Wisuda, memakai toga, berfoto bersama keluarga, mendapatkan
ucapan selamat dari teman dan saudara. Lalu apa? Setelah seminggu berlalu hal
membahagiakan itu tinggal kenangan. Ya, sadis sekali ya bahasanya, masak
perjuangan skripsi yang sampai jungkir balik itu dibilang tinggal kenangan? Ya,
memang begitulah adanya!
Foto wisuda yang membahagiakan itu oleh sebagian orang akan
ia pajang di rumahnya. Sebagai kebanggaan, kalau ada tamu yang datang, sebagian
orang lain menyimpannya, karena malu dilihat banyak orang. Ah orang memang
macam-macam karakternya, tapi anehnya tanggapan orang lain setelah melihat
saudaranya wisuda sarjana selalu sama, “sekarang kerja dimana?”, “Sibuk apa nih
setelah sarjana?”
Untuk itu perlu ada perencanaan hidup selanjutnya pasca
memperoleh gelar sarjana, atau menyelesaikan pendidikan kita. Apa yang kita
lakukan selanjutnya? Mungkin ini bisa menjadi gambaran:
1. Bekerja
Perguruan tinggi setingkat strata S1 bergelar sarjana adalah
tingkatan pendidikan tinggi. Orang yang lulus dari institusi itu dengan
disiplin ilmu yang diambilnya dikatakan orang yang profesional di bidangnya.
Lantas apa yang dilakukan selanjutnya selain bekerja? Mengaplikasikan ilmu
untuk memperoleh penghidupan, sah-sah saja. Toh hidup juga butuh uang.
**Cari pekerjaan yang sesuai dengan disiplin ilmu (ijazah
yang dikantongi, itu modal!)
** Cari pekerjaan yang sesuai minatmu, karena ada pula
mahasiswa yang sebenarnya kurang sreg dengan jurusan yang diambilnya. Bagaimana
bisa bekerja dengan profesional kalau tidak sreg? Cari pekerjaan yang sreg di
hati. Tak sesuai gelar? Tak masalah! Pintu rezeki tak hanya satu!
Disadari atau tidak, pada akhirnya seseorang yang bekerja
selalu ada sisi materialis. Ingin mendapatkan uang, uang dan uang. Siapa yang tidak
ingin hidup serba berkecukupan? Tapi mengejar kekayaan tentu tak akan pernah
menemui tepian. Sudah dapat A masih kurang, kurang dan kurang! Manusiawi
sekali. Untuk itulah perlu adanya jiwa 3 M, memberi, mengabdi dan mensyukuri.
Kalau bekerja dengan jiwa memberi dan mengabdi, kita akan
memberikan kontribusi yang terbaik untuk pekerjaan kita, menjaga
profesionalitas dan kualitas kerja. Selanjutnya berapapun gaji yang diberikan,
jangan lupa untuk disyukuri. Tambah gaji? Sabar, hidup adalah proses, begitu juga
bekerja
Sebelum kamu sarjana, ada baiknya berpikir “Bekerja dimana
ya?”
2. Menjadi pengusaha
Jika kamu punya jiwa yang tak mau diatur atasan, tak suka
ada batasan aturan, suka mengekplorasi hal baru, tak mudah menyerah, tahan
banting tak ada salahnya mencoba berwirausaha. Usaha apa? Cari peluang!
Kalau kamu tinggal di daerah yang padat penduduk dan banyak
ibu-ibu menganggur tak ada salahnya mengajak mereka membuat kerajinan dari kain
perca atau bokol bekas. Membuat jajanan khas daerah itu untuk dijual? Siapa
tahu mendapat pengakuan.
Membuka warung makan, membuat bros, menjahit jilbab, menjual
baju-baju, membuat kue, Budidaya lele, budidaya tanaman hias, tanaman sehati ,
percetakan buku, percetakan undangan dll. Selain yang saya tuliskan, kamu tentu
punya ide wirausaha lain yang brilian! Segera wujudkan!
Modal bagaimana? Kata Pak Dahlan Iskan, untuk berwirausaha
tak perlu memikirkan modal besar dahulu. Modal kecil dulu saja. Tentu kamu
punya tabungan bukan? Seratus ribu dua ratus ribu, ada? Satu juta, ada? Itu
dulu, mulailah wirausaha dengan modal yang kamu punya sekarang. Jika Tuhan
merestui kelak usaha dari modal kecil
itu akan tumbuh menjadi usaha besar yang dapat menyerap tenaga kerja banyak
jiwa dan mengurangi angka tuna karya di negeri ini. Bukankah itu mulia sekali!
Adakah bayangan, mau berwirausaha apa?
3. Memegang kendali
usaha orang tua
Ada sebagian anak yang terlahir dari orang tua yang sudah
berwirausha dan lumayan berkembang hingga bisa membiayai anaknya menjadi
sarjana. Setelah sarjana, tak ada salahnya menggantikan orang tua untuk
mengembangkan usaha rintisan orang tua itu. Tentu akan lebih mudah, karena kita
tinggal melanjutkan apa yang selama ini sudah berjalan. Tempat sudah ada,
relasi sudah dimana-mana. Kita hanya harus melanjutkannya dan mencari inovasi
baru untuk perkembangan lebih baik lagi.
Kalau tidak sesuai dengan minat dan gelar sarjana kita
bagaimana? Jika kamu memiliki banyak saudara, saya yakin diantara saudaramu ada
yang mewarisi jiwa wirausaha senada dengan orang tuamu, mohon izin pada mereka,
“biar adik saja yang meneruskan usaha bapak, saya ingin membuka usaha sendiri”
3. Menikah
Buat yang sudah punya calon istri atau calon suami. Setelah
sarjana, inilah saatnya kalian menikah. Sebenarnya menikah saat masih menempuh
pendidikan pun tidak dilarang, tapi banyak juga yang berpendapat “nanti saja
kalau sudah lulus kuliah” Nah sekarang sudah lulus kuliah kan? Untuk apa lagi
ditunda?
Untuk yang punya pacar, gebetan atau TTM-an atau nama
lainnya. Kalau sudah mantap dan benar-benar mencintainya dan yakin ia baik
untuk kita. Untuk apa ditunda? Sudah kenal lama kan? Sudah cocok kan? Katanya
pacaran itu untuk perkenalan, katanya pacaran itu untuk mencari kecocokan?
Kalau sudah tidak cocok untuk apa dipertahankan?
Saya pribadi tidak menyarankan pembaca untuk pacaran.
Sebagai muslim saya memahami jika tidak ada pacaran dalam islam, tidak ada pula
pacaran islami. Itu hanya istilah anak muda ababil saja! Islam hanya mengenal
pernikahan. Nikah, itu adalah satu-satunya institusi yang menghalalkan hubungan
antara seorang lelaki dan perempuan.
Jika kamu punya menyukai seorang gadis, tanyakan dimana
rumahnya lalu berbicaralah disana bersama orang tuanya. Apa tidak kaget si
gadis tiba-tiba kita ada lelaki datang tiba-tiba minta dinikahi? Insyaallah
kalau ia gadis sholihah dan orang tuanya mengerti syariah, mereka pasti senang
dengan anak muda pemberani sepertimu! Lakukan taaruf dan kalau cocok, segeralah
menikah. Insyaallah barakah.
Belum kerja? Belum mapan? Bukankah dengan menikah Allah
membukakan pintu rezeki? Ini janji Allah lho dan Allah tak mungkin ingkar
janji. Berapa banyak lelaki yang mapan dan berkecukupan setelah menikah,
prestasinya melejit. Padahal saat kuliah dia bukan siapa-siapa dan tak punya
apa-apa. Berkacalah pada mereka.
Untuk yang perempuan. Biasanya perempuan suka malu-malu
untuk mengungkapkan perasaan. Apa harus menunggu? Jika dengan menunggu kamu
bisa melakukan hal-hal positif silahkan ditunggu. Toh kalau jodoh akhirnya
pasti menikah juga dengan dia, tak akan pernah tertukar dengan yang lain.
Apa harus diungkapkan? Jika kamu memilih langkah ini, cukup
ungkapkan pada lelaki yang kau kehendaki saja, jangan diumbar kemana-mana.
Selanjutnya pasrahkan dan menunggulah bersama Allah untuk pernikahan.
Yang terpenting jaga kehormatanmu sebagai perempuan. Jangan
mencari-cari perhatian atau bertingkah berlebihan. Perempuan shalihah, anggun
dan bisa menjaga kehormatan dirinya. Itulah perempuan idaman.
Jika belum ada calon untuk diajak menikah, baiknya perkaya
ilmu untuk menuju gerbang pernikahan. Bagaimana menjadi istri dan suami yang
baik, belajar memasak, belajar parenting, belajar interior rumah dll.
4. Mendaftar
Pascasarjana
Melanjutkan kuliah lagi adalah pilihan yang tepat pula.
Seseorang yang cinta keilmuan dan akademisi selalu ingin sekolah lagi dan lagi.
Jika ada biaya untuk mendaftar, jika ada komitmen untuk sungguh-sungguh
menyelesaikan. Tak ada salahnya mendaftar pascasarjana. Prodi apa? Tanyakan
pada hatimu!
Sekian, semoga bermanfaat bagi teman-teman yang sedang menunggu
proses sarjana, atau yang sudah sarjana. Tidak ada kata terlambat untuk
memulai. Memulai langkah selanjutnya untuk hidup lebih baik! Sarjana bukan
hanya sebuah gelar yang tersemat dibelakang nama, sarjana adalah sebuah
tanggung jawab besar untuk berkontribusi di kehidupan.
Pesan indonesia untuk para sarjana, jangan menambah angka
pengangguran di negeri ini!
Salam
Rizza Nasir
kalau ada waktu, boleh baca ini juga ^_^
Rencana (Pasca) Sarjana #2
Rencana (Pasca) Sarjana #2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar