Aku masih
harus mencetak beberapa kue bolu kukus ketika Farid memintaku merapikan
bajunya. Baju kokonya. Ia akan diantar ke mantri setengah empat sore. Ya, dia
akan khitan. Sunat! Sebenarnya sudah lama aku menantikan saat-saat ini, aku cukup
khawatir dengan zakarnya yang kecil. Apakah itu normal untuk seorang lelaki
seumurnya?
Farid memang gemuk sejak kecil, mungkin itulah yang menyebabkan pertumbuhan zakarnya kalah oleh lemak ditubuhnya. Aku sudah cukup lega ketika tahu kabar itu, meski aku harus menahan malu menanyakannya pada lelaki yang kupercaya. Lebih baik aku malu daripada aku harus acuh pada adikku! Sebagai kakak perempuan, sudah naluriku memperhatikan hal sedetail itu.
Masih
kudengar tangisannya, mungkin biusnya hilang, mungkin ia merasakan panas sekali
di selangkangannya. Untung ada Faisal yang menemani. Tak ada yang boleh masuk
ke kamarnya kecuali Faisal, ibu saja tidak boleh, apalagi aku? Aku cukup
mendengarkan saja rintihannya. Tidak tega sebenarnya, tapi aku harus bagaimana?
Mungkin memang begitu sakit setelah khitan, semua lelaki mengalaminya. Sekali
seumur hidup. Aku percaya, jika terlahir sebagai lelaki, maka ia pasti kuat
menahan sakitnya sunat, seperti halnya perempuan yang kuat menahan sakitnya
melahirkan. Bahkan tak cukup sekali! Hmm... aku kelak pasti kuat!
Kini dua
adikku sudah sunat semua. Satu kekhawatiranku telah usai. Semua berjalan lancar
dan dia baik-baik saja. Meski kedatangan banyak tamu beberapa hari ini dan
harus memberikan hidangan dan sambutan yang baik, aku senang, lega, bahagia
saat penting sepert ini aku bisa pulang, meninggalkan Jogja dan semua
kesibukannya. Melaksanakan kewajibanku sebagai seorang mbakyu untuk
adik-adikku.
Mereka
adik-adikku, jaraknya empat tahun dan sepuluh tahun lebih muda dari usiaku. Aku
bersyukur terlahir sebagai kakak dari dua lelaki itu. Lelaki remaja tanggung
yang menyebalkan tapi amat kusayangi. Lelaki yang kadang menjahiliku hingga
kehilangan kesabaran namun saat aku jauh sangat kurindukan. Lelaki yang sering
membuatku menangis dan geregetan tetapi sangat melindungiku. Seakan-akan aku
ini bukan kakaknya, merekalah kakakku.
Sejenak aku
terpikir, bagaimana jika kelak mereka mengenal perempuan? Oh, Faisal sudah
mengenalnya, bahkan setahun belakangan ini dia rajin menceritakan perempuan
yang dipacarinya. Ah, adikku sudah besar rupanya, ia lebih pintar dariku soal
cinta. Aku tak akan menasehati dia tentang keharaman pacaran atau tak ada
pacaran dalam Islam. Aku yakin Faisal sudah memahami itu, hanya saja nafsu
mudanya yang membuat dia tetap meneruskan hubungannya. Aku hanya menasehatinya,
“Jangan macam-macam dengan perempuan Le, ingat kamu punya kakak
perempuan dan ibu, hormati dia seperti kamu menghormati kami”
Aku percaya
cinta yang Faisal miliki sekarang adalah cinta muda yang belum serius pada
pernikahan, suatu hari nanti saat rasa ingin tahunya tergenapi, saat ia merasa
sudah jenuh pada masa mudanya, ia akan paham, bahwa hidup tak melulu soal
pacar, have fun dan fashion. Kelak ia akan tahu bahwa banyak hal harus
diperjuangkan, banyak hal pula harus dikorbankan, biarkan waktu yang
mendewasakan dia, yang jelas sejak ayah sakit parah, ia terlihat lebih
mengerti, manut dan dewasa.
“Nanti
aku menikah lebuh dulu lho ya, nanti kamu yang jagain anak-anakku, lalu kamu
dipanggil Paklik” godaku padanya. Dia selalu bertanya mengapa aku tak
segera punya pacar, ia selalu meledekku, bahwa aku tak laku. Enak saja dia
bilang begitu! Memang kelihatannya aku cuek dengan lelaki, tapi tentu saja aku
punya mimpi menjadi istri, ibu dan anak-anak yang lucu. Meski sekarang Faisal
yang memiliki pacar lebih dulu, dan aku tak pernah punya keinginan pacaran, aku
yakin akan menikah duluan. Tentu saja!
Aku kakaknya! Dia menyanggupi perjanjian ini. Dia bilang akan bekerja dulu sebelum
memutuskan menikah. Tentu, usianya masih 18 tahun, pikiran untuk menikah tentu
masih jauh.
Kelak,
Faisal dan Farid akan menemukan gadis pilihannya, lalu akan bercerita
padaku-seperti biasa- kalau ia menyukai gadis itu, barangkali ia memintaku
melamarkannya. Lalu aku dan suamiku akan mencari tahu siapa gadis itu,aku akan
coba mengenal gadis pujaan hati adikku. Gadis seperti apa yang nanti akan
mendampingi hari tua mereka. Gadis yang akan menjadi istri, ibu dan pengelola
keuangan adik-adikku. Ah, mereka boros sekali! Semoga Allah menjodohkannya
dengan gadis yang pandai mengatur uang.
Mungkin
beberapa waktu setelahnya, kami mempersiapkan lamaran, aku juga akan menjadi
saksi adikku mengucap ijab kabul. Saat itu, adikku bukanlah adikku yang jahil,
adikku berubah menjadi lelaki dewasa, lelaki yang siap memimpin rumah tangganya
bersama gadis sholihah. Ah, pasti tanpan sekali Faisal dan Farid nanti.
Aku dan
suamiku akan menjalani hidup kami seperti sebelumnya, bekerja dan membesarkan
putra-putri kami, sampai suatu hari Faisal dan Farid meneleponku, memberitahu
bahwa mereka akan menjadi ayah. Aku akan sangat senang, berarti sebentar lagi
cucu ayah bertambah, sebenatar lagi Faisal dan Farid akan jadi ayah dan aku
akan dipanggil Budhe Rizza. Ah, Budhe? Tua sekali kedengarannya!
Ah..
sudah-sudah! Aku terlalu jauh berkhayal. Sekarang Farid baru disunat, Faisal
masih semster satu, bagaimana bisa aku berkhayal sejauh itu? Aku sendiri pun
belum dipertemukan dengan lelaki yang akan menjadi kakak ipar mereka. Sudah
bertemu belum ya? Atau jangan-jangan sudah bertemu tapi aku belum tahu kalau sebenarnya
dialah kakak ipar Faisal dan Farid? Hey kakak ipar adikku, siapa namamu?
Aku hanya
berharap dan berdoa, semoga Faisal dan Farid tunbuh menjadi lelaki yang sholih,
baik hati, rajin sholat, giat belajar, berorganisasi dan bila sudah sampai
waktunya masuk dunia kerja. Mereka akan menjadi lelaki yang punya etos kerja
yang tinggi. Cita-cita Faisal menjadi petani sukses, mengelola sawah ayah.
Sejak ayah sakit, sawah milik keluargaku hanya digarap sekenanya atau
disewakan. Faisal berniat mengambil alihnya. Bagaimanapun ia adalah anak lelaki
pertama. Aku jelas tidak mungkin, kurasa aku bukan terlahir sebagai petani,
tapi sebagai penulis, pengusaha dan pendidik. Setidaknya itulah cita-citaku.
Farid beda lagi, dia ingin pintar bermain aneka alat musik, dia ingin pula
menjadi pengusaha kerajinan, entah apa nanti, yang jelas diantara kami bertiga
Farid memang paling cinta musik dan kreatif
Mereka adalah lelaki, pemimpin,
pemberi penghidupan, pengayom keluarga. Berat sekali tanggung jawab kalian
adikku. Jika aku boleh membantah, tentu semua hal itu tak mutlak dibebankan
kepadamu, perempuanmu nanti juga punya kewajiban yang sama. Kuberi tahu satu
rahasia, saat kalian dewasa nanti, kalian akan mengerti arti kerjasama, sama
kerja, semua punya andil dan tanggung jawab, dalam semua aspek kehidupan
berlaku begitu! tak terkecuali dalam
berumah tangga. Tak melulu lelaki yang ditekan dalam hal penghidupan, tak
melulu perempuan yang ditekan dalam hal perawatan dan pendidikan. It’s about
life partner!
Semoga Allah menjagamu menjadi
lelakiku yang sholih, ramah dan gagah
Love u Faisal n Farid
Salam
Mbak Rizza
Tidak ada komentar:
Posting Komentar