Kata orang cintaku adalah cinta lokasi. Tresna
jalaran saka kulina. Aku terbiasa bertemu dengannya, aku terbiasa bekerja
dengannya dalam satu organisasi. Aku mulai mencintainya. Dia yang keibuan, dia
yang sangat suka dengan anak-anak, dia yang sabar, dia yang memahamiku,
menghormatiku. Meski kami seusia dia tak pernah merendahkanku. Dia
menghormatiku sebagai lelaki. Diia gadis yang kucintai setelah ibuku. Gadis
yang mengerti dan memahamiku. Aku bukanlah lelaki tampan dengan prestasi
segudang tapi dia mau menerimaku dan cintaku.
Usiaku baru 22 tahun saat aku melamarnya, baru saja
selesai menggarap skripsi dan menunggu ujian. Sementara dia lulus lebih dulu.
Bukan karena aku malas mengerjakan skripsi tapi dosen pembimbingku yang
bolak-balik keluar negeri hingga lulusku
pun mundur. Mungkin aku adalah lelaki paling nekat di dunia. Melamar anak orang
saat aku belum punya penghasilan. Aku hanya punya niat untuk menikahinya,
menjadikan ia pendampingku, ibu dari anak-anakku. Karena hanya dia yang
mengerti dan menerima kealpaanku. Aku siap bekerja keras demi dia. Aku yakin,
menikah membuka pintu rezeki.
Aku lelaki dan aku benci bayi. Aku tak suka anak-anak.
Aku risih saat mendengar keponakan-keponakanku menangis, merengek,
teriak-teriak. Apalagi saat mereka pipis di bajuku. Jijik. Tapi pagi itu,
duniaku berbalik. Tanpa sadar aku mulai belajar mencintai anak-anak. Membeli
buku-buku tentang anak, membacanya. Aku belajar. Belajar menjadi ayah. Pagi itu
masih lekat diingatanku, saat istriku mengatakan “ Mas, aku hamil” . Entahlah rasanya campur
aduk. Bahagia, terkejut, bingung. Dia hamil? Aku yang menghamili dia? Aku?
Semakin hari semangat kerjaku semakin berlipat. Pergi
pagi hari dengan senyuman. Aku niatkan mencari rezeki untuk istriku dan calon
bayiku. Setiap paginya istriku melepasku dengan senyum manisnya. Tak lupa
kukecup kening dan perutnya. Sore harinya, saat letih menguasaiku. Dia masih
saja menyambutku dengan senyuman. Tak peduli bau asem dari tubuhku yang
menguar. Dia tetap menghadiahiku sebuah pelukan. Pelukan yang berbicara Mas, kok lama sekali sih pulangnya . Mas,
capek ya. Terima kasih telah bekerja untukku. Aku dan anakku mencintaimu. Semakin
hari aku semakin mencintainya. Mencintainya yang mencintaiku lebih dari
siapapun.
Beberapa bulan kemudian, istriku mengerang kesakitan.
Rupanya anakku akan lahir. Satu jam aku berada di ruang persalinan. Menggenggam
tangan istriku yang terus meronta. Erat dan semakin erat. Sakit itu, bisahkah
digantikan kepadaku. Aku tak tega melihatnya menderita seperti ini. Tak ada yang bisa kulakukan kecuali mengusap
peluhnya dan terus mendoakannya. Tak terasa air mataku jatuh. Inikah
sakitnya melahirkan? Wanita yang kucintai kesakitan melahirkan anakku. Anak
kami. Tiba-tiba bayangan ibuku berkelebat. Ibuku, wanita yang melahirkanku
dan kini wanitaku berjuang bertaruh nyawa melahirkan anakku.
Kugendong bayi mungil itu. Matanya yang berusaha
berkedip. Dan mataku yang terus menangis. Kubisikkan adzan dan iqamah di kedua
telinganya. Aku terisak.. Kudekatkan
ia pada ibunya. Istriku yang masih lemah tersenyum. Senyum kelegaan. Mas anak kita tampan seperti dirimu. Kukecup
keningnya. Berikanlah surga untuk
perjuangannya ini Rabb. Bayi mungil
ini anakku. Aku telah menjadi seorang ayah.
Nak, aku ayahmu.
Ternyata anak-anak bukanlah makhluk menyebalkan
seperti perkiraanku sebelumya. Anak-anak adalah makhluk yang menentramkan. Aku
selalu merindukan anakku saat aku jauh dari rumah. Pagi hari saat aku pergi
bekerja, aku selalu berharap sore segera
datang dan membawaku pulang kembali. Bertemu dengannya. Letihku luruh saat
kulihat anakku dan istriku menyambutku di daun pintu. Bercanda dengan anakku.
Berusaha membuatnya tersenyum. Senyum bayi yang polos , tulus dan menyembuh
letih.
Ketika anakku mulai belajar kata-kata. Aa...yah. Ayah. Dia memanggilku ayah.
Sungguh, tidak ada kebahagian seorang lelaki selain menjadi seorang ayah
seperti yang sedang kualami. Setiap bibir mungilnya memanggilku. Aku selalu
berdesir. Kini aku seorang ayah. Seorang ayah. Oh...
Usiaku 32 tahun kini. Aku benar-benar menjadi lelaki
dewasa. Ayah dari tiga orang anak. Aku tak menyesali keputusanku menikah muda
kala itu. Diusiaku kini, saat teman-temanku masih sibuk memilah dan memilih
wanita untuk calon istrinya. Aku sudah memiliki semuanya. Seorang istri yang
sholihah, keibuan, menentramkan dan cantik dimataku serta 3 anak yang manis dan
lucu. Menikah telah membuat masa mudaku lebih bermakna, terjaga dan tertata.
Dan satu hal yang banyak ditakuti lelaki muda sebelum menikah adalah masalah
nafkah. Tak usah takut Boy, aku sudah
buktikan. Menikah itu membukakan pintu rezekimu. Asal kau mau bekerja rezeki
akan datang padamu.
Bingung memilih wanita yang akan jadi ibu bagi anakmu?
Kau lelaki. Kau berhak memilih. Pilihlah wanita yang cantik dimatamu. Ya cantik
dimatamu. Karena di dunia ini banyak wanita cantik dan seksi Boy. Cukup pilih satu saja wanita yang
cantik dimatamu, menentramkanmu. Tak
hanya cantik dimatamu, pilih juga wanita yang sabar, keibuan dan cerdas. Karena
dia yang akan mendidik anak-anakmu nantinya. Kecerdasan seorang anak, biasanya
menurun dari ibunya.
Nah, bagi yang gadis. Pilihlah lelaki yang
mencintaimu. Dengan cintanya dia akan melindungimu dan bertanggung jawab atas
dirimu dan anak-anakmu. Lihatlah bagaimana ia menjaga shalatnya, bagaimana ia
bersikap menghadapi sebuah peristiwa. Apakah ia memakai amarahnya atau logikanya.
Jangan menjadi gadis yang materialistik. Meskipun dia yang melamarmu belum
berpenghasilan secara mapan, setidaknya ia sudah bekerja. Percayalah, seorang
lelaki saat ia niat menikahi wanita pasti semangat kerja dan tanggung jawabnya
berlipat. Aku salah satunya .
Cantik, tampan. Semakin bertambah usia dia akan menua.
Keriput. Peot. Mana cantik yang dulu kau banggakan? Mana tampan yang dulu kau
puja? Semua telah dicipta sesuai takarannya. Cantik dimatamu saja. Yang penting
akhlak dan ilmunya. Akhlak dan ilmu yang dimiliki wanitamu tak akan keriput
meski ia telah menua.
*Suatu sore
di rumahku...
Kumasukkan motor, kukunci gerbang rumah. Kudengar derap lari putri-putriku. Ayah pulang!!! Tangan-tangan kecil itu menyambut dan mengecup tanganku. Kugendong si Tengah dan si Bungsu di kedua tanganku. Si Sulung membawakan tas kerjaku memberikannya pada istriku. Dia yang masih sama seperti dulu. Menyambutku dengan senyuman. Senyum termanis hanya untukku. Tak lupa sebuah pelukan. Pelukan cinta dari keluarga tercinta. Fabiayyi alaai Rabbikuma Tukadziban?
Kumasukkan motor, kukunci gerbang rumah. Kudengar derap lari putri-putriku. Ayah pulang!!! Tangan-tangan kecil itu menyambut dan mengecup tanganku. Kugendong si Tengah dan si Bungsu di kedua tanganku. Si Sulung membawakan tas kerjaku memberikannya pada istriku. Dia yang masih sama seperti dulu. Menyambutku dengan senyuman. Senyum termanis hanya untukku. Tak lupa sebuah pelukan. Pelukan cinta dari keluarga tercinta. Fabiayyi alaai Rabbikuma Tukadziban?
Bagiku, inilah cinta yang
sebenar-benarnya. Menjaga, dijaga dan penjagaan. Cinta yang tak merubah, tapi
menuntun perlahan. Kutuliskan kisah ini untukmu Kawan. Kisah nyata dari seorang
kakak ipar. Kisah yang dituturkan padaku sebagai pelajaran. Agar kisah ini tak hanya sampai padaku. Kutuliskan
disini untukmu. Untuk kita
Bahkan sebuah kisah hidup bisa
menjadi tulisan. Yuk berbagi kisah melalui tulisan!
Rizza Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar