Mungkin air mataku beberapa hari yang lalu adalah air mata
terakhir, seperti janjiku dulu. Aku tak
akan pernah menangis lagi. Janji itu janji yang sering kuingkari karena
kerapuhanku. Air mata malam itu aku rasa memang benar-benar air mata nelangsa
yang paling terakhir. Jalan malam-malam dari pertigaan Sardo ke rumah. Entahlah
kenapa malam itu rasanya sangat menyakitkan
Tak ada yang bisa menjemput, tak ada, semua teman rumahku
sibuk dengan tugasnya dan pasangannya. Malam itu, aku benar-benar merasa kecil,
tak ada daya, hanya air mata yang mengalir. Ditambah kabar ayah yang kembali
masuk rumah sakit. Ayahku kembali dirawat karena gula darahnya yang menurun.
Malam itu, air mataku mengandung banyak arti. Kesedihan, nelangsa, takut dan kerinduan. Kerinduan untuk pulang dan
menunggui ayahku di rumah sakit.
Malam ini masih dengan kejadian
yang sama tapi aku sama sekali tak menangis. Padahal tantangan malam ini justru
lebih menakutkan. Bayangkan, aku diturunkan len ABG di tengah jalan karena
memang terlalu malam sopirnya ingin pulang. Berjalan ke seberang dan menunggu
lama len jurusan stasiun. Tak ada. Hanya ada bapak becak tua. Mbecak jam sembilan malam ke stasiun.
Tak ada lagi AL disana. Sepi.
Untuk ada tukang becak yang menemaniku sampai akhirnya aku
mendapatkan len paling akhir malam ini yang jalan ke arah Dinoyo. Jam 21.10 aku
naik ADL dengan terdiam. Ada yang berkecamuk di hati ini. Malam ini apa-apaan? Aku
benar-benar melewati malam di jalanan dengan ketidakpastian. Naik apa? Masih adakah jam segini? Hanya alhamdulillah yang bisa kubilang saat
aku menaiki ADL.
Ada lagi. Turun dari mobil
pribadi itu aku harus berjalan satu kilometer untuk sampai ke kontrakan.
Malam, habis hujan. Rumah-rumah tertutup, hanya terdengar suara pria-pria
dewasa yang bercengkrama. Beberapa penjual nasi goreng yang kulewati sejenak
tertegun ketika melihat aku lewat. Makhluk
darimana nih? Seperti biasanya aku hanya bisa membalas tatapan dengan
senyuman.
Entahlah, dengan perjalanan malam ini aku sama sekali tidak
menangis. Sungguh aku tidak menagis. Bahkan aku tersenyum saat ditanya
teman-teman kontrakanku. Pulang dengan
siapa mbak Rizza? Bysikil ^_^
Kadang aku tertawa jika mengingat betapa mudahnya aku
bersedih, mudahnya aku trenyuh, mudahnya aku kasihan, mudahnya aku nelangsa.
Malam ini, aku sama sekali tak merasakan seperti yang sebelumnya aku rasakan.
Aku benar-benar biasa. Sangat biasa. Tak ada sedih, tak ada nelangsa. Melewati
malam ini dengan langkah kaki ringan. Tanpa takut sedikitpun. Meski aku
sendirian.
Aku sudah bilang kan, aku tidak mau menjadi lemah, aku tak
mau terlihat lemah. Meski akhirnya banyak yang menyangka aku terlalu ngoyo pada hidupku. Harusnya aku tak
senekat itu dengan kondisiku yang seperti ini. Kawan, kalau aku terus
memperhatikan komentar senada itu aku akan terus rapuh, aku benci kerapuhan.
Aku ingin jadi gadis yang kuat.
Air mataku malam itu adalah air mata terakhir, aku janiji. Malam
ini aku telah menemukan waktuku. Waktuku untuk menjadi kuat, lebih kuat dan
selalu kuat. Air mata memang identik dengan wanita. Aku bahagia dengan air
mataku yang berlebih. Air mataku mungkin tak akan berarti kesedihan lagi, tak
akan ada kerapuhan. Aku kuat sekarang . Air mata terakhirku malam itu. Malam
ini, malam esok aku hanya akan tersenyum lebih lebar lagi.
Assalamualaikum cinta,
Aku janji aku tak akan
menangis lagi. Aku akan jadi wanitamu yang kuat, yang daya juangnya tinggi
sepertimu, yang masih terus bermimpi dengan impian yang semakin banyak saja. Entahlah,
seperti yang biasa kutuliskan, kadang air mata itu muncul karena ketidakmampuanku
mobile kemana-mana. Karena aku masih harus terus berjalan. Maaf ya, aku tak
seperti wanita yang dimiliki teman-temanmu. Yang dengan santainya ,mereka bisa
kemana-mana sendiri dengan motornya.
Maaf ya Mas, aku tak
bisa seperti mereka. Tapi aku janji aku akan belajar naik mobil. Bulan ini
alhamdulillah mobilku akan datang. Aku akan belajar Mas, belajar mengendarainya agar kelak aku tak
terlalu merepotkanmu. Aku akan bisa mengantarkan anak-anak kita ke sekolah
sendiri. Tanpa harus memperlambatmu berangkat kerja.
Maaf juga ya, aku
sudah pernah dibonceng temen lelakiku. Bareng pulang, bareng jalan, bareng
silaturahim. Just that. Maaf. Mereka baik padaku, mereka hnaya ingin
menolongku. Aku terpaksa, karena aku tak bisa mengendarainya dan aku butuh
bantuan mereka. Maaf ya...
Mimpi lamaku kembali
terkuatkan Mas, S3. Aku ingin terus belajar sampai S3. Entahlah aku dapat uang
darimana, tapi aku yakin aku bisa. Aku akan buktikan Mas, bahwa orang yang
mempunyai kekurangan sepertiku bisa pinter. Bisa menjadi doktor bahkan
profesor. Agar orang-orang yang senasib denganku tak lagi dipandang sebelah mata. Agar banyak kaumku
yang termotivasi untuk terus berjuang mencapai prestasi tertinggi ditengah
keterbatasan. Aku harus berguna bagi keilmuan. Aku ingin terus hidup di dunia
literasi ini. Boleh ya?
Aku janji, aku akan
menjaga anak-anak kita, karena itu tugas utamaku sebagai seorang ibu. Aku akan
menjadikan pagi dan siangku milik anak kita dan murid-muridku, mahasiswaku dan
malamku untukku belajar dan untukmu. Seperti kumcer Sajadah Cinta yang pernah kubaca, Tentang
Dr. Rasyid ya kalo nggak salah namanya. Aku ingin seperti mereka. Nanti kita
menuntut ilmu sama-sama ya. Sampai tua.
Aku masih terus
belajar menjaga hati untukmu, untuk hanya mencintaimu yang mencintaiku. Kau
yang sampai kini masi h terus kudoakan dalam sujudku. Semoga kita segera
bertemu.Karena citaku yang kesekian adalah menikah muda. Karena aku ingin
terjaga dan menjagamu. Ayah dan ibuku merindukan tawa putra putri kita. Mas,
salam buat ibu ya.
Mas, sudahkah aku mengenalmu? Entahlah, aku sendiri
juga tak tahu
Rizza Nasir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar