Senin, 30 Desember 2013

My Letters : UNTUKMU, MAHASISWA DENGAN SKRIPSI

Assalamualaikum Kawan, apa kabar? Semoga kau baik-baik saja. Begitu pula denganku, alhamdulillah aku sehat. Surat ini kutulis untukmu bukan karena aku telah menyelesaikan skripsiku, sama sepertimu, aku adalah mahasiswa dengan skripsi yang bisa diartikan aku sedang menyelesaikan skripsiku. Jadi surat ini kutulis, kurang lebih juga untuk diriku sendiri.

Menjadi mahasiswa dengan skripsi, tak pernah aku membayangkan akan mengalami fase hidup seperti ini. Dulu saat aku masih duduk di semester  awal. Aku sering dicurhati kakak-kakak tingkatku tentang skripsinya. Tentang data-data yang tak kunjung ia dapatkan, tentang judul yang bolak-balik harus diganti atau tentang dosen yang susah ditemui. Semua itu diceritakan mereka padaku, selayaknya pendengar dan adik tingkat yang baik, aku pun mendengarkan dan memberi motivasi padanya bahwa ia pasti bisa menyelesaikan skripsinya. Kamu pasti bisa!

Kini saat aku berada pada posisi mereka, aku benar-benar merasakan apa yang mereka rasakan, aku merasakan apa yang dulu pernah kudengar. Dari semua yang kualami aku hanya bisa mengucap oh ternyata begini rasanya.... Ternyata begini rasanya menjadi mahasiswa dengan skripsi. Rasanya tiada hari tanpa memikirkan skripsi. Kalaupun ada waktu luang untuk sekedar dolan, pas sampai di rumah selalu ingat skripsi. Apakah kalian juga begitu?


Mungkin kalian anggap aku terlalu berlebihan atau terlalu serius, tapi inilah adanya. Skripsi bagiku ibarat beban yang berat dan jika aku tak ingin terbebani maka aku harus segera menyelesaikannya. Aku boleh saja berniat untuk cepat-cepat menyelesaikan skripsi tapi ternyata godaan skripsi itu sangat berat dan pekat. Malas dan jengah. Malas yang akut, bahkan untuk sekedar menyentuhnya. Apakah kalian juga begitu?

Malas itu menelikungku habis-habisan, waktuku banyak terbuang oleh aktivitas santai santai. Bagaimana tidak di semesterku yang ketujuh  ini sudah tak ada mata kuliah yang memberatkan, hanya tiga mata kuliah saja. Praktis waktu luangku banyak. Kuhabiskan waktuku untuk sesekali menggarap skripsi dan mengurus organisasiku, atau sesekali fesbukan, twitteran. Jika dikalkulasi waktuku untuk organisasi dan fb lebih banyak daripada untuk skripsi! Astaghfirullah...

Saat aku menuliskan surat ini, aku tersadar bahwa waktuku untuk skripsi tinggal tiga bulan lagi, belum terpotong masa praktek kerja lapangan yang bulan depan segera kujelang. Aku pernah menuliskan dalam daftar impianku begini:

Bulan Desember skripsi harus selesai

Sekarang bulan Desember  dan belum selesai, aku masih  menggarap Bab IV dan Bab V, dataku juga belum perfect kurasa. Bab I-III juga masih perlu di kroscek. Bagaimana ini? Ada sedikit sesal atas banyak waktu yang terbuang, tapi ini salahku kan?  jadi aku harus menanggungnya, aku harus segera menyelesaikan skripsiku di sisa-sisa waktu yang kupunya sebelum ujian skripsi digelar April nanti. Bismillah..

Apakah kau juga begitua? Aku harap tidak, jangan tiru aku. Eh iya, bagaimana dengan skripsimu? Dari tadi aku terus bercerita tentang aku dan skripsiku. Kuharap skripsimu lancar jaya ya, bagaimana? Apakah penelitianmu sudah selesai? Apakah analisis datamu lancar? Semoga. Mari kita selesaikan bersama-sama.

Menjadi mahasiswa dengan skripsi, beginilah lika-likunya. Kau juga merasakannya kan? Ini konsekuensi kita sebagai mahasiswa. Mendaftar dan masuk menjadi salah satu mahsiswa di sebuah kampus mudah saja, tapi untuk keluar dari kampus itu dengan ‘hormat’ kita harus melewati ini. Skripsi.

Ini Impianku, impianmu juga kan? ^_^

Aku tahu, tak semua orang suka dengan aturan-aturan, tak semua orang suka dengan sistematisasi kehidupan dan tak semua orang suka atau bisa hidup dengan sebuah kata SKRIPSI. Tapi seperti halnya kehidupan yang punya sepaket konsekuensi, kita hanya berkewajiban menjalaninya dan menyelesaikannya jika kita ingin diakui.

Aku juga tahu, gelar bukan segala-galanya. Aku pribadi tak peduli dengan apa gelarku nanti, aku cukup nyaman dengan namaku sendiri tanpa ada ‘sayap’ gelar sebagai pelengkapnya. Apakah kau sama sepertiku? Lantas, jika gelar bukanlah tujuan utama akankah kita lari begitu saja? Meski dalam diri kita tak berdampak apa-apa atau kita tak terlalu menginginkan ia tersemat dalam nama kita. Ingat! Ada mereka yang menanti kita bertoga, mereka yang selama ini mendoakan kesuksesan belajar kita. Mereka tak pernah menginginkan apa-apa. Mereka hanya punya mimpi, melihat kamu dan aku diwisuda. Itu saja.

Kita sudah memulai. Mau tak mau, suka tidak suka kita harus mengakhirinya. Ada banyak cara mengakhiri status sebagai mahasiswa. Tapi hanya ada satu cara yang diakui Indonesia yakni LULUS SKRIPSI.

Bismillah... mari kita selesaikan, semoga Allah memudahkan. Ini dulu ya, surat dariku. Titip salam untuk sebuah file yang tersimpan manis di laptopmu: SKRIPSI.

RIZZA NASIR







2 komentar:

  1. Balasan
    1. Iya.... semangat juga buat kamu ya ^_^
      Terima kasih sudah membaca tulisan-tulisan saya ^_^

      Hapus