingga boleh lanjut ke halaman selanjutnya. Kami berlomba siapa paling banyak bacaannya, paling lancar bacaannya, dan siapa yang khatam Al-Qur;an duluan. Ah... ternyata masa kecil saya begitu dekat dengan rutinitas Qur’ani. Saya rasa tak hanya masa kecil saya, tapi juga masa kecil Anda.


Semangat dan cinta anak-anak pada Al-Qur;an memang luar biasa, tapi seiring waktu, kedewasaan dan kesibukan dunia seringkali mengikis rasa cinta kita. Hingga habis. Kita lupa, bahwa Al-Qur’an di atas meja menunggu untuk dibaca, kita lupa telah sampai juz berapa. Kita lupa bahwa membaca Al-Qur’an adalah penerang dan obat hati paling mujarab yang pernah ada.

Seringkali, kita baca novel berlembar-lembar, tapi Al-Qur’an, hanya selembar. Sering kita ikut kajian masalah kekinian tapi kita enggan ikut kajian Al-Qur’an. Merasa sudah bisa, merasa sudah pernah pernah mengikuti, bahkan merasa bosan! Padahal sejatinya, tahu apa kita tentang Al-Qur’an? Kita tak tahu apa-apa, kecuali bacaannya.

Jika masih sendiri saja malas baca Al-Qur’an, alasannya nggak punya waktu, sibuk tugas, sibuk kerja. Lalu bagaimana nanti jika sudah punya suami? Jika cucian menumpuk setiap hari, jika anak-anak selalu merengek minta ditunggui. Bagaimana? Jangan-janagan Al-Qur’an milikmu hanya akan ada di atas lemari selama berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun!

Itu yang saya dengar dari ustadzah saya dulu. Ya, memang benar, kita terlalu banyak alasan. Menjadikan kesibukan sebagai alibi untuk lalai pada kalam Illahi. Padahal dunia ini butuh gadis-gadis shaliha yang mencintai Al-Qur’an. Rahim-rahim ini butuh empunya yang selalu merapal Al-Qur’an, anak-anak ini butuh bunda-bunda yang setia mengajarkan Al-Qur’an padanya.

Membacakan kisah-kisah teladan di Al-Qur’an, mengajarkan alif, ba, ta hingga lancar. Anak-anak butuh sosok teladan yang menyejukkan. Bunda-bunda akhir zaman yang memiliki bibir yang basah dengan Al-Qur’an. Anak-anak butuh ayah yang sabar menyimak bacaan. Ayah yang menyejukkan dengan nasehat Qur’ani.

Al-Qur’an, bukan untuk ditumpuk begitu saja. Al-Qur’an untuk dibaca. Alangkah indahnya masa depan umat ini, jika semua pemuda mencintai Al-Qur’an. Jika semua pemuda membaca Al-Qur’an di setiap akhir sujudnya. Menjadikannya rutinitas yang berkualitas setiap hari. Pemuda-pemuda yang tak hanya mengkaji ilmu dunia tapi juga mengkaji Al-Qur’an dengan hati terbuka.

Jika melihat anak-anak berbusana muslim dan mendekap mushafnya, bersemangat membaca Al-Qur’an meski terbata-bata. Tidakkah kita yang dewasa ini malu? Apakah membaca dan belajar Al-Quran hanya kewajiban anak-anak saja di TPQ? Tidak! Kewajiban kita juga sebagai orang tuanya dan calon-calon orang tua masa depan.

Alangkah bahagianya anak-anak kita, jika terlahir dari seorang ayah yang selalu membaca Al-Qur’an di setiap akhir shalatnya. Alangkah bahagianya anak-anak kita jika terlahir dari seorang bunda yang selalu membaca dan mendalami artinya. Kita tak akan kesulitan menuruh mereka mengaji di masjid dengan teman-temannya. Karena mereka sudah terbiasa melihat kita melakukan hal yang sama. Bukankah mendidik dengan teladan itu menyejukkan? Wallahu’alam

Sudahkah kau membaca Al-Qur’an hari ini?
RIZZA NASIR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar