Dimanakah kau letakkan dia? Di atas meja belajarmu? Atau di atas lemari? Apakah kau rutin membacanya atau hanya sekali-sekali?
Masih lekat diingatan
saya, dulu saat masih SD, saya selalu dimarahi ibu jika sudah sampai jam 4 sore
masih dolan, apalagi kalau
pulang-pulang bau sangit karena habis main masak-masakan atau rok basah karena
main air dengan teman-teman.
Bukan, ibu saya bukan
marah karena saya bermain, tapi ibu saya marah kalau saya tidak mengaji. Ya,
lazimnya anak kecil lain. Setiap sore habis shalat Ashar saya selalu mengaji di
masjid depan rumah saya, bersama teman-teman lainnya. Setiap hari, tanpa libur,
kecuali hari libur rutinan yakni hari Kamis.
Bahkan kami selalu
berlomba untuk selalu lancar membaca
Al-Qur’an, hingga boleh lanjut ke halaman selanjutnya. Kami berlomba siapa
paling banyak bacaannya, paling lancar bacaannya, dan siapa yang khatam
Al-Qur;an duluan. Ah... ternyata masa kecil saya begitu dekat dengan rutinitas
Qur’ani. Saya rasa tak hanya masa kecil saya, tapi juga masa kecil Anda.
Semangat dan cinta
anak-anak pada Al-Qur;an memang luar biasa, tapi seiring waktu, kedewasaan dan
kesibukan dunia seringkali mengikis rasa cinta kita. Hingga habis. Kita lupa,
bahwa Al-Qur’an di atas meja menunggu untuk dibaca, kita lupa telah sampai juz
berapa. Kita lupa bahwa membaca Al-Qur’an adalah penerang dan obat hati paling
mujarab yang pernah ada.
Seringkali, kita baca
novel berlembar-lembar, tapi Al-Qur’an, hanya selembar. Sering kita ikut kajian
masalah kekinian tapi kita enggan ikut kajian Al-Qur’an. Merasa sudah bisa,
merasa sudah pernah pernah mengikuti, bahkan merasa bosan! Padahal sejatinya,
tahu apa kita tentang Al-Qur’an? Kita tak tahu apa-apa, kecuali bacaannya.
Jika
masih sendiri saja malas baca Al-Qur’an, alasannya nggak punya waktu, sibuk
tugas, sibuk kerja. Lalu bagaimana nanti jika sudah punya suami? Jika cucian
menumpuk setiap hari, jika anak-anak selalu merengek minta ditunggui.
Bagaimana? Jangan-janagan Al-Qur’an milikmu hanya akan ada di atas lemari
selama berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun!
Itu yang saya dengar
dari ustadzah saya dulu. Ya, memang benar, kita terlalu banyak alasan.
Menjadikan kesibukan sebagai alibi untuk lalai pada kalam Illahi. Padahal dunia
ini butuh gadis-gadis shaliha yang mencintai Al-Qur’an. Rahim-rahim ini butuh
empunya yang selalu merapal Al-Qur’an, anak-anak ini butuh bunda-bunda yang
setia mengajarkan Al-Qur’an padanya.
Membacakan kisah-kisah
teladan di Al-Qur’an, mengajarkan alif, ba, ta hingga lancar. Anak-anak butuh
sosok teladan yang menyejukkan. Bunda-bunda akhir zaman yang memiliki bibir
yang basah dengan Al-Qur’an. Anak-anak butuh ayah yang sabar menyimak bacaan.
Ayah yang menyejukkan dengan nasehat Qur’ani.
Al-Qur’an, bukan untuk
ditumpuk begitu saja. Al-Qur’an untuk dibaca. Alangkah indahnya masa depan umat
ini, jika semua pemuda mencintai Al-Qur’an. Jika semua pemuda membaca Al-Qur’an
di setiap akhir sujudnya. Menjadikannya rutinitas yang berkualitas setiap hari.
Pemuda-pemuda yang tak hanya mengkaji ilmu dunia tapi juga mengkaji Al-Qur’an
dengan hati terbuka.
Jika melihat anak-anak
berbusana muslim dan mendekap mushafnya, bersemangat membaca Al-Qur’an meski
terbata-bata. Tidakkah kita yang dewasa ini malu? Apakah membaca dan belajar
Al-Quran hanya kewajiban anak-anak saja di TPQ? Tidak! Kewajiban kita juga
sebagai orang tuanya dan calon-calon orang tua masa depan.
Alangkah bahagianya
anak-anak kita, jika terlahir dari seorang ayah yang selalu membaca Al-Qur’an
di setiap akhir shalatnya. Alangkah bahagianya anak-anak kita jika terlahir
dari seorang bunda yang selalu membaca dan mendalami artinya. Kita tak akan
kesulitan menuruh mereka mengaji di masjid dengan teman-temannya. Karena mereka
sudah terbiasa melihat kita melakukan hal yang sama. Bukankah mendidik dengan
teladan itu menyejukkan? Wallahu’alam
Sudahkah
kau membaca Al-Qur’an hari ini?
RIZZA
NASIR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar