Jumat, 07 Desember 2012

Menoreh Jejak Bromo


Entah mimpi apa aku kemarin , hingga awal hari ini kubuka atas hamparan pasir. Hitam berkilat-kilat, pasir yang tak kurasakan kapan ia menyusup di celah sepatuku. Hingga menjadi pemberat langkahku. Tapi anehnya aku hanya merasa ringan.
                   

Rizza, jadi ikut ke Bromo?

Sms dari Mbak Zie masuk ke hapeku sehari lalu. Aku bingung. Naik gunung? Bromo? Mungkinkah aku? Aku masih bimbang. Dalam lubuk ingin sekali aku merasakan lagi nikmatnya naik pegunungan setelah Kelud yang berhasil kusapa setahun lalu, akankah Bromo jadi gunung kedua yang kujejaki?
Aku masih bimbang.

“Mbak, kira-kira kalau aku ikut ke Bromo bisa nggak ya?”, tanyaku pada Mbak Uul

“Jangan Dek, Uul aja kemarin waktu Bromo nggak kuat naiknya, tangganya curam, tanahnya pasir, berat  melangkahnya. Harus dipegangi temen laki-laki, satu di kanan satu di kiri. Nangis di tengah-tengah. Uul takut ketinggian”


Jika aku ikut, maka jam 21.00 malam nanti aku berangkat. Masih ada waktu tiga jam. Untukku memutuskan, ikut atau tidak. Meskipun aku sudah mengetikkan kata ya sebagai balasan sms Mbak Zie tapi hatiku masih antara ya dan tidak. Belum yakin sepenuhnya. Apakah aku bisa mendaki dengan kakiku.

Kelud memang sudah aku taklukan, tapi aku rasa Kelud bukanlah gunung yang memerlukan pendakian berarti. Aku hanya harus berjalan sekitar 20 menit dari tempat parker ke kawahnya. Kawah yang sekarang sudah menjadi anak gunung kelud. Aku sudah biasa 20 menit mengayuh kakiku menyusuri jalanan. Hanya jalanan bukan pendakian.

Akhirnya aku hanya bisa meringkuk di sudut kamar, berpeluk kaki dan membenamkan wajahku,aku diam terpejam. Aku butuh waktu sendiri.

Kalo nggak sekarang kapan lagi Za? Belum tentu besok kamu bisa kesana. Minggu kemarin ajakan rihlah ke Bromo bersama anak LDK kau tolak, alasannya tak punya cukup uang. Pianika, kaos olahraga, KMD sudah menguras habis tabunganmu. Sekarang masih mau alasan karena uang?

Ah kau ini, sudahlah jangan mikir masalah uang. Aku tahu kau gadis yang irit. Aku yakin kau bisa bertahan dengan lima puluh ribu yang tersisa jika kau ikut

Aku terus berbincang dengan diriku. Beginilah aku Kawan, kadang aku nyaris seperti orang gila baru karena seringnya berdialog dengan diriku sendiri

Kenapa kamu takut? Kamu nggak sendirian kan, ada Mbak Zie, Mbak Heni, Mbak Ani,Mbak Firsty, Mbak Moly. Bukankah mereka juga ikut? So, apa yang kau takutkan, katanya bukan gadis penakut.

Za, kalau mereka mengajakmu berarti mereka menilai kau mampu. Dan aku tahu kau pasti mampu Za. Kamu kuat, kamu bisa lakukan apapun kan?

Buktikan, pada semua orang juga orang lain yang memiliki kakimu bahwa kaki istimewamu itu bisa menjejaki gunung. Buktikan Za. Ayo!!!
Oke Bismillah…

Kukirim sms pada Mbak Zie

Mbak Zie, aku ikut, nanti kumpulnya di depan UIN kan tunggu aku ya, ini aku mau packing

Tak banyak yang kubawa, karna memang aku tak menyiapkan apa-apa. Satu atasan beserta rok nya. Botol minuman, dompet.Itu saja.

Kini aku mulai melangkahkan kakiku keluar dari kost dan menyusuri jalanan. Penampilanku sungguh seperti orang mau minggat malam-malam. Memakai jaket, tas ransel dan sepatu hitam bertali lengkap dengan kaus kakinya, rok hitam yang didalamnya sudah ku dobel celana hitam.Jaketku pun hitam, hanya jilbabku yang masih membuatku tampak dalam malam.  Sesaat kulihat satpam yang berjaga di pos menatapku aneh. Mau kemana ni bocah

Di pinggir jalan itu sudah kulihat teman-temanku, benar kan dugaanku, Mbak Zie, Mbak Moly, Mbak Firsty, Mbak Ani dan Mbak Heni. Dan di seberang sana kulihat sopir sedang menyulut rokoknya.

“Masak kita cewek semua sih rek?” Mbak Zie mulai membuka bincang

“Mahfuzh, tiba-tiba sakit. Mas Ridho kemarin uda kutolak, aku piker kemarin sudah penuh” Mbak Firsty menimpali.

Telepon lagi aja ya. Dan Mbak Zie mulai telepon Mas Ridho

“Nggak bisa”,”Siapa lagi ya cowok kita, oia  Hafidz, Fahri!!!”, teriak Mbak Zie
“Fidz, ikut ke Bromo yuk, kita cewek semua nih, Mahfuz tiba-tiba sakit, kita bayarin deh”rayu Mbak Zie
“Friends, Hafidz nggak mau, Fahri nggak bisa besok ada agenda di PDM katanya” kata Mbak Zie lemas
“Eh, ini Mahfuzh sms, katanya di jadi ikut sama Muchtar juga” Mbak Moly berbinar
“Alhamdulillahhh..”

Akhirnya, kami berdelapan, dua laki dan enam perempuan menaiki APV hitam bersiap membelah jalanan menuju Bromo. Selama perjalanan, kami bercerita, tentang FLP,tentang mystupidteory-nya Mahfuzh, tentang Bromo hingga akhirnya satu persatu kami tidur, memejamkan mata sejenak agar esok lebih lebar menatap dunia berbeda.

Dalam mobil itu, aku masih berdialog dengan diriku

Serius tah Za, ini kamu perjalanan ke Bromo lho

Dan aku terbangun saat mobil terhenti. Dari dalam terlihat beberapa pemuda berdialog dengan sopir. Awalnya aku tak mengerti apa maksudnya. Oh, ternyata mereka menawarkan ganti kendaraan, alasannya daerah yang kami lewati selanjutnya begitu curam sedang malam sudah sempurna

Aku begidik, apa yang terjadi nanti ya? Dari deskripsi mereka, sepertinya serem banget. Sebesar ini taka da yang kuketahui tentang Bromo kecuali Suku Tengger, itu pun hanya sebatas nama tanpa tahu bagaimana mereka lebih dalam. Mungkinkah pemuda-pemuda yang menghentikan mobil tadi pemuda Tengger ? Atau lelaki tua yang sempat melintas dengan kain lusuh mengikat dikepalanya,  menjuntai, -sepertinya itu cara mereka mengangkut barang- adalah tetuanya? Ah…betapa awamnya aku

Mobil sudah berada di parkiran, kata sopir kita harus berjalan jika ingin sampai puncak, mobil sekelas APV tak kuat menembus tanah berpasir ini. Sebelum melakukan perjalanan. Teman-temanku itu berwudhu dan melakukan shalat malam di mushola pojok parkiran, aku yang mendapat bonus bulanan kebagian job jadi satpam barang.

Dingin mulai menyapaku, dingin yang melebihi Batu dan Pujon sekalipun. Padahal  tadi aku sudah beli topi rajut dan masker Dua puluh ribu harganya. Sembari menunggu, kutatap langit malam, subhanallah ribuan gemintang menghiasi malam yang pekat, semburat putih mencercap dari bulan yang menyabit. Aku sendiri, tapi tak kesepian karena aku ditemani tas-tas ransel dan gemintang dan semburat cahaya bulan. Fa biayyi Aalaaai Rabbikuma Tukadziban Za…

Jam sudah ada pada angka 2, artinya malam sudah renta. Kami mulai melangkah menyusuri aspal setapak yang menurun tajam. Semua bergandengan atau kalo tidak ia akan terjerembab. Jalan di tempat seperti ini butuh keseimbangan yang bagus. Aku bertiga dengan Mbak Ani dan Mbak Firsty berjalan bergandengan. Dan tahukah Kawan, kami rombongan pendaki nekat ini tak membawa satu pun lampu penerang, tak sampai pikiran kami ke benda satu itu, padahal itu yang paling penting.

Untungnya ada satu hape yang ada lampu kecil di depannya, hanya itu. Satu kebahagian menjadi pendaki adalah ketika bertemu pendaki lain

“Mau ke atas Mbak???”
“Iya, ini rutenya bener kan?”
“Ya terus saja. Selamat mendaki”, kata segerombolan pemuda itu berbarengan. Phuftt…rasanya semangatku seperti dilecut, api yang baru disulut, kobar

Menurun. Curam, lalu datar. Hamparan pasir yang tak bertepi. Dan pandanganku bertumpu pada gundukan-gundukan mahabesar. Deretan pegunungan. Subhanallah…

Kami terus berjalan. Mbak Zie secara rutin mengabsen kam
“Rizza, Moly, Ani, masih berdelapan kan kita?”
“Ya Mbak!!!” jawab kami serempak

Mas Mahfuzh dan Muchtar, dua lelaki itu seperti perisai. Satu di depan lalu kami berenam para wanita beriringan di tengah dan Muchtar menjaga dari belakang.  Seandainya tak ada mereka berdua, apa jadinya perjalanan ini, pendakian enam orang wanita setengah anak-anak. Bukan tidak mungkin tapi meragukan. Seberapa banyak dan kuat wanita, tetap harus ada lelaki yang mendampingi.

Tak hanya aku, semuanya lelah. Kaki ini entah sudah berapa kilo berjalan. Kami duduk-duduk sebentar, mengatur nafas, meneguk air. Alas dudukku adalah pasir yang berpola indah dengan kilaunya yang menakjubkan. Di atasku ada langit dan bintangnya. Bintang itu. Lebih banyak dari tadi,dan langitnya, biru semburat putih. Belum pernah mataku menangkap langit sesempurna itu sebelumnya. Alhamdulillah

Perjalanan kami akan usai jika sudah bertemu dengan tangga, tangga untuk menggapai puncak Bromo. Tak ada petunjuk apapun, bahkan dengan cahaya minim. Kami benar-benar memaksimalkan penglihatan, menangkap cahaya dari lejauhan, barangkali itu rombongan pendaki. Karena cahaya yang minim itulah kami berulang kali menghindar dan takut bila ada cekungan. Jangan jangan jurang !!!

Berulang kali kami salah jalan. Menuruni bukit beroasir yang curam, bila aku tak bisa melangkahi lubang yang lebar maka aku akan ngesot, atau jika curam itu tak mungkin kuturuni dengan tegak maka aku duduk dan meluncur, selayaknya anak kecil yang main perosotan. Banyak cara menaklukkan tantangan kan? Aku nggak boleh menyerah apapun yang terjadi

Kami akhirnya bertemu dengan banyak rombongan pendaki, bersama menyusuri jalan diselingi riuh perkenalan, berhenti sejenak untuk menselonjorkan kaki bersandar pada lincak. Saat itulah aku dihampiri seekor kuda. Teman-temanku Sholat Shubuh dan aku melanjutkan perjalnan dengan kuda, Naik kuda, sebuah kesenangan yang pernah kucecapi di masa kecilku.
Shalat Jamaah Shubuh Di Tanah Bromo


Mengikuti irama gerak kuda, menduduki kulitnya yang lembut. Kurasakan daging dan tulangnya yang kokoh. Diatas tubuhnya kulihat semburat kekuningan fajar shidiq di ujung  sana, Indah sekali…

Dingin juga kian merajai, hela nafas yang keluar dari mulutku serupa mereka yang ada dalam musim salju. Berasap. Dingin.

Kulihat tangga menjulang di depan sana. Benarlah kata temanku kemarin, 500 buah anak tangga!!! Aku menaikinya setelah teman-teman menghampiri, sebelum naik, narsis duluuu…
 

Kunaiki satu-persatu anak tangga. Agak licin  banyak pasir disana. Ada dua lajur dalam tangga ini. Lajur naik dan turu, Dan…akhirnya…semua perjuanganku terbayar Kawan !!!

Aku benar-benar berada di puncak Bromo, sebuah hal yang semalam sempat aku sangsikan. Dan pagi ini kulihat sunrise indah disini. Tidak ada yang tidak mungkin.

Kawan. Jika aku saja sudah menaklukan ketakutanku dan aku mampu, mengapa kau tidak?
Jika ada keyakinan pasti bisa. Kalau tak juga yakin maka nekatlah!, dan keyakinanmu akan muncul seiring kenekatanmu yang memuncak.


Aku sudah menembus batasku.  kujejaki Bromo hari ini, kuwujudkan satu mimpiku. Dan mimpiku masih berderet. Aku akan terus bermimpi dan mewujudkannya. Ayo Kawan tembuslah batasmu !!!!

Salam semangat tanpa batas dariku untukmu ^_^


Tidak ada komentar:

Posting Komentar