Setiap bayi yang lahir membawa
rezekinya masing-masing
Kata-kata ini kembali terngiang.
Kata-kata sederhana yang bisa menggugah mereka yang mulai resah terhadap
kebutuhan hidup Tak dipungkiri
keberadaan uang memang menjadi hal yang sangat penting dalam kelangsungan hidup
manusia. Uang sebagai alat tukar pemenuh kebutuhan yang dicari oleh setiap orang. Uang dicari
dengan barbagai cara, digunakan untuk pemuas kehidupan. Uang, uang dan uang tak
ada habisnya. Label materialistik pun kerap menempel di jidat orang-orang yang
menuhankan uang. Mengaanggap uang adalah kehidupan, tak ada uang berarti kematian.
Bagaimana saya harus mencari uang, dimana
saya bekerja? Pikiran-pikiran macam ini sering menghinggapi pemuda-pemudi
tanggung seperti kita. Apalagi bagi mereka yang sudah mulai menatap masa
depannya. Dulu saya tak pernah terpikir tentang uang dan bagaimana mencari
uang, karena sejak kecil orang tua mencukupi kebutuhan saya. Sebagai anak saya berperan sebagai peminta
dan orang tua sebagai pemberi. Menyodorkan tangan terbuka bila
membutuhkan sesuatu. Meski saya pun tahu mencari uang bukan hal mudah bagi
keluarga kami namun tak pernah terpikir di benak saya tentang mencari uang kala
itu.
Waktu yang mendewasakan saya
hingga saya mulai berpikir bahwa menggantungkan hidup pada orang tua harus
dikurangi beberapa persen seiring bertambahnya usia. Rasa ingin mendapatkan
uang hasil keringat sendiri terus membuncah. Mungkin inilah janji Allah dalam
Surat Al- Baqarah ayat 212 Sesungguhnya Allah memberikan rezeki kepada siapa yang dikehendakinya tanpa batas. Ayat ini menegaskan bahwa semua rezeki
milik Allah dan semua untuk makhluknya. Ketika kita mau bergerak maka disitulah
rezeki kita diberikan.
Tak hanya saya ternyata
teman-teman juga mengalaminya. Dalam suatu diskusi dengan beberapa teman. Semua
meng-amini apa yang saya alami. Ternyata semuanya memang memproyeksikan
hidupnya jauh ke depan, berusaha menjadi dewasa yang mandiri. Mulai dari
mahasiswa tingkat pertama hingga tingkat akhir namun kadarnya tentu berbeda tergantung
pada pemahaman dan kedewasaannya.
Gejolak jenis ini tentu lebih
besar dialami mereka, kaum lelaki. Yang memang secarra kodrati mendapatkan
tugas istimewa untuk menafkahi keluarganya.
Tentu semua lelaki di dunia ini paham akan tugas mulia ini. Seiring
bertambahnya usia para lelaki mulai berpikir tentang dunia kerja. Dunia yang di
masa depan akan menghidupi dirinya dan anak istrinya.
Bahkan saya pernah menaruh beberapa persen rasa kasihan saya
pada kodrat lelaki ini. Apalagi jurusan yang saya ambil adalah pendidikan anak.
Kelak saya akan jadi guru, teman-teman saya pun akan begitu tak terkecuali mereka yang lelaki. Bagaimana meeka akan
menafkahi keluarga dengan gaji guru honorer yang tak seberapa? Bagaimana jika
ASI istrinya tak lancar lalu anaknya harus disadur dengan susu formula? Gaji
honorer dua ratus ribu bagi guru pemula cukupkah untuk beli susu? Bukannya saya bepikir materialistic tapi saya berpikir
tentang hidup di masa depan dengan
segala kemungkinannya.
Dalam perbincangan dengan
teman-teman di kelas yang disitu ada teman perempuan dan lelaki , saya perrnah
berujar kasihan ya para lelaki. Mereka
yang cari uang kita yang menghabiskan. Lalu teman saya menambahi ya itu
kan memang tugas mereka. Tugasnya mencari nafkah. Kita yang merawat
anak-anaknya dan menjaga rumahnya.
Teman yang lelaki pun tak mau kalah, ya tak apalah Za, itu memang sudah tugas kita. Santai saja. Semua orang punya rezekinya masing-masing. Satu hal Za, kami ikhlas kok berpeluh demi anak istri nanti. Asal kamu tahu lelaki itu akan sangat bahagia bila ia bisa memberi bagi keluarganya terlebih kekasih hatinya, istri dan anak-anaknya ujarrnya. Saya hanya mampu ber- Subhanallah mendengar seloroh itu.
Teman yang lelaki pun tak mau kalah, ya tak apalah Za, itu memang sudah tugas kita. Santai saja. Semua orang punya rezekinya masing-masing. Satu hal Za, kami ikhlas kok berpeluh demi anak istri nanti. Asal kamu tahu lelaki itu akan sangat bahagia bila ia bisa memberi bagi keluarganya terlebih kekasih hatinya, istri dan anak-anaknya ujarrnya. Saya hanya mampu ber- Subhanallah mendengar seloroh itu.
Diskusi tentang nafkah di kelas
saya tak berhenti sampai disitu, di beberapa waktu luang kami membincang
tentang usaha bersama. Ada yang berniat membuka bimbingan belajar, menjual
tas-tas kuliah, bros-bros cantik, ada pula yang mengajar di TPQ dan beberapa
les private. Keresahan ini ternyata tak hanya milik saya tapi juga milik semua mahasiswa.
Hari ini di sebuah mata kuliah, saya kembali mendapatkan pencerahan
tentang hakikat uang, kepuasan dan penerimaan atas takdir rezeki. Dosen saya
mengatakan, semakin seseorang mendapatkan kemapanan maka ia akan semakin resah.
Padahal tiap bulan sudah ada jatah
gajian, tapi kenapa masih merasa kurang. Manusiawi memang. Manusia memang tak
pernah puas. Disinilah pentingnya kesyukuran hal terakhir yang mengalahkan nafsu
keduniawian. Mencari rezeki itu tidak sulit, asal kita mau bergerak pasti rezeki bergerak pada kita. Membangun mindset yang positif itu perlu.
Beliau mengajak kami melihat
realita tentang banyaknya penjual kaki lima. Mereka yang rezekinya harian.
Mereka yang jika hari itu tak bekerja maka tak dapat uang, mereka yang
saingannya ratusan dalam sehari. Coba
lihat berapa banyak penjual nasi goreng yang lewat di depan rumahmu malam hari, lebih dari satu bukan? Tapi tetap
saja ada orang yang membeli. Allah yang
mengatur pembagian itu. Pembagian rezeki bagi meeka yang mau bergerak, bagi mereka yang mau menjemput rezeki.
Uang yang kita dapatkan dengan
peluh itu harus dibarengi dengan kemampuan kita mengelolanya. Bagaimana agar
tak lebih besar pasak daripada tiang, agar masih ada sisa untuk tabungan
masa depan dan memberi untuk kehidupan lainnya. Semuanya harus seimbang. Satu
hal yang mungkin sering dilupakan mereka pencari uang adalah berbagi. Berbagi
pada orang lain. Bahwa ada hak mereka dalam rezeki kita. Bahwa berbagi tak
membuat kita merugi. Rezeki sendiri tak melulu bicara soal uang ada banyak rezeki yang tanpa
kita minta kita sudah mendapatkannya. Tubuhmu, nafasmu, keluargamu,
damaimu. Semua itu juga rezekimu.
Bekerjalah dengan baik, cari
uanglah dengan elegan dengan tetap memperhatikan kehidupan. Kehidupanmu juga
kehidupan mereka. Jangan sampai karena sibuk bekerja kita lupa makan, lupa
tidur, lupa kuliah bahkan lupa sholat. Serahkan takdir rezeki pada pemiliknya.
Yakini bahwa setiap langkah kaki untuk mencari rezeki akan menemui akhirnya.
Akhir yang membuat lelah hilang, membuat peluh mengering. Saat dimana kita bisa
memberikan gaji pertama pada bunda juga
saat dimana kita tak lagi meminta.
Mari bersama belajar, menjadi
pemuda pemudi mandiri. Yang tak hanya bergantung dari orang tua sebagai
pemberi. Lewat jalan mana? Jalan yang kau sukai. Rasakanlah sensasi menghidupi
diri sendiri. Sensasi rezeki. Selalu ada jalan bagi mereka yang mencari. Wallahu’alam
Rizza Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar