Setelah dokter Anthony pergi dua orang
perawat masuk. Membawa pakaian ganti untukku. “Rizza sudah mandi?”
“Belum Sus, dari tadi ada pemeriksaan
sampai nggak sempat mandi?”
“Bisa mandi sendiri atau Mbak-mbak perawat
yang memandikan?”
“Tidak sus saya masih bisa mandi sendiri
kok, malu ah dimandikan, kayak anak kecil saja, haha… “
“Tapi nanti setelah operasi kami yang
memandikan ya, nggak usah malu, itu memang tugas kami”
“Memangnya nanti saya bakalan nggak bisa
mandi sendiri ya Sus?”
Suster berkacamata itu hanya tersenyum “Ayo
cepat mandi, keramas sekalian ya, hati-hati selang infusnya. Jangan sampai
darahnya naik lagi.
Oya, perlu diketahui, jika kamu sedang
diinfus jangan banyak gerak sepertiku ya! Tadi pagi darahku naik lho, cairan di
selang yang awalnya putih itu ada merahnya. Karena jarum yang sudah dipasang di
tanganku bergeser. Itu salahku memang. Kakean
polah!
“Mbak Rizza, setelah mandi nanti, nggak
usah pakai celana dalam dan bra ya cukup baju ini saja” suster itu menunjuk
baju ganti yang dibawanya. Baju yang sama saja dengan yang kupakai sekarang.
Modelnya sama, warnanya sama. Hijau pucat! Walaupun sehari ganti dua kali, aku
merasa seperti tidak ganti! Sama saja, tidak nyaman pakai baju semriwing seperti ini. Untung saja aku masih boleh pakai
jilbab.
“Rambutnya Mbak Rizza pendek atau panjang?,
Suster itu menelisik balik jilbabku, “ Oh ya, nanti diikat saja yang rapi.
Untuk kali ini saja Mbak Rizza nggak usah pakai jilbab ya? Nanti ada penutup
kepala khusus operasi kok, tenang saja”
Setelah suster itu pergi aku mandi dan
menuruti semua apa yang ia ucapkan. Termasuk keramas dan membersihkan bulu
ketiak dan kemaluan. Ya, suster tadi juga memerintahkan untuk melakukan itu. Untuk memudahkan saat operasi.
Aku tidak tahu apa maksudnya tapi aku manut saja, toh aku sama sekali tidak
rugi, aku malah suka karena tubuhku bersih sempurna. (maaf pembaca, mengenai
instruksi untuk tidak memakai pakaian dalam dan membersihkan bulu-bulu mungkin
tabu untuk dituliskan, tapi tetap saya tuliskan dan saya sama sekali tidak malu
karena ini saya niatkan untuk berbagi ilmu, memang begitulah adanya persiapan
pra bedah itu, jadi bagi yang hendak menjalani bedah apapun itu, tak usah kaget
ataupun malu)
Setelah mandi, ibu merapikan pakaian saya.
Meski itu adalah pakaian berwarna hijau pucat tadi. Ibu dengan pelan mengaitkan
tali-tali yang ada dibelakang itu. Sejam kemudian setelah rambutku kering, ibu
menyisiri rambutku dan mengepangnya. Semua ini persis sama seperti belasan
tahun lalu saat aku akan berangkat ke sekolah. Ibu selalu menyisiri rambutku,
dan menguncir dengan macam-macam pita atau bando, atau kepang. Sesuai
permintaanku ibu selalu melakukannya setiap pagi, dan setelah bertahun lamanya
aku tak pernah mengalami itu lagi karena harus hidup kost dan mandiri, pagi ini
ibuku melakukan hal itu. Membuatku terharu, mungkin juga ibu mersakan hal yang
sama, tapi ia memendamnya sepertiku.
Setelah rambutku tertata rapi, ibu melepas
cincin, giwang dan kalung yang sudah bertahun-tahun selalu kukenakan, dalam
operasi bedah tak boleh mengenakan perhiasan. Entah apa alasannya aku tak tahu.
Setelah semuanya selesai aku duduk manis dipinggir ranjang, memainkan kaki dan
ujung rambut yang dikepang ibu. Ah… sudah lama rambut ini tidak dimodel-model
seperti ini. Tak lama perawat datang membawaranjang beroda untukku.
“Rizza, sudah siap rupanya, ayo kita ke
ruang operasi Ini silahkan dipakai penutup kepalanya, usahakan rambutnya tidak
terlihat ya” Aku salim pada ibu lalu menaiki ranjang beroda itu. Sama sekali
tak ada rasa takut sekarang, ndredeg pun
tidak. Aku malah senyum-senyum sendiri. Ya
Allah, kejutan apa lagi ini? Aku akan segera dioperasi dan sakit ini akan
hilang.
Diary Appendectomy#9 Di Ruang Operasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar