Bagaimana
jika suatu hari dalam hidupmu, saat kau sudah hidup lebih dari dua
puluh tahun dengan suamimu, ada sebuah nomor tak dikenal masuk dalam
ponselmu. Ia mengajakmu berbincang renyah. Suara wanita. Ya, itu adalah
suara wanita.
"Aku meneleponmu, bukan untuk merusak rumah tanggamu. Aku hanya ingin menyambung tali silaturahim antara aku, kamu dan suamimu. Sungguh tak ada maksud apa-apa selain itu. Jadi kumohon jangan cemburu ya. Kalau kamu tahu aku sangat merasa bersalah pada lelaki itu. Dulu dia ingin menikahiku, tapi aku menolaknya karena aku merasa masih sangat muda, aku belum siap menjadi ibu. Tapi takdir berkata lain, ayahku menjodohkan aku dengan lelaki pilihannya, aku tak bisa menolak. Akhirnya aku menikah dengannya. Siap atau tidak siap, aku menjadi istrinya. Tahun lalu suamiku itu meninggal, kesendirianku mengingatkan aku pada kesalahan masa laluku itu. Ya, kesalahan karena mengingkari perkataanku pada lelaki yang mencintaiku. Lelaki yang kini menjadi suamimu. Aku ingin meminta maaf padanya. Sudah sejak lama aku mencari tahu keberadaan kalian, sampai akhirnya seseorang memberikanku nomer ini. Boleh aku bicara padanya? Bolehkah aku ke rumahmu?"
Bagaimana perasaanmu? Marah? Cemburu? Dulu kupikir kisah semacam ini hanya ada dalam novel roman atau sinetron picisan. Ternyata ada juga di dunia nyata. Kisah rumah tangga pakdheku dan seseorang dari masa lalu.
Untung saja seseorag dari masa lalu itu datang disaat usia mereka sudah menua, saat anaknya sudah mulai tumbuh dewasa. Aku tak bisa membayangkan jika ini terjadi di setahun atau dua tahun pertama pernikahan mereka, mungkin budheku akan cemburu berat, lalu mereka bertengkar hebat dan ikatan itu berkarat.
Ia datang di saat cinta tak hanya sekedar nafsu yang diumbar khas pemuda, atau cinta yang berkutat pada memberi dan menerima. Bukan pula cinta atas kelebihan dan abai pada kekurangan. Ia datang di saat yang tepat.
Budheku bisa menerima kedatangannya di rumahnya, berbincang bertiga menyoal anak-anak mereka. Bahkan mereka juga menyoal kisah masa lalu itu. Tak ada cemburu, tak ada luka atau kecewa. Mereka justru tertawa. Benarlah kata orang, masa lalu terpahit pun bisa menjadi tawa jika dihidangkan saat kita sudah menua.
Tak ada lagi rasa bersalah yang terpendam, tak ada lagi milikku dulu atau milikmu kini. Kini silaturahim yang terputus itu telah terjalin kembali, bukan atas nama cinta tapi atas nama persaudaraan sesama muslim.
Dari kisah mereka aku belajar tentang apa itu cinta, bagaimana mengelola cinta dan mengolah rasa. Semua memang sudah dituliskan. Berapapun perempuan yang pernah singgah di hatinya, sekuat apapun rasa itu pernah ada, jika namanya tak tertulis sebagai pasangan hidup kita maka sampai kapanpun kita tak akan menikahinya.
Hai ayah dari putra putriku, apakah kini sedang ada seseorang dalam hatimu? Apakah kau sangat mencintainya? Apakah kau mencintai banyak wanita? Apakah banyak wanita yang mencintaimu? Siapapun mereka yang ada di masa lalumu, kelak kau memilihku menjadi pendampingmu. Saat kau memilihku, mungkin masa lalumu itu akan cemburu.
Hai ayah dari putra putriku, kutahu setiap orang punya masa lalu, begitu pun dirimu dan dirinya. Aku tak akan menjanjikan apa-apa padamu termasuk berjanji tak akan cemburu jika nanti ia datang lagi padamu. Jika aku cemburu itu berarti aku sangat mencintaimu, aku hanya berdoa semoga Allah menjaga hatiku dari cemburu buta yang membutakan hati dan logika dan semoga seiring waktu Allah menjadikan aku wanita dewasa yang bersetia padamu apapun cobaan yang mendera. Semoga dengannya Allah semakin menguatkan ikatan kita.
Hai ayah dari putra-putriku, jangan kau pulangkan masa lalumu, karena jika pulang mungkin saja suatu hari nanti akan datang. Aku pun tak ingin kau membunuhnya agar ia tak pernah lagi ada. Biarkan ia pada tempatnya, masa lalu. Bukan untuk dipulangkan atau dibinasakan tapi untuk dikenang. Jika tidak ada dia di masa lalumu mungkin tak akan pernah ada aku kelak disisimu. Jika ia datang kembali, biarkan ia membawa ceritanya sendiri. Kita pun juga punya cerita kita, semoga kelak kita akan berbagi cerita layaknya teman lama yang lama tak berjumpa. Aku yakin berat bagiku dan mungkin juga bagimu, tapi aku akan mencoba demi kita. Barangkali masa lalu itulah yang akan menguji ikatan kita dan mengajarkan kita arti bersetia
Pada akhirnya aku mengerti, bahwa hidup adalah perjalanan yang tak bertepi, bisa pergi atau kembali. Kita hanya harus tetap berjalan sampai akhirnya Allah memerintahkan kita untuk pulang.
Rizza Nasir
2 Agustus 2014
"Aku meneleponmu, bukan untuk merusak rumah tanggamu. Aku hanya ingin menyambung tali silaturahim antara aku, kamu dan suamimu. Sungguh tak ada maksud apa-apa selain itu. Jadi kumohon jangan cemburu ya. Kalau kamu tahu aku sangat merasa bersalah pada lelaki itu. Dulu dia ingin menikahiku, tapi aku menolaknya karena aku merasa masih sangat muda, aku belum siap menjadi ibu. Tapi takdir berkata lain, ayahku menjodohkan aku dengan lelaki pilihannya, aku tak bisa menolak. Akhirnya aku menikah dengannya. Siap atau tidak siap, aku menjadi istrinya. Tahun lalu suamiku itu meninggal, kesendirianku mengingatkan aku pada kesalahan masa laluku itu. Ya, kesalahan karena mengingkari perkataanku pada lelaki yang mencintaiku. Lelaki yang kini menjadi suamimu. Aku ingin meminta maaf padanya. Sudah sejak lama aku mencari tahu keberadaan kalian, sampai akhirnya seseorang memberikanku nomer ini. Boleh aku bicara padanya? Bolehkah aku ke rumahmu?"
Bagaimana perasaanmu? Marah? Cemburu? Dulu kupikir kisah semacam ini hanya ada dalam novel roman atau sinetron picisan. Ternyata ada juga di dunia nyata. Kisah rumah tangga pakdheku dan seseorang dari masa lalu.
Untung saja seseorag dari masa lalu itu datang disaat usia mereka sudah menua, saat anaknya sudah mulai tumbuh dewasa. Aku tak bisa membayangkan jika ini terjadi di setahun atau dua tahun pertama pernikahan mereka, mungkin budheku akan cemburu berat, lalu mereka bertengkar hebat dan ikatan itu berkarat.
Ia datang di saat cinta tak hanya sekedar nafsu yang diumbar khas pemuda, atau cinta yang berkutat pada memberi dan menerima. Bukan pula cinta atas kelebihan dan abai pada kekurangan. Ia datang di saat yang tepat.
Budheku bisa menerima kedatangannya di rumahnya, berbincang bertiga menyoal anak-anak mereka. Bahkan mereka juga menyoal kisah masa lalu itu. Tak ada cemburu, tak ada luka atau kecewa. Mereka justru tertawa. Benarlah kata orang, masa lalu terpahit pun bisa menjadi tawa jika dihidangkan saat kita sudah menua.
Tak ada lagi rasa bersalah yang terpendam, tak ada lagi milikku dulu atau milikmu kini. Kini silaturahim yang terputus itu telah terjalin kembali, bukan atas nama cinta tapi atas nama persaudaraan sesama muslim.
Dari kisah mereka aku belajar tentang apa itu cinta, bagaimana mengelola cinta dan mengolah rasa. Semua memang sudah dituliskan. Berapapun perempuan yang pernah singgah di hatinya, sekuat apapun rasa itu pernah ada, jika namanya tak tertulis sebagai pasangan hidup kita maka sampai kapanpun kita tak akan menikahinya.
Hai ayah dari putra putriku, apakah kini sedang ada seseorang dalam hatimu? Apakah kau sangat mencintainya? Apakah kau mencintai banyak wanita? Apakah banyak wanita yang mencintaimu? Siapapun mereka yang ada di masa lalumu, kelak kau memilihku menjadi pendampingmu. Saat kau memilihku, mungkin masa lalumu itu akan cemburu.
Hai ayah dari putra putriku, kutahu setiap orang punya masa lalu, begitu pun dirimu dan dirinya. Aku tak akan menjanjikan apa-apa padamu termasuk berjanji tak akan cemburu jika nanti ia datang lagi padamu. Jika aku cemburu itu berarti aku sangat mencintaimu, aku hanya berdoa semoga Allah menjaga hatiku dari cemburu buta yang membutakan hati dan logika dan semoga seiring waktu Allah menjadikan aku wanita dewasa yang bersetia padamu apapun cobaan yang mendera. Semoga dengannya Allah semakin menguatkan ikatan kita.
Hai ayah dari putra-putriku, jangan kau pulangkan masa lalumu, karena jika pulang mungkin saja suatu hari nanti akan datang. Aku pun tak ingin kau membunuhnya agar ia tak pernah lagi ada. Biarkan ia pada tempatnya, masa lalu. Bukan untuk dipulangkan atau dibinasakan tapi untuk dikenang. Jika tidak ada dia di masa lalumu mungkin tak akan pernah ada aku kelak disisimu. Jika ia datang kembali, biarkan ia membawa ceritanya sendiri. Kita pun juga punya cerita kita, semoga kelak kita akan berbagi cerita layaknya teman lama yang lama tak berjumpa. Aku yakin berat bagiku dan mungkin juga bagimu, tapi aku akan mencoba demi kita. Barangkali masa lalu itulah yang akan menguji ikatan kita dan mengajarkan kita arti bersetia
Pada akhirnya aku mengerti, bahwa hidup adalah perjalanan yang tak bertepi, bisa pergi atau kembali. Kita hanya harus tetap berjalan sampai akhirnya Allah memerintahkan kita untuk pulang.
Rizza Nasir
2 Agustus 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar