“Kenapa banyak perempuan mencintaiku?"
“Maksud kamu? Ah ge-er kamu!”
“Aku tidak sedang bercanda, aku serius!”
“Haha, santai, kenapa sekarang kamu yang serius sih, iya
kenapa tadi?”
“Apa aku ganteng?”
“Hahaha, lagi-lagi kamu ge-er” kupasang emoticon tertawa
lebar
“Hey, ya sudah rupanya kamu lagi nggak mau di ajak cerita.
Terima kasih!” aku tertegun mendapatkan balasan darinya. Ada apa? Apa mungkin
aku melukai hatinya? Lalu kukirim sms balasan padanya, hitung-hitung sebagai
ucapan maaf kalau kalau aku benar-benar melukainya.
“Maaf ya, aku cuma bercanda kok. Oya, ngomong-ngomong soal
ganteng atau tidak, apa kamu sudah tanya pada ibumu?”
“Sudah, kata ibuku aku ganteng” aku kembali tertawa kecil. Orang tua mana yang tak mengatakan anak lelakinya ganteng? Ibuku saja yang punya dua anak lelaki selalu memuji dua adikku itu ganteng, padahal menurutku emang ganteng, haha. Lagi-lagi nepotisme itu masih ada meski soal pergantengan kukira. Aku tak bisa memungkiri itu. Cepat-cepat kubalas sms-nya
“Lalu kenapa kamu masih bertanya? Kamu sudah dapat
jawabannya kan? Kamu itu ganteng! Kata ibumu”
“Kalau menurutmu?” Ah, apa harus aku berkata jujur? Kalau
lelaki yang sedang mengajakku berbincang ini memang ganteng, menurutku. Sekali
lagi ganteng itu relatif. Bagiku semua lelaki itu ganteng.Kalau cantik apa
jadinya?
“Kamu itu ganteng, tapi masih gantengan masku” itu jawabanku
kalau ada yang bertanya, atau lebih tepatnya meminta penilaian soal tampang.
Mas disitu, aku pun tak tahu dia siapa, tapi pasti dia paling ganteng diantara
lelaki lainnya nanti. Setidaknya dimataku.
“Kenapa banyak perempuan mencintaiku?” ia mengulangi
pertanyaannya
“Ya, kamu tanya dong sama dia, kenapa sampai dia suka sama
kamu. Aku kan nggak tau persisnya alasannya. Aku ini bukan paranormal yang bisa
membaca hati manusia, haha”
“Kalau kamu tahu Za, rasanya itu tak enak kalau disukai
banyak perempuan. Setiap hari ada saja yang mencari perhatian. Ya, tentu saja
aku tak serta merta menolak perhatiaannya, aku takut dia tersinggung. Tapi
kalau aku memberikan perhatian balik, aku takut dia akan salah paham dan
akhirnya jatuh cinta padaku. Memangnya perempuan itu serapuh itu ya?”
Aku tercekat mendapatkan balasan darinya, ternyata begini ya
perasaan lelaki. Ternyata begini ya? Kukira semua lelaki akan sangat senang
ketika banyak perempuan gandrung padanya.
Kukira ia akan senang ketika banyak yang memperhatikannya. Ternyata dia
tersiksa! Oh kasihan!
“Tak semuanya perempuan itu seperti itu. Banyak juga
perempuan yang berhati baja. Sulit jatuh cinta, tak sedikit temanku yang
begitu. Jadi kalau kamu mengira semua perempuan itu rapuh kamu salah besar!”
“Jujur, aku tak tahu harus bagaimana lagi. Ingin rasanya aku
cuek dengan semua perempuan, tapi aku tak sejahat itu. Tak setega itu! Aku ini
memang ditakdirkan punya kepedulian tinggi, tapi aku juga nggak mau kalau
peduliku itu disalah artikan dan akhirnya banyak melukai”
Ya Rabb, apa yang harus kukatan pada lelaki ini. Dia memang
lelaki yang baik, tapi tak kusangka kebaikannya itu begitu berkilau di mata
kaumku, perempuan. Yang kutahu perempuan memang memiliki kelemahan di
telinganya. Sedikit saja ia menerima pujian maka pipinya akan merona, sedikit
saja ia membaca kata-kata yang indah mak ia akan mudah menyukainya. Lalu apa
temanku ini manis mulutnya? Apa dia suka merayu? Kurasa tidak, tapi aku tak
tahu lagi.
Sementara lelaki memiliki kelemahan pada matanya. Ia sangat
menyukai keindahan, kecantikan, tubuh yang seksi dan gemulai. Lelaki menyukai
itu. Maka tak salah jika Allah meminta perempuan untuk menutup auratnya agar
terjaga. Terjaga dari tatapan lelaki. Meski kebanyakan lelaki juga hanya berani
menatap dan menikmati sensasinya dalam pikirannya tanpa melakukan apa-apa. Tak
jarang pula ada lelaki yang begitu agresif dan tak bisa menahan nafsunya hingga
ia menggoda perempuan itu dengan sapaan nakal atau sekedar suit suit. Bahkan ada yang sampai memerkosa. Maka jika ada kasus perkosaan, saya cenderung melihat dulu
bagaimana perempuannya. Karena tak selamanya perempuan itu korban dan lelaki
itu pelaku. Kadang perempuan yang menggoda dan berpakaian sekenanya.
“Kamu itu orang baik, jangan sampai kamu jadi kehilangan
sifat baik itu karena urusan perempuan dan perasaan. Kamu tentu paham kalau
kebaikan itu tak terbatas pada lelaki atau perempuan. Yang penting kamu nggak
berlebihan dengan mereka, biasa saja. Kalau pun akhirnya ada yang jatuh cinta.
Itu urusan hatinya”
“Tapi aku merasa bersalah pada mereka?” balasnya.
Oh, haruskah rasa bersalah itu ada pada situasi ini? Apakah rasa bersalah ini harus ada? Jika iya, siapa yang bersalah dan siapa yang disalahi? Bukankah rasa cinta itu fitrah. Ia bisa singgah di hati siapapun, kapanpun dan tanpa sebab yang bisa didefinisikan. Aku terpekur cukup lama, hampir sepuluh menit, baru kubalas
Oh, haruskah rasa bersalah itu ada pada situasi ini? Apakah rasa bersalah ini harus ada? Jika iya, siapa yang bersalah dan siapa yang disalahi? Bukankah rasa cinta itu fitrah. Ia bisa singgah di hati siapapun, kapanpun dan tanpa sebab yang bisa didefinisikan. Aku terpekur cukup lama, hampir sepuluh menit, baru kubalas
“Harusnya kamu bersyukur, kamu adalah lelaki yang dikirim
Allah agar perempuan-perempuan itu merasakan bagaimana manis pahitnya cinta.
Karena kamu pula mereka belajar mendidik hatinya agar menjadi hati yang kuat,
meski itu sulit dan mungkin menyakitkan. Tapi dibalik semua ini, baik kamu atau
mereka juga belajar kan? Merasa bersalah itu wajar dan semesta sudah
memaafkannya”
Akhirnya pesan itu kukirimkan,
aku tidak berharap apa-apa kecuali sebuah ketenangan batin darinya. Batin suci
yang begitu kuwalahan menerima cinta
banyak sekali, bertubi-tubi. Aku yakin
dia adalah lelaki yang baik, sangat baik. Jika tidak, pasti tak akan pernah
muncul rasa bersalah di hatinya. Dia akan menikmati semua perhatian perempuan
yang memujanya, memberikan harapan-harapan palsu dan mematahkan hati satu
persatu. Ia akan merasa jumawa karena banyak perempuan yang menyukainya.
Darinya aku belajar satu hal : Lelaki
yang baik, akan merasa bersalah jika banyak perempuan jatuh cinta padanya
sedangkan hatinya tak mungkin membalas rasa yang sama.
Di kesempatan lain, seorang teman
bercerita lagi, masih soal kaumku sendiri. Perempuan. Dulu aku mengira
seseorang yang aneh itu karena bawaan dari lahir. Karena karakter yang
dibawanya dari kecil atau karena lingkungan tempat ia tumbuh besar. Lelaki aneh
versiku adalah lelaki yang berbeda dari lelaki kebanyakan, sering bertindak
nyeleneh, berpikir out of the box dan
sulit dimengerti. Parahnya temanku yang model begini tak hanya satu. Banyak!
“Apakah aku aneh?” katanya suatu
malam
“Ya, kamu baru sadar ya kalau
kamu aneh, haha”, “kenapa kok tiba-tiba kamu bertanya seperti itu? Apa ada yang
mengejekmu?”
“Tidak, tidak ada aku baik-baik
saja. Za, apa kamu pernah jatuh cinta?” balasnya kemudian. Cinta? Cinta lagi?
Lagi, cinta? Hoho rupanya kata ini menjadi mainstream dikalangan anak muda
sekarang
“Mungkin pernah, cuma suka aja,
nggak lebih. Habis itu lupa, haha”
“Jangan bohong kamu, sebenarnya
kamu pasti sudah pernah merarasakannya, hanya saja kamu tidak tahu atau kamu
nggak mau ngaku”
“Beneran! Suer deh!” Jawabku
yakin, ya itulah jawabanku kalau ada yang bertanya tentang riwayat cintaku,
sampai aku menuliskan catatan ini jawabannya masih sama. Nanti kalau ada yang
berbeda aku kabarin! Hehe
“Za, apa aku ini pantas punya
pasangan?”
“Maksud kamu? Ya panteslah, semua
kan diciptakan berpasangan”
“Aku dilahirkan dari keluarga
miskin Za, nggak punya apa-apa. Tampang juga nggak bisa dibilang ganteng, jauh
di bawah standart malah”
“Husstt, kamu ini ngomong apaan
sih, nggak baik seperti itu. Kamu itu jauh lebih beruntung dari aku. Kamu tahu
aku kan? Nah, harusnya kamu bersyukur, kamu nggak seperti aku”
“Iya Za, maaf ya”, “Za, aku
mau cerita nih sama kamu, kamu lagi
nggak sibuk kan?” Ya Rabb ada lagi yang meminta waktuku disaat aku sedang fokus
dengan draf revisiku. Tak apalah, siapa tahu bisa refresh otak dan sedikit
membantu.
“Nggak, aku nggak lagi sibuk kok,
cuma baca-baca aja, kamu mau cerita apa?” Aku berbohong padanya. Kalau aku
bilang aku sibuk pasti dia tidak jadi cerita, siapa tahu dia sudah memndamnya
sejak lama. Siapa tahu kesempatan memberi bantuan ini tak datang untuk kedua
kalinya. Akhirnya kusingkirkan dulu revisiku. Malam ini saja. Semoga!
“Tapi aku malu nih sama kamu”
“Aih, biasanya kan kamu
malu-maluin, ngapain pake malu segala. Udah anggap aja saudara sendiri!” Lalu
dia membalas dengan tergelak
“Aku ingat sama dia Za, gara-gara
kamu sih, tadi pakai bicara cinta-cinta” Gara-gara aku? Oh... yang memulai
bertanya siapa? Baiklah, orang yang lagi galau memang labil, aku mencoba memaklumi.
“Jangan bilang kamu jatuh cinta?
Iya? Orang seperti kamu bisa jatuh cinta? Haha” kukirim pesan keherananku
dengan sedikit bercanda, agar mencairkan suasana.
“Aku sudah suka dia sejak zaman
sekolah. Dia anak salah satu pejabat sekolah. Orangnya cantik, pinter, sabar,
keibuan. Komplit deh pokoknya. Yang membuat aku suka sama dia, dia nggak malu
temenan sama cowok miskin kayak aku ini”
“Terus...” balasku, aku penasaran
“Ya, aku suka aja sama dia. Nggak
pernah mengungkapkan sampai sekarang, tapi aku yakin dia tahu” Waw! Dia ini
lelaki! Kok bisa memendam cinta begitu lama tanpa mengungkapkan perasaannya?
Biasanya yang melakukan ini perempuan lho. Ada apa ini?
“Kenapa tidak kamu ungkapkan?”
aku mencoba menelisik lebih dalam
“Sudah kubilang kan, aku malu.
Apa yang bisa dia banggakan dariku. Aku miskin sementara dia anak pejabat
sekolah, terpandang di kotaku. Aku nggak punya nyali! Akhirnya, aku menyukai
dia dalam diam, sampai sekarang! Dia kuliah dan aku kuliah, aku nggak pernah
ketemu dia lagi sejak lulus sekolah, tapi entah kenapa aku masih menyukainya”
“Mungkin kamu belum menemukan
sosok baru yang pas di hati kamu kali” kulontarkan selidik lagi
“Mahasiswi disini cantik-cantik
Za, tapi aku masih mencintai teman sekolahku itu meski dia tidak lebih cantik
dibandingkan yang lain!” Ya Rabb... kuat sekali hati lelaki satu ini. Ternyata,
tidak semua lelaki menjadikan kecantikan sebagai alasan goyahnya perasaan
seperti yang selama ini kupikirkan!
“Aku bertekad akan kuliah yang
serius!, bekerja yang mapan, lalu aku akan melamarnya, meminta pada orang
tuanya agar ia bisa menjadi istriku. Aku percaya, bisa menghidupinya dengan
layak seperti yang selama ini diberikan orang tuanya” Masyaallah! Niatnya
begitu agung. Dia memilih memendam perasaannya dan baru menyampaikannya saat ia
sudah siapa menikahi perempuan itu. Ia memang pekerja keras kukira. Membagi
kuliahnya dengan bekerja. Sekarang aku tahu apa tujuannya.
“Za, apa jeda waktu ini terlalu
lama? Aku khawatir nanti dia sudah melupakan aku atau bahkan sudah menikah
dengan lelaki lainnya. Za, cuma dia yang memahamiku, bahkan melebihi keluargaku
sendiri” dia rupanya begitu khawatir.
“Insyaallah, kalau dia adalah
jodohmu, pasti kalian akan menikah. Aku janji, aku pasti datang ke rumahmu lalu
rewang disana, haha. Yakini sajalah.
Jodoh itu tak akan tertukar” Itu jawabku, sebenarnya aku sudah mengira kalau
jawaban ini tak terlalu menenangkan hatinya, bagaimanapun juga galau karena
cinta itu tak semudah mengucapkan kata-kata.
“Apa ini alasan kamu menjadi
lelaki yang aneh?” aku menelisik lagi
“Hahaha, aneh? Ya, kamu benar
sekali. Biar saja semua perempuan yang kukenal disini bilang aku lelaki yang
aneh. Biar semua ilfell padaku. Lalu
nggak akan ada yang jatuh cinta dan aku pun juga nggak mudah tergoda hahaha”
Aku terlonjak! Oh.. ternyata ini alasanya. Mulia sekali! Untuk menjaga hati
Rizza, untuk menjaga hati. Camkan itu! Dia rela di cap aneh di mata banyak
perempuan hanya agar dia bisa menjaga hati dan terus fokus mengejar mimpinya
lalu di akhir cerita ia bisa melamar pujaan hatinya. Oh, kudoakan semoga kalian
berjodoh Sobat!
Darinya saya belajar : Tak selamanya lelaki nyeleneh itu ingin cari
sensasi, cari perhatian atau pengaruh lingkungan. Ternyata ada tujuan yang
lebih agung yang tak dipahami banyak orang. Dan cinta bisa membuat lelaki
berkorban hampir separuh hidupnya untuk memperjuangkan cintanya.
Ada lagi, seorang teman yang lain.
Dia pernah bercerita jika ibunya mendesaknya untuk segera menikah, sudah pengen
gendong cucu katanya. Lalu ia datang dengan muka kelabu, cemberut.
“Hey, nggak biasa-biasanya kamu
begini Bang!” Sapaku.
“Lagi galau akut” jawabnya malas
“Bisa galau juga ya? Kenapa?
“Aku cerita sama kamu ya Za,
entah kamu bisa ngasih solusi aku atau tidak, pokoknya dengarkan saja. Toh
sebenarnya aku juga sudah tahu solusinya”
“Iya iya, silahkan, aku dengarkan
baik-baik. Serius!” Kuangkat dua jariku sebagai persetujuan kalau aku akan
menyediakan waktuku untuknya.
“Kamu sering bertemu Shaliha?”
Tanya dia padaku. Shaliha? Sudah lama
aku tidak bertemu dengannya. Di acara organisasi pun dia tak pernah terlihat
batang hidungnya. Ada apa dia mencari Shaliha?
“Nggak ada, dia uda lama nggak
aktif, sibuk di luar mungkin”
“Oh...” Lalu kulihat roman tak biasa darinya.
Sepertinya dia terbata-bata. Lalu ada rona dipipinya. Aih, lelaki ini, apa dia
sedang kasmaran?
“Bang, jangan bilang kamu suka
sama Shaliha?” aku terus menyelidik. Pelan Bang mengangguk!
“Bang kamu serius!, Shaliha Bang,
haduh kok bisa sih. Kalian kan.... kok... tapi...” aku benar-benar tidak bisa
menyembunyikan keterkejutanku. Shaliha dan Bang adalah dua orang yang sangat
kukenal. Kami satu organisasi. Sejauh pengamatanku Bang dan Shaliha tak pernah
terlihat bertemu atau sekedar ngobrol berdua, hal sederhana yang biasa
dilakukan sejoli yang kasmaran! Lalu darimana Bang jatuh cinta dengan Shaliha?
“Aku suka dia sejak dia ikut
orientasi di organisasi ini!” jawabnya singkat.
“Love in the first sight?’
“Ya, bisa jadi” jawabnya. Aih...
apa lagi ini? Sejujurnya aku tak percaya kalau cinta pada pandangan pertama itu
benar-benar ada. Selama ini aku hanya kenal tresno
jalaran soko kulina. Rupanya Bang hendak memberikan fakta lain.
“Cinta itu bisa muncul tanpa
alasan apapun Za, tiba-tiba, tanpa kita sadari. Dan itu kemantapan hati, Nggak
bisa dipaksa” Bang seperti mengerti jalan pikirku.
“Dia tahu Bang?
“Tahu”
“Memangnya kamu sudah
mengungkapkan?”
“Belum, aku rencana mau
mengungkapkan bulan ini, aku akan melamar dia bulan ini dan aku akan menikahi
dia bulan ini” Bang menunjukkan secarik oret-oretan. Rupanya sejak tadi Bang
sibuk membuat maping hidupnya.
“Darimana kamu tahu kalau Shaliha
sudah tahu kamu menyukainya dan berniat menikahinya?”
“Aku sering mengirim pesan lewat
temannya, atau sms langsung. Tapi dia tak pernah menggubrisku!”
Sejak menceritakan tentang
persaannya pada Shaliha, Bang menjadi orang yang rajin bekerja disela
kuliahnya. Bang berubah untuk Shaliha! Sampai akhirnya sebulan kemudian, Bang
memberikanku sobekan koran
“Nih buat kamu Za, simpan saja!”
“Apa ini Bang?” Aku membaca isi
koran itu. Tak ada yang istimewa kukira. Lalu kucoba cermati lagi.
“Bang ini kan Shaliha, wah
tulisan Shaliha masuk koran ya Bang, pantesan kamu gandrung sama dia. Dia pinter nulis. Itu kan yang kamu cari?”
“Itu tulisanku!”
“Loh, tapi ini nama Shaliha ada
disini, ada fotonya lagi” Bang pasti bohong, ini pasti tulisan Shaliha
“Aku nulis, pakai nama dia,
kupasang fotonya. Kukirimlah ke koran itu. Eh dimuat. Sama redaksi dikirimi
jaket. Nah, jaket ini buat dia” tuturnya
“Ya Allah Bang, sampai segitunya
kamu sama Shaliha. Biar aku yang bilang langsung ya Bang sama Shaliha, kamu itu
orang baik lho Bang. Cocok banget buat Shaliha. Pasti dia ngerti kalau aku yang
bilang. Mungkin selama ini dia menghindar karena kamu terlalu agresif.
Perempuan itu takut Bang sama lelaki agresif” aku tersenyum kecil menggodanya,
nggak enak juga lihat muka masam macam mukanya itu.
“Nggak usah aku niat nemuin dia
kok, buat ngasih jaket ini”
“Jadi, jaket dari redaksi itu
buat Shaliha? Iya? Ampun deh Bang cintamu. Duh” aku benar-benar tak habis pikir
“Minggu depan ulang tahunnya,
jadi jaket ini hadiah buat dia” Alamak Bang benar-benar... Ya Rabb, apa begini
kalau lelaki jatuh cinta secinta-cintanya?
“Sebagai kenang-kenangan dariku
Za, setelah ini aku nggak akan mengganggu dia lagi”
“Bang, maksud kamu? Bukankah kamu
udah menyukainya sejak lama, punya niat melamar dia, menikahi dia. Sudah kamu
rencanakan matang-matang pula. Kenapa tiba-tiba... jangan bilang kalau dia
sudah di lamar, Iya Bang?
Bang mengangguk pelan. Ya Rabb..
malang sekali kamu Bang, ingin sebenarnya aku bertanya lagi, siapa yang sudah
melamar Shaliha lebih dulu dari Bang, tapi kuurungkan. Bang pasti sedang
terluka sekarang. Padahal kala itu kami sedang rapat, ada forum yang lumayan
riuh, makan-makan, tapi aku dan Bang terjebak keheningan. Sudah! Aku tak akan
bertanya macam-macam. Itu janjiku hari itu.
“Koran ini buat kamu, simpan
saja” kata Bang menyerahkan koran itu, dia seperti menyerahkan lukanya padaku.
Jika ia tetap menyimpannya, maka ia akan tersiksa. Sayangnya koran itu direbut
oleh teman yang lain di forum itu, penasaran apa isinya. Sampai akhirnya aku
tak bisa memenuhi amanah untuk menyimpannya. Maaf Bang. Paling tidak dimanapun
koran itu kini. Ia adalah saksi ketulusan cinta seorang Bang pada Shaliha.
Empat jempol untuk kesungguhan temanku satu ini menjemput separuh agamanya,
tapi rupanya Allah belum merestui.
Dari kisah Bang, saya belajar
bahwa : Dalam kondisi tertentu lelaki dan
cinta ibarat perjuangan yang penuh misteri. Akankah berakhir bahagia atau luka?
Biarlah waktu yang menjawabnya. Sejatinya, Bang sudah menunjukkan kesetiaan dan
kesungguhannya. Hanya saja memang belum saatnya bagi Bang untuk berdua.
Aku tak mengerti sebenarnya apa
maksud Allah menjadikan aku sebagai ‘Kotak Cerita’ ada banyak teman-teman yang
bercerita, baik perempuan atau lelaki. Anehnya, aku sama sekali tak merasa
keberatan, atau terganggu. Aku malah senang jika ada yang mengajak berbincang
seputar kehidupan, isu terkini atau mendiskusikan hal-hal lainnya. Pasti ada pelajaran yang bisa diambil itu
prinsipku. Ada yang lewat sms, bbm, email, chat, telepon atau langsung meminta
bertemu. Untuk yang ketemuan aku hanya bersedia jika dia perempuan.
Tak jarang apa yang mereka
ceritakan begitu membekas, sampai-sampai aku ikut kepikiran hingga berhari-hari
kemudian. Mungkin aku berlebihan tapi inilah kenyataannya. Sejujurnya, aku
sempat berpikir, apa aku terlalu terbuka dengan teman-temanku? apa aku terlalu
berlebihan menanggapi hingga mereka merasa nyaman? Apa aku berdosa jika yang bercerita
itu lelaki? Jika memang berdosa, tapi aku tak tega menolaknya. Sejatinya aku
tak mendapatkan apa-apa. Tapi entah kenapa aku merasa bahagia.
Cukup lama aku merenungkan
kebiasaan menjadi ‘kotak cerita’ ini apalagi jika ia lelaki. Sampai akhirnya
aku melihat sosok Hana dalam Catatan Hati Seorang Istri yang sekarang sedang booming itu. Oh, aku seperti melihat
diriku. Aku yang tak bisa melihat air mata dan aku yang begitu risau jika ada
yang beraut cemberut dan menyimpan duka, atau Hana yang berkata, “kamu tahu
kan, kamu boleh cerita apa aja sama aku?” Itu juga yang sering kuungkapkan pada
semua teman-temanku. Aku seperti bercermin.
Ternyata yang bercerita pada Hana
juga tak semuanya perempuan. Ada lelaki, bahkan anak-anak dan remaja. Hana
begitu terbuka, dengan tetap menjaga hubungannya dengan lawan jenis. Semua
dilakukan atas nama profesionalitas dan solidaritas. Kelak kuharap suamiku
mengerti bahwa aku gemar mendengarkan cerita dari siapa saja. Aku ingin
membantu siapa saja. Tak peduli lelaki atau perempuan. Meski sebenarnya aku tak
punya apa-apa. Kadang mereka tak butuh materi atau solusi yang pasti. Mereka
hanya butuh didengarkan dan ditenangkan!
Semoga tiga kisah teman lelaki
saya tentang cinta di atas dapat diambil ibrahnya. Untuk Anda pembaca dan saya
sebagai penulisnya. Ternyata tak hanya perempuan yang galau tentang cinta.
Laki-laki pun sama. Hanya saja ia lebih sering memendamnya sampai akhirnya
menemukan tempat dan waktu yang pas. Sekali lagi kadang tak butu penyelesaian,
mereka hanya butuh didengarkan!
Saya akan terus belajar menjadi
‘kotak cerita’ yang baik teman
Salam
Rizza Nasir
NB: Bagi yang ingin berbagi duka
dengan saya, silahkan hubungi di 085755280243/ 75A7568D. Senang sekali bisa
berbagi dengan Anda ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar