Empat bulan sudah saya
tergabung dalam tim PKLI Malaysia. Selama empat bulan ini, sebagai ‘pemain inti’
saya banyak sekali mendapatkan tekanan dan juga dukungan. Seperti halnya
program ini yang mengundang kontroversi banyak pihak, seperti itu pula hal ini
berimbas pada kami, pemainnya.
Jangan dikira bergabung
dalam PKLI Malaysia ini kami bahagia, melayang di awang-awang. Tidak, kami
tidak setenang itu. Jika saya menggunakan istilah bahagia dan nelangsa. Kami bahagia
karena kami lolos seleksi dan kami nelangsa karena hingga kini pilihan kami
menuai kontroversi. Tidak hanya dari civitas kampus, tapi dari teman-teman kami
sendiri.
Saat pertama kali
diumumkan dan nama saya ada di papan pengumuman, teman-teman saya yang saat itu
begitu berambisi lolos langsung berlaku berbeda pada saya. Ada yang jika
bertemu saya langsung melengos, ada yang tatapan matanya aneh tak seperti biasa.
Kadang saya bertanya, kenapa mereka begitu. Saya termasuk orang yang tidak bisa
lama marah dengan orang atau merasa orang lain marah dengan saya. Kalau kamu mau, nih ambil posisi saya, toh
saya juga tak terlalu menginginkan lolos, berbeda dengan kamu. Tapi tolong,
jadilah temanku yang dulu. Saya sudah berbesar hati begitu, tapi ternyata
posisi itu memang tak bisa digantikan dengan orang lain.
Banyak teman-teman saya
juga yang mengkritik program ini
Program
ini tuh program tidak beres, kenapa kamu mau bergabung?
Atau ada yang begini
Ini
bukan organisasi biasa, ini bukan percobaan. Kalau gagal yang rugi banyak.
Bagaimana nasib kalian? Kalau mereka tak bisa merealisasikan, ya jangan ngasih
janji macam-macam. Ini adalah bagian dari cosmetical branding atau bisa saja
ini permainan para pejabat kampus yang ingin bertahan di posisinya. Kalian itu
korban.
Begini juga ada
Denger-denger
yang ke Malaysia nggak bisa lulus bulan Mei lho. Skripsimu kan sudah hampir
selesai eman kalau nggak lulus Mei. PKLI di Indonesia aja yuk
Dan banyak lagi yang
lain. Apakah dalam posisi seperti ini saya bahagia? Apakah dengan lolos ke
Malaysia lalu muncul hal semacam ini saya bisa tidur nyenyak. Tidak! Ya dengan
tegas saya menjawab, saya sangat tidak bisa tidur dengan apa yang mereka
katakan. Saya tidak nyaman.
Kebetulan seorang teman
di UKM pernah ikut ke Malaysia melalui program ICP Fakultas Syariah. Begitu dia
pulang, saya langsung memberondong dia dengan berpuluh pertanyaan. Bagaimana keadaan disana? Kamu tinggal
dimana? Kira-kira kalau makan satu porsi berapa ringgit? Dan masih banyak
lagi. Dia menjawab semuanya. Dari dia saya mendapatkan banyak gambaran tentang
Malaysia. Saya juga menceritakan tentang pro kontra PKLI Fakultas Tarbiyah dan banyaknya
kritik yang saya terima dari keputusan saya.
Kalau
kamu mundur, bagaimana dengan mereka yang tak pernah mendapat kesempatan? Kalau
kamu mundur, apakah itu menjamin kamu sukses juga PKLI disini? Semua belum
dijalankan, wajar kalau banyak pihak serak. Nanti kalau kamu sudah berangkat
dan ada hasilnya semuanya pasti akan berbalik. Ini kesempatan, jangan
disia-siakan.
Ternyata tidak hanya
saya yang mengalami tekanan tapi juga
15 orang lainnya. Pernah dalam pertemuan langsung dengan penyelenggara (dekan
Fakultas Tarbiyah dan ICP) kami mengutarakan tentang adanya suara sumbang tentang program ini.
Ketika kami konfirmasi beliau hanya memastikan begini:
Saya
paling tak suka dengan statement ‘katanya’, katanya si A, katanya si B. Mereka
tak tahu kan apa yang sebenarnya terjadi? Mereka hanya menebak-nebak,
mengira-ngira. Mencari celah kesalahan. Informasi yang resmi dan benar itu
adalah informasi dari kami di forum seperti ini. Jangan terpengaruh pihak luar.
Saya
sudah menceritakan sejarahnya program ini kan? Bagaimana seluk beluknya hingga
ini bisa terealisasi. Dengan kalian saya buka semuanya. Orang lain tak ada yang
tahu selain kita. Sekarang begini, kita ini mau menembus batas. Kita ini akan
menjadi pelopor. Wajar kalau banyak orang sangsi, karena memang dulu belum
pernah ada disini. Kita ini mbabat alas. Kalian yang pertama. Kalau tak ada
kalian mana mungkin akan ada angkatan kedua dan seterusnya.
Kalian kenapa jadi lemah begini ha? Kalian semua itu peluru saya, harapan saya, kalau kalian lesu begini bagaimana?Sudah, sekarang tetap lurus ke depan. Kerjakan skripsi, perbaiki kemampuan bahasa inggris dan berangkatlah PKLI kesana.
Itulah yang dikatakan
Pak Nur Ali, dekan saya. Beliau sempat marah karena kami yang lembek. Mendengar penjelasan beliau, Bu
Ulfah dan Pak Yahya tempo hari, menbuat saya yakin dengan pilihan saya.
Karena beberapa hal,
memang akhirnya kami batal untuk PKLI di Indonesia (Baca di PKLI Malaysia 7 :
Ketika Harus Memilih) dan seorang teman memilih untuk mundur dari program ini
dan mengikuti PKLI di Indonesia. Sejak kemunduran dia banyak lagi datang serangan
Itu
buktinya dia bisa mundur, kenapa kamu tidak?
Jawabannya hanya satu,
dari awal saya tak pernah punya keinginan mundur! Saya ingir bertahan karena
saya ingin tahu apa yang tidak saya ketahui atau mereka ketahui itu saja.
Mereka mungkin tak pernah merasakan berada pada posisi saya. Mereka hanya
menyangka bahwa saya ini terlalu nurut dengan semua yang diberikan.
Apakah mereka pernah
merasakan sikap teman yang berubah karena keinginannya tak sampai? Apakah
mereka pernah merasakan perjuangan membuat paspor yang begitu pelik? Apakah
mereaka pernah merasakan menunggu tanpa kepastian? Apakah mereka merasakan
dibebani kebanggaan orang tua dan dibebani tekanan dari semua? Apakah mereka
pernah merasakan impian yang akan terjelang hilang tiba-tiba?
Mereka yang mengkritik
kami, karena mereka tak pernah berada pada posisi kami, posisi dilematis.
Sebuah posisi yang belum pernah ada yang menempati. Posisi komtroversial yang
dihujat banyak orang. Posisi yang mungkin juga diimpikan banyak orang. You
never fell what i fell, You never stand in my position, right?
Maka dari itu sejak
kemarin, jika ada yang mengkritiky lagi, kulontarkan pertanyaan begini
Jika
kamu ada pada posisiku apa yang kamu lakukan?
If
you in my posisition, what will you do?
Aku hanya ingin tahu,
apa yang akan mereka ambil jika mereka menempati posisiku. Aku juga ingin
mereka merasakan atau setidaknya berpura-pura berada di posisiku. Bagaimana
rasanya? Tidak mudah berada pada posisi ini. Andai mereka tahu.
Saya tak pernah
antipati dengan semua orang yang mengkritik program ini dan keputusan saya.
Sebagai pemain inti tentu tugas saya
adalah membawa permainan ini sampai selesai. Saya hanya harus fokus pada apa
yang telah saya jalani selama ini dan konsisten penuh terhadap pilihan yang
saya ambil.
Pro dan kontra pada setiap
hal itu memang selalu ada. Bukankah Allah menciptakan semuanya
berpasang-pasangan? Saya hanya harus menyikapinya dengan berbesar hati dan berusaha
tidak membenci. Saya percaya satu hal, bahwa sebuah wujud perhatian dan cinta
kita pada sesama, bukan hanya dengan selalu mendukung dan meng-iya-kan apa yang
kita lakukan tetapi juga dengan mengkritik dan membenahi.
Seperti ayah saya yang
memarahi saya karena saya bermain di tengah hujan atau karena saya bermain api.
Saat dia marah, mungkin saya akan menangis, saya hanya tak tahu, marah ayah
saya itu karena dia tak ingin saya sakit setelah main di hujan atau saya
terbakar karena saya api yang saya mainkan. Itu wujud cinta ayah pada saya.
Begitu juga dengan mereka.
Lewat tulisan ini saya ingin menyampaikam terima kasih kepada teman-teman saya. Baik yang mendukung maupun mengkritik keputusan saya dan program ini. Saya akan terus berjuang disini sampai permainan ini selesai. Mohon doanya ya, semoga saya bisa menyelesaikannya dengan gemilang. Amin
Lewat tulisan ini saya ingin menyampaikam terima kasih kepada teman-teman saya. Baik yang mendukung maupun mengkritik keputusan saya dan program ini. Saya akan terus berjuang disini sampai permainan ini selesai. Mohon doanya ya, semoga saya bisa menyelesaikannya dengan gemilang. Amin
RIZZA NASIR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar