Jika Allah mengizinkan, suatu hari nanti aku akan memiliki yang seperti gambar ini. Amin. |
Lahir di dunia
ini sebagai manusia adalah satu kehormatan tersendiri bagi kita, terlahir
sebagai manusia berarti kita diberi keistimewaan setingkat lebih mulia daripada
hewan, tumbuhan dan makhluk lainnya. Manusia dianugrahi intuisi untuk berpikir,
berdzikir dan melaksanakan amal-amal yang bermanfaat untuk kehidupan. Pantaslah
dalam Tarbiyah Ulul Albab, dzikir, pikir
dan amal sholeh menjadi tiga pilar utama.
Allah
menciptakan semuanya berpasangan. Ada pagi ada petang, ada lelaki ada
perempuan, ada sehat ada sakit, ada hidup ada pula mati. Semuanya diciptakan
berdampingan. Karena jika hanya ada pagi, manusia tak akan pernah melihat
bintang, jika hanya ada hidup, manusia hanya akan berkubang kesombongan. Jika
hanya ada Adam, tak akan pernah ada peristiwa kelahiran, tak akan pernah ada
Muhammad yang membawa risalah islam.
Tak akan pernah
habis kita membincang masalah kewanitaan. Ada fiqh wanita, kajian keputrian,
senam hamil, lomba foto mom and kids. Mengapa
tak pernah ada fiqh putra, kajian keputraan atau lomba foto dad and kids? Wanita agaknya memang
menyita perhatian dunia dengan semua keistimewaan yang diberikan.
Pernah dengar
cerita tentang Timun Mas? Gadis cantik yang terlahir atau lebih tepatnya muncul
dari sebuah mentimun? Atau kisah bayi yang muncul dari bebatuan? Itu dongeng
sebelum tidur masa kecil kita. Dulu sewaktu saya masih kecil saya berulang kali
melihat mentimun, melihat dari berbagai sisi dan berpikir, bagaimana bisa bayi keluar dari sini? Meski begitu saya percaya
saja.
Setelah bisa
membaca dan melihat berbagai kejadiaan dan mulai bisa berpikir sebagai manusia,
saya mulai paham, bahwa seorang bayi itu terlahir dari rahim wanita. Seseorang
yang dipanggil ibu. Saya memanggil ibu saya dengan sebutan ibu. Teman-teman
saya memanggil dengan mama, ada juga yang sebutan Mak. Kenapa memanggil ibu saja harus berbeda? Mengapa tak ibu saja? Saya pernah bertanya begitu pada ibu saya dan
ibu saya hanya bisa tersenyum. Ibu, mama, bunda, emak, bu’e ma’e, apalah
panggilan itu, semuanya sama. Mereka adalah seorang ibu.
Pernah saya
bertanya pada ayah, kenapa harus ada hari
ibu? Hari ayah kapan? Kok di kalender tak ada?Ayah tidak iri pada ibu?
Begitu juga dengan hari Kartini. Kenapa
hanya Kartini saja yang berhari? Kenapa Soekarno tidak? Pertanyaan masa
kecil saya tentang ibu, ayah dan Kartini
tak pernah terjawab sempurna dan saya membiarkannya menjadi tanya sampai saya
tumbuh menjadi seorang wanita.
Laki-laki dan
perempuan adalah dua jenis manusia. Kalaupun ada khunsa – berkelamin ganda- yang benar-benar khunsa itu pengecualian dan bagian dari kemahaan Allah. Laki-laki
dan perempuan memiliki kedudukan sejajar sebagai manusia, dihukumi sebagai makhluk. Jika ada hari ibu harusnya ada
hari ayah juga kan? Bukankah kita sama?
Perdebatan
tentang ada tidaknya hari ayah atau ibu memang tak sepatutnya terjadi, karena
sejatinya hari ibu adalah sebuah peringatan hari, buatan manusia. Selama kita
masih hidup dan memiliki ibu, setiap hari yang kita miliki adalah hari ibu.
Hari untuk terus membahagiakan ibu. Pun setelah ibu tiada, setiap hari kita
adalah hari ibu karena kita masih berkewajiban mendoakannya.
Bagaimana dengan
ayah? Tidak adil jika kita mengistimewakan ibu dan mengesampingkan ayah.
Bukankah menjadi ibu karena ada seorang lelaki yang mau menjadi ayah? Meski
kata ibu disebutkan tiga kali lebih
banyak daripada kata ayah. Ayah tetaplah ayah, yang membersamai ibu menjadi
ibu. Ayah adalah yang membiayai semua keperluan ibu menjadi ibu, ayah adalah
yang membantu ibu menjadi ibu. Bersama-sama mendidik kita. Meski hari ayah
tidak ada di kalender, saya yakin para lelaki tak akan pernah bertanya Kenapa tak ada hari untukku?
Setelah saya
dewasa, saya akhirnya memahami, kenapa hanya ada hari ibu di kalender. Karena
ibu punya rahim. Ayah pun lahir dari rahim ibu. Rahim, salah satu nama Allah yang berarti maha penyayang. Rahim
sebuah tempat disematkan Allah hanya pada tubuh wanita. Rahim yang menjadi
satu-satunya tempat teraman dan ternyaman bagi seorang anak manusia. Rahim yang
tak pernah terlepas sedetik saja dari tubuh wanita. Rahim yang dibawa
kemana-mana. Melekat, menyatu hingga menjadi cerminan sifat wanita yang
penyayang.
Keistimewaan
rahim yang diberikan oleh Allah kepada wanita seolah-olah adalah tantangan dari
Allah. Siapkah kamu menjadi wanita?
Siapkah kamu menjadi istri, mengandung, melahirkan dan mendidik anak-anakmu?
Hamil itu berat sekali, siapkah dirimu? Siapkah? . Tantangan yang telah
dijawab oleh mereka yang sudah berputera. Tantangan yang sudah dijawab oleh
ibu-ibu kita
.
Menjadi wanita,
hari ibu, hari kartini dan semua keistimewaan yang ada pada wanita, sejatinya
adalah sebuah tantangan besar, yang harus kita sambut dengan persiapan yang
matang. Menjadi ibu adalah kata tanggung jawab, menjadi ibu adalah adalah kata
sabar, menjadi ibu adalah menjadi semua yang anak butuhkan baik anak laki-laki
maupun anak perempuan. Banyak yang ingin menikah tapi tak banyak yang
mempersiapkan diri menjadi ibu.
Kini saya paham,
tak ada timun mas di dunia ini, tak ada bayi yang muncul dari batu. Semua bayi,
baik perempuan maupun laki-laki lahir dari rahim ibu. Saya juga memahami, bahwa
lelaki tak akan pernah iri, karena ia pun memahami, menjadi ibu itu berat
sekali.
Hari ibu,
memang ada di kalender, tapi untuk menjadi ayah dan ibu butu proses belajar
setiap hari. Menjadi anak pun begitu, tak cukup sehari untuk mencintai ayah dan
ibu. Dan akhirnya saya mengucapapkan Selamat hari Ibu, untuk calon ibu dan ayah
masa depan.
Rizza Nasir
Dibuat untuk buletin LDK At-Tarbiyah edisi
Desember-Januari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar