Bolehkah saya datang ke rumahmu? Yah sekedar bermain, melihat ornamen dan perabot yang kau punya, adakah ukiran-ukiran indah disana, atau porselen mengkilat memenuhi meja. Rumahmu, adakah seindah istana, atau sekotak udara tempat bersandar dari lelah setelah seharian bekerja?
Bagaimana rumah impianmu? Idealnya
memiliki beranda yang nyaman untuk menghirup udara pagi ditemani secangkir teh
manis, halaman yang penuh bunga, ruang tamu, kamar tidur yang cukup untuk semua
, ruang keluarga, mushola dapur, kamar mandi. Kalau masih ada lahan, bisa
ditambah taman di belakang, ada-ada ayunan
dan kolam renang. Dihuni oleh ayah, ibu dan anak-anak yang lucu .Ah,
idealkah rumah semacam itu?
Rumah. Bukan sekedar bangunan tempat
berlindung dari pergantian musim, rumah tak hanya tempat untuk berkumpulnya
keluarga. Rumah bagi sebagian orang juga menjadi taruhan jati diri. Seberapa
sukses ia bekerja, dilihat dari seberapa besar dan bagus rumahnya. Adakah kau
berpikir begitu? Saya tak menyalahkanmu, karena jawabanmu adalah buah dari
pengamatan dan perjalanan pemikiran dan itu berbeda tiap orang.
Rumah bagi lelaki tua diujung sana,
adalah sekotak tanah yang berdinding bambu, beratap seng yang meneteskan air
kala hujan. Disitulah ia tinggal bersama dua cucunya. Berbaliklah, kau lihat
pemuda itu, pemuda sederhana yang baru saja mengumandangkan adzan maghrib,
baginya masjid ini rumahnya. Rumah Allah, yang berarti rumah hambanya. Bukankah
begitu?
Nah, ku ajak kau menyusuri jalan
ini, jalan yang berlapis semen, tujuannya agar hujan tak membuatnya melicin.
Jalanan ini membelah kampong. Kampung yang dihuni tiga ratus jiwa atau mungkin
lebih, aku tak sempat menanyakan ke kantor kelurahan. Di kampung ini. Semua
rumahnya bersahaja, tak terlalu besar, mungkin tiap rumah hanya berisi dua
kamar dengan ruang tamu kecil, dapur kecil dan kamar mandi yang juga kecil.
Kecil yang dalam bahasa seharusnya adalah sempit. Anak-anak senang bermain di
emperan. Berkumpul menyatu, tinggal panggil nama saja semuanya dengar, karena
disini tak ada jauh yang memisahkan rerumah. Dekat, empet, sempit.
Bagi gadis yang memesan uduk itu,
rumahnya adalah kamarnya, 2x3 meter yang ia angsur tiap bulan agar ia bisa
tetep tinggal, tidur, belajar, bekerja
dan kuliah. Tak perlulah besar-besar. Cukup untuk berebah saja sudah
Alhamdulillah, bagi mahasiswa sejenis dia, kamar kost adalah rumahnya. Rumah
yang di dalamnya tak ada keluarga, hanya dia. Satu.
Rumah yang ideal mungkin berbeda bagi
tiap orang, tapi rumah sejatinya adalah tempat tinggal, hanya itu, tak ada
idealitas yang membersamainya kecuali itu hanyalah kesemuan dunia. Rumah adalah
tempat dimana kita menemukan ruang untuk meleha dari aktifitas dunia,
Terlindung dari panas dan hujan. Menyelesaikan semua tugas dan amanah, merajut
kasih dan kedekatan pada keluarga dan Tuhannya.
Rumah, bagaimanapun bentuknya dan
dimanapun tempatnya, adalah semua yang membuatmu nyaman, tak perlulah berkaca
pada layar yang menyajikan rumah mewah
dengan harga ruah, juga tak perlu melirik rumah tetangga sebelah. Apa yang kau
miliki sekarang adalah rumahmu, titipan untukmu, dijaga ya !.
Dan setelah kita berjalan-jalan pada
rumah-rumah, aku hnaya berharap kau tak lupa jalan pulang ^_^
Depok, 17
Januari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar