Jumat, 31 Januari 2014

Tuhan, Aku Terluka

Jika ini namanya luka Tuhan
Tolong beritahu aku bagaimana cara mengobatinya
Dimana aku harus beli obatnya
Perih, perih sekali

Tuhan, jika pada akhirnya aku harus bahagia
Tolong hapuskan luka ini dari hatiku
Hapuskan ceruk luka dari ingatanku
Aku tak lebih lama menahan luka ini

Sakit sekali, sakit, sakit!
Tolong aku Tuhan
Siapa lagi yang mendengarkan aku
Kecuali Engkau?

RIZZA NASIR

My Letters : Surat Kecil Untuk Andah

Asmirandah, saat kamu berjilbab kamu terlihat ayu. Di Ketika Cinta Bertasbih, di Dalam Mihrab Cinta atau di Kemilau Cinta Kamila. Ibuku bilang kamu ayu kalau pakai jilbab. Bahkan kami pernah berdoa semoga kamu tergerak untuk berjilbab. Sebagai perempuan, aku pernah ingin seanggun kamu. Jika sekarang kamu memilih menjadi Kristian, sebagai muslimah aku menyayangkan.

Membaca berita tentangmu, jujur aku terhenyak. Apalagi setelah kamu bilang "Agama hak aku, itu imanku Terserah orang mau nilai aku seperti apa, itu urusan aku sama Tuhan" yang kamu ucapkan itu memang masih ambigu. Aku tak mau terburu-buru menyimpulkan, karena ini masalah keyakinan. Sensitif sekali memang.

Rabu, 29 Januari 2014

KHAYALAN TENTANG KORAN



Suatu hari aku pulang dengan menenteng sebuah koran. Aku bukanlah penikmat berita, aku hanya membaca koran sesekali saja. Mungkin hanya headline, opini atau catatan redaksi. Cukup. Hari itu aku sengaja, mampir ke penjual koran di perempatan. Membeli  koran hari itu. Sedikit penasaran, Ada yang lagi hebohkah?

“Ngapain beli koran segala, wong di internet aja tinggal klik. Berita udah nggak kurang-kurang” itu kata temanku. Dia memang suka sekali dengan portal berita online. Setiap hari dia selalu update berita, aku mendengarkan saja, dia selalu membacanya keras-keras. Jika menurutku itu menarik, aku baru mendekat dan melihatnya langsung.

Malamnya, setelah dia tidur dan kukhatamkan dua koran, aku kembali terpikir oleh ucapannya. “Ngapain beli koran?” Menurutku benar juga, apa yang dia katakan. Bukankah sekarang ini zaman serba cyber?  Dunia seakan-akan telah  menjadi dikotomi yang serasi. Dunia nyata dan dunia maya. Dunia maya, seakan-akan sudah lebih menarik dari dunia nyata. Segalanya ada cuy, bagaimana tak tertarik?

My Letters : Salam Untuk Dinda

Aku menulis ini, atas permintaan mereka. Karena mereka tak suka menulis, akhirnya akulah yang ketiban sampur disuruh nulis. Ya, Baiklah, ini untukmu Dinda:


Dinda, tak pernah habis rasa syukurku bisa mengenalmu dalam detik hidupku. Sejak mengenalmu, aku semakin yakin bahwa Allah tidak membiarkan aku sendirian menjalani hidupku. Allah memberikan begitu banyak cermin hidup untukku bercermin. Melihat kembali ke dalam diriku. Sudahkah aku bersyukur atas hidupku?

Sejak pertama mengenalmu tahun 2010 dulu. Aku sudah berjanji pada diriku. Aku tak boleh lemah atau tampak lemah lagi seperti sebelumnya. Aku harus kuat dan menguatkan diriku lagi agar bisa menguatkanmu. Kalau aku lemah bagaimana denganmu? Bukankah kita cermin? Aku ingin menjadi cermin yang bening bagimu. Aku ingin menjadi cermin yang jika kau bertanya “Siapa yang paling cantik di dunia ini?” Maka aku akan menjawab “Kamu cantik”. Jika kamu bertanya “apakah aku bisa?” maka aku akan menjawab “ kamu bisa”

Selasa, 28 Januari 2014

Maaf, Aku Mencintainya

Sejak aku mulai mengenal dunia tulis menulis sekitar tahun 2007 aku berniat untuk serius menulis atau menjadi penulis. Saat itu aku  bergabung di ekstrakurikuler Pers Jurnalistik MAN 3 Kediri. Karena masih masa 'penjajakan' jadi aku hanya menulis saat ada tugas dari kakak kelas saja. Namanya tugas mingguan, aku pun juga jarang mengerjakan karena saat itu lebih tertarik untuk menjadi penyiar di radio sekolah. Tertarik bicara daripada menulis.

Mulai tergugah menulis kembali tahun 2010, awal menjadi mahasiswa dan tergabung di Forum Lingkar Pena Cabang Malang. Rasanya iri, melihat semua teman satu organisasi menulis. Dimuat di majalah ini, majalah itu. Menang lomba ini, lomba itu. Apalagi setelah diberi amanah baru 'merawat' FLP Ranting UIN Malang dan punya 'adik binaan'. Semakin terlecutlah untuk menulis dan menulis. Lebih banyak lagi. Jika aku saja tak mau menulis. Bagaimana dengan mereka?

Sebenarnya sudah sejak lama aku menjadi penulis diary, setiap malam sebelum tidur selalu tak pernah absen 'berbicara' lewat tulisan tangan itu. Apakah menjadi penulis diary itu menyenangkan? Ya, menyenangkan, karena semuanya 'terekam' dengan pasti. Motivasi juga terus terjaga. Hanya saja tulisan itu tak akan pernah terbaca. Mungkin terbaca, tetapi hanya untuk orang terdekatku saja.

Ada Harap

Ada harap dalam doa
Ada harap dalam cerita
Ada harap dalam tinta
Tuhan, aku berharap semua akan baik-baik saja
Tak ada lagi duka
Tak ada air mata
Hanya bahagia
Masih ada, harap

RIZZA NASIR

SEBUAH JAWABAN

Sebuah jawaban, kau beri aku jawaban sebelum aku bertanya
Kau beri aku yang ingin kutahu sebelum aku meminta
Apkah kau tahu segalanya?
Apakah kau sudah merasakan semuanya?
Tahu jalan pikiranku
Tahu isi hatiku
Mungkin
Kau beri aku sebuah jawaban
Dan aku tak akan pernah bertanya
Biarkan ia hilang begitu saja

RIZZA NASIR

Senin, 27 Januari 2014

DILEMA AIRA




“Bagaimana? Mau dia diputusin?”

“Nggak mau, dia minta kesempatan biar dia bisa berubah” begitu kata Aira padaku. Berubah? Duh, itu pasti cuma trik dia saja biar tetap sama kamu. Tetao nyakitin kamu.

“Aku kecewa sama Abah” katanya sesenggukan didepanku. “Kenapa dengan Abah?, kamu tadi telepon Abah, terus beliau bilang apa?” aku penasaran

“Kata Mas, beliau bilang kalau Abah nggak ngebolehin kita putus”

“Ha?, kamu serius Ra? Bukannya kemarin kamu sudah...”

“ Makanya aku kecewa” Aira semakin terpuruk dalam bantalnya. Duh, inikah cinta?  

Minggu, 26 Januari 2014

A Little Thing Called Love




Selesai sholat Shubuh hari ini, entah kenapa aku ingin kembali membuka buku diaryku. Diary yang kuletakkan rapi di rak buku, mungkin sudah seminggu dia teronggok disitu. Tumpukan buku diktat dan rekaman penelitian menyita hariku akhir-akhir ini. Seperti biasanya. Aku menulis untuknya. Hubby. Kamu bisa cari di blog ini tentang Hubby kalo kamu penasaran dengan dia.

Tapi bukan itu yang ingin aku tulis pagi ini. Aku hanya teringat tentang sebuah pertanyaan, “Rizza, pernahkah jatuh cinta?”, entahlah dia itu penanya nomer berapa. Jari tanganku sudah tak cukup menghitungnya. Mungkin mereka penasaran. Pernahkah gadis seperti aku ini jatuh cinta?

Seperti sebelumnya, seperti yang sudah-sudah. Aku menjawab begini “Belum” . Dan seperti yang sudah-sudah juga pasti yang menanyaiku itu bilang begini. “Ha? Belum? Masak? Atau begini “Alah jangan bohong kamu, sebenarnya kamu sudah jatuh cinta, kamu nggak nyadar aja”  ada juga yang begini “kalau cinta bilang aja, nggak usah malu”  parahnya ada yang menohok bilang “kamu lesbi ya Za?” dan penanya terakhir bilang begini “kamu memang gadis yang kuat, tapi itu beda tipis sama beku” . Entahlah, besok jika ada penanya lagi, mereka akan jawab apa setelah aku katakan “Belum”

TRUST!



Aku tidak mengerti kenapa ayahku masih melarang aku untuk pergi, bukankah ayah bilang aku harus menjadi gadis yang kuat? Ayah selalu bilang kalau aku harus bisa belajar dari teman-temanku. Bagaimana aku bisa belajar kalau kesempatan saja tak ada? Bagaimana aku bisa menjadi gadis yang kuat?

“Sudah, kamu di rumah saja, jangan kemana-mana” aku mengangguk. Ingin rasanya aku berontak dari semua peraturan ayah, kenapa aku tak boleh ini itu, kenapa aku hanya boleh di rumah saja? Ibuku, ibuku tak jauh beda dengan ayah. Ibu tak pernah membolehkan aku membantu di dapur. Takut aku terkena api, takut aku terluka atau takut aku memecahkan piringnya. Kalau sudah begini, bagaimana aku belajar menjadi seorang wanita?

Aku tahu mereka menyayangiku, tapi bukan begini caranya. Aku bosan dengan ini semua. Aku ingin duniaku yang dulu. Yang penuh dengan tawa teman-temanku. Sejak kecelakaan itu menimpaku, aku kehilangan semua yang pernah kumiliki. Mataku, mataku tak bisa melihat secara sempurna, pecahan kaca yang membutakan mata kiriku. Kakiku, kakiku tak sekuat dulu, aku harus berjalan tertatih-tatih jika aku ingin sesuatu. Aku ingin diriku yang dulu. Aku juga ingin kepercayaan dari kedua orang tuaku.

Senin, 20 Januari 2014

KENAPA BERJILBAB BESAR ?



Kenapa berjilbab besar? Itulah yang sering orang tanyakan pada saya Jika mendapat pertanyaan seperti itu, kadang saya membatin begini, Kenapa kamu tanya? Ya, semua orang memang memiliki persepsi berbeda terhadap perempuan yang berjilbab besar. Pernah suatu hari saya ditegur saudara saya, Eh itu jilbabnya nggak kepanjangan? Ntar dikira istri teroris lho kamu. Perempuan yang berjilbab besar diidentikkan dengan istri teroris.

Jilbab besar juga diidentikkan dengan pergerakan tertentu, misal Hizbut Tahrir Indonesia atau yang lebih dikenal dengan HTI. Kamu anak HTI ya? Entah sudah berapa ratus kata-kata seperti itu mampir di telinga saya. Saya menjawab begini “ Bukan, saya bukan anggota HTI, emangnya kenapa?”, “Kok jilbab kamu besar?”
Glek, lagi-lagi soal jilbab besar.

Entah kenapa, orang-orang yang bertemu saya (untuk pertama kalinya) selalu menjustis saya seperti itu. Tak masalah sebenarnya. Hanya saja kenapa mereka selalu melabeli dengan organisasi tertentu. HTI? Kenapa mereka selalu menganggap HTI itu aliran keras? Yang harus ditakuti dan dihindari?

Minggu, 19 Januari 2014

TAK AKAN ADA LAGI PUNGLI, SAATNYA SISWA BERPRESTASI


Keputusan  Pemkot Malang untuk merealisasikan program sekolah gratis telah benar-benar dilaksanakan. Diedarkannya Perwali ke sekolah-sekolah mulai Senin, 6 Januari 2014 ini tentu menjadi kabar gembira bagi semua  pelajar dan orang tua siswa. Bagaimana tidak, Pemkot kota Malang menggelontorkan dana 175 Milyar untuk keterjaminan pendidikan di Kota Malang.

Dana tersebut tentu saja untuk membiayai sarana prasarana pendidikan mulai dari jenjang dasar hingga menengah atas dan kejuruan serta Bosda. Imbas dari peraturan ini, sekolah tidak bisa lagi mematok pungutan pada wali murid. Pungutan itu apa? Jika jumlah uangnya ditentukan berikut batas waktunya. Sejak Perwali ini diedarkan maka tak akan ada lagi pungutan tersebut di sekolah-sekolah atau sekolah tersebut siap menerima sanksi.

Meski demikian Perwali ini tidak menutup sepenuhnya partisipasi dari masyarakat. Diluar keperluan biaya rutin, masyarakat masih bisa memberikan sumbangan atau sedekah. Ingat! Yang namanya sumbangan itu seikhlasnya yang memberi, tak ada patokan apalagi batas waktu. Adanya perwali ini menindak penyimpangan dan mengajak orang tua bersedekah kepada sekolah jika orang tua menginginkannya. Bukankah memberi untuk kepentingan menuntut ilmu berarti pahalanya sama dengan yang sedang menuntut ilmu?

Sabtu, 18 Januari 2014

My Letters : Alhamdulillah, Akhirnya Lamaran


Assalamualaikum Mbak Nia sayang....

Bagaimana rasanya? Bagaimana rasanya dilamar hmm?

Hanya Alhamdulillah yang terucap di bibirku saat mendengar berita dari ibu kalau kamu akan lamaran malam ini. Aku juga sangat ingin berada disampingmu malam ini, melihat kamu cantik dan mesam-mesem. Ah... Mbak Nia, kamu pasti lucu sekali malam ini. Salang tingkah ya? Adem panas ya?

Mbak, sebenarnya sejak kalian telepon pagi itu, aku sudah memantapkan diri kalau hari Jum’at tanggal 17 Januari kemarin, aku harus berangkat ke Bojonegoro menghadiri lamaranmu. Aku sudah membayangkan akan bantu-bantu Lek Ti  dan Mbak Ana masak-masak, aku juga sudah membayangkan kalau kamu pasti pesan kue coklat kesukaanmu dan aku akan menata atau membagikannya pada para tamu.

Aku membayangkan juga kita akan tidur sekamar, lalu aku akan mewawancarai kamu banyak hal, kita akan ngobrol sampai malam. Aku sudah menyusun pertanyaan banyak. Kapan kamu bertemu dengannya? Gimana cerita kalian sampai akhirnya lamaran, aku pengen tahu semua itu langsung dari mulutmu. Kita pasti haha hihi, guyonan sampai malam. Kalau Mbak Yeti atau budhe belum koar-koar kita pasti belum merem.

BAGAIMANA JIKA IA TAK MAU KENDUREN?

“Bagaimana jika ia tak mau kenduren?” itu adalah tanya seorang teman waktu kami diskusi. Mendiskusikan tentang pernikahan dan suami impian. Awalnya kami membincang tentang keluarga masing-masing, lalu merembet ke kultural keluarga sampai akhirnya munculah kata yasinan, tahlilan dan kenduren di perbincangan kami. Munculah pertanyaan itu, bagaimana jika suami kita nanti tak mau kenduren?

Kenduren atau kenduri dalam bahasa Indonesia diartikan makan bersama, pertanyaan dari seorang teman itu terkait dengan kultur sebagian besar keluarga kami mengadakan yasinan atau tahlilan di rumahnya. Sudah bisa dipastikan, jika ada ritual begini pasti ia dari golongan Nahdatul Ulama atau lebih dikenal dengan NU. Entah kenapa semua menganggap begitu. Identik.

Nah, bagaimana jika Allah memberi jodoh kita lelaki yang tak mau dengan ritual itu atau bisa dikatakan dia Muhammadiyah? Pertanyaan ini seperti de javu bagi saya, dulu saat saya maba. Saya sering sekali mendapat pertanyaan begini: “Kamu NU atau Muhammadiyah Za?” Mendapat pertanyaan begitu saya biasanya menjawab “dua duanya” sambil nyengir kuda. Ya, jika ditanya NU atau Muhammadiyah, saya selalu bingung, dalam benak saya keduanya adalah organisasi masyarakat, namun jamak lebih dikenal sebagai aliran keagamaan daripada organisasi masyarakat.

Jika NU atau Muhammadiyah adalah organisasi keagamaan. Saya tak pernah mendaftar sebagai kader IPPNU atau IMM. Saya malah mendaftar sebagi kader LDK yang notabene berpayung Tarbiyah. Jika NU dan Muhammadiyah adalah aliran, maka saya juga tak pernah ikut jamaah sholawat, jamaah diba’ atau jamaah yasinan pemuda di kampung karena saya sejak tamat SD dikirim ke pondok putri dan asrama putri. Pondok saya bukan pondok NU atau pondok Muhammadiyah, kalau sekarang mungkin dikenal dengan pondok modern. Jika memang begitu yang dipahami, berarti saya tak masuk keduanya.

Jumat, 17 Januari 2014

MENCINTAI AL-QUR’AN SEPERTI ANAK-ANAK





Dimanakah kau letakkan dia? Di atas meja belajarmu? Atau di atas lemari? Apakah kau rutin membacanya atau hanya sekali-sekali?

Masih lekat diingatan saya, dulu saat masih SD, saya selalu dimarahi ibu jika sudah sampai jam 4 sore masih dolan, apalagi kalau pulang-pulang bau sangit karena habis main masak-masakan atau rok basah karena main air dengan teman-teman.

Bukan, ibu saya bukan marah karena saya bermain, tapi ibu saya marah kalau saya tidak mengaji. Ya, lazimnya anak kecil lain. Setiap sore habis shalat Ashar saya selalu mengaji di masjid depan rumah saya, bersama teman-teman lainnya. Setiap hari, tanpa libur, kecuali hari libur rutinan yakni hari Kamis.

Bahkan kami selalu berlomba untuk  selalu lancar membaca Al-Qur’an, hingga boleh lanjut ke halaman selanjutnya. Kami berlomba siapa paling banyak bacaannya, paling lancar bacaannya, dan siapa yang khatam Al-Qur;an duluan. Ah... ternyata masa kecil saya begitu dekat dengan rutinitas Qur’ani. Saya rasa tak hanya masa kecil saya, tapi juga masa kecil Anda.

ROMANSA MA ISA



Ma Isa adalah nama sebuah kedai lalapan yang berada tepat di depan kontrakan saya. Memanfaatkan teras rumah sebelah yang lapang, disitulah ia mencari rezeki dengan berjualan lalapan. Awalnya saya mengira wanita yang berjualan itu berusia lima tahun di atas saya. Karena dia sedang hamil tua. Ternyata dugaan saya salah, wanita yang berjualan lalapan itu seusia dengan saya.

Adanya Ma Isa berjualan di depan kontrakan tentu sangat membantu perut kami, jika tidak ada sayur atau ikan yang di masak dan sedang malas keluar cari makan karena hujan, Ma Isa jadi pilihan. Kami satu kontrakan sembilan orang, jika masing-masing dari kami pernah beli makan di Ma Isa, berarti kami masuk dalam kategori pelanggan setia, hehe.

Saya sangat trenyuh melihat Ma Isa, yang dengan perut buncitnya terus bekerja. Sembari menunggu dia menggoreng ayam pesanan saya, saya mulai iseng bertanya ini itu padanya. Entah, jika ada hal yang luar biasa seperti ini, saya selalu ingin tahu lebih banyak. Pernah satu sore saat saya beli, Ma Isa mengenakan jaket, ternyata itu adalah almamater. Ma Isa ternyata seorang mahasiswa. Bodohnya sekian bulan bertetangga, saya baru tahu kalau dia masih kuliah.

“Lho, Mbak masih kuliah ternyata?, dimana?”

DICARI! LELAKI YANG SIAP JADI GURU SD



Dicari! Lelaki yang siap menjadi guru SD. Kamukah orangnya? Jika YA,  siapkan dirimu, anak-anak membutuhkanmu.

Berapa banyak guru SD-mu yang kamu panggil Pak? Pak Guru, berapa? Sudah bisa dipastikan, tidak ada yang menjawab lebih dari 5 atau jika lebih dari 5 guru lelaki di sekolah itu, sudah pasti itu SD bonafit, atau SD milik yayasan yang dikenal banyak orang. Sekarang coba tengok di SD di desamu, tengok SD-SD pinggiran. Berapa banyak lelaki dewasa yang setiap pagi berdiri di gerbang untuk menyalami siswa-siswanya? Mungkin satu, sebagai kepala sekolah. Mungkin juga dua orang, sebagai kepala sekolah dan tukang kebun, atau tukang kebun dan guru agama saja. Sementara sisanya adalah Bu Guru. Wanita.

Memang tak dipungkiri, mengajar di tingkat dasar membutuhkan kesabaran yang ekstra, butuh ketelatenan yang super, butuh kesabaran yang melangit dan sifat-sifat itu kebanyakan dimiliki oleh wanita, atau Bu Guru. Tak sedikit pula lelaki yang memiliki sifat itu, tapi tak banyak dari mereka yang mau jadi Pak Guru. Pak Guru di sekolah dasar. Di tingkat menengah, SMP dan SMA, bisa jadi jumlah Pak Guru dan Bu Guru seimbang, atau bahkan lebih banyak Pak Guru jika di SMK. Pendidikan tingkat menengah agaknya memang lebih diminati para lelaki yang peduli pendidikan, karena anak-anak pada tingkat menengah tidak serewel anak tingkat dasar. 

MY LETTERS : Untuk Calon Anak-anakku

Assalamualaikum Nak, tulisan ini ibu tulis saat ibu masih berusia dua puluh satu tahun, saat ibu masih belum bertemu dengan ayahmu. Menuliskan surat ini untukmu, jauh-jauh hari. Bahkan sebelum kau ada di rahimku. Sebagai motivasi ibu untuk menjagamu, mulai saat ini.

Suatu hari nanti, saat ibu melihat dua garis merah, saat ibu merasakan bahwa ibu dan ayahmu tak lagi hidup berdua, saat itulah ibumu ini benar-benar menjadi ibu. Dan ayahmu akan dipanggil dengan sebutan ayah. Nak, meski ibu tak tahu kapan saat-saat itu terjadi dihidupku.  Ibu punya mimpi untuk itu. Ibu berdoa agar Allah memberi kesempatan ibu untuk melahirkanmu, melihatmu dan dipanggil “ibu” olehmu.

Nak, meski itu masih dalam alam impian ibu tapi ibu sudah sangat merindukanmu. Tentu saja jika ibu merindukanmu, ibu harus bersiap diri untuk menjadi seorang istri baru kemudian ibu bisa menjadi ibumu. Ibu tahu, tak mudah menjadi seorang ibu. Tapi sejak ibu mulai punya mimpi memilikimu, ibu mulai bersiap diri, menjaga diri, menjaga tubuh ini agar menjadi tempat yang nyaman untukmu nanti.

Ibu menjaga setiap makanan yang ibu makan, karena gizi yang tersimpan akan menjadi investasi untuk mengandungmu nanti. Ibu belajar memasak berbagai menu, agar ayah dan kamu selalu betah di rumah bersama ibu. Ibu belajar bagaimana agar masakan itu tak tampak biasa saja tapi menggugah selera, anak-anak biasanya suka dengan bentuk makanan yang tak biasa. Ibu belajar.

Kamis, 16 Januari 2014

BERLIBUR DENGAN AYAT-AYAT CINTA



Melihat mereka memeluknya dan memejamkan mata dengan mulut terus merapal ayat-ayat cinta. Aku cemburu

Seharian kemarin, aku sengaja, mengosongkan hari itu untuk tidak pergi ke sekolah dan bertemu teman kecil dan guru-guru. Di sekolah sedang ada perayaan maulid nabi, ada pengajian dan shalawat bersama, sudah bisa dipastikan tidak ada aktifitas belajar mengajar dan tentu saja aku tak bisa penelitian.  Aku memilih menggunakan hari itu untuk menyelesaikan administrasi kampus dan pergi ke bank membayar uang kuliah.

“Mbak Rizza, nanti selesai dari bank jangan pulang dulu ya, tunggu aku di Mastar (Masjid Tarbiyah UIN Maliki Malang), aku mengangguk. Ah.. Lia memang selalu begitu, menganggapku seperti kakaknya, dia tak mau aku pulang sendirian.

Lia, mengikuti program SYAUQI (Syahrul Qur’ani ) yang diadakan Hai’ah Tahfidz Al-Qur’an jadi pagi begini adalah jadwal dia untuk setoran pada mushohihah-nya. Selesai dari Bank BRI, aku langsung menuju Masjid Tarbiyah, berniat menunggu Lia pulang sambil menyelesaikan bacaan.


Melihat mereka memeluknya dan memejamkan mata dengan mulut terus merapal ayat-ayat cinta. Aku cemburu.

OKI & ORY, DUA SEJOLI INSPIRATIF



Siapa yang tak kenal Oki Setiana Dewi? Aktris yang mulai di kenal lewat perannya sebagai Anna Althafunnisa di Film Ketika Cinta Bertasbih  (KCB) besutan sutradara Chaerul Umam yang diadaptasi dari novel dengan judul yang sama karya Kak Abik. Oki begitu ia biasa disapa bermain apik dalam film tersebut hingga ia dinobatkan sebagai aktris terbaik dalam Panasonic Award.

Secara personal saya memang tak pernah bertemu dengan Mbak Oki, tapi sosoknya begitu membekas di hati saya. Awalnya saya biasa saja ketika melihat aktingnya di KCB. Saya baru nge-fans sama dia setelah membaca dua bukunya yakni Melukis Pelangi dan Sejuta Pelangi. Dibuku pertama Oki  menulis tentang kisah hidupnya dan di buku kedua ia menulis tentang kisah-kisah orang luar biasa yang pernah ditemuinya.

Dari tulisannya yang renyah dan lugas serta memberi pencerahan itu. Saya mulai sadar kalau Oki adalah artis yang berbeda dan sangat luar biasa. Dia berprestasi di sekolahnya, multi talenta, cantik dan sholihah. Saya ingin seperti dia. Berapa banyak gadis di Indonesia yang seperti saya? Mengagumi dia dengan segala yang ada padanya, talentanya, kesolihannya. 

Rabu, 15 Januari 2014

Tataplah Wajahnya dan Berdamailah


Ketika kita marah pada seseorang atau kecewa pada semua yang ada, maka kita cenderung meluapkannya dengan kata-kata, atau tingkah yang berlebihan untuk meluapkan amarah itu. Terlebih seorang wanita, yang notabene memiliki kebutuhan mengeluarkan kata-kata atau suara tiga kali lipat lebih besar dari lelaki. Itulah kenapa wanita dikenal makhluk yang cerewet.

Saat emosi memenuhi hati, kita akan cenderrung menyakiti. Saat amarah itu meluap, kadang-kadang kita tak bisa menahannya membanjir pada siapapun, lewat kata-kata tertulis atau terlisan. Kebanyakan manusia memang begitu, sangat sedikit manusia yang bisa mengelola amarahnya dengan bijak. Banyak hubungan merenggang karena amarah, banyak hati tersakiti karena emosi.

Sekali waktu cobalah tatap wajah orang yang kita sedang sensi dengannya. Tatap wajahnya dan rasakan betapa dia yang kau beri marahmu adalah orang biasa. Orang biasa yang memiliki khilaf dan cela. Marahmu padanya mungkin karena dia tidak seperti yang kau inginkan, atau jangan-jangan marahmu padanya karena kau tak mengerti apa yang dia maksudkan?

Selasa, 14 Januari 2014

Muludan, Berkatan dan Jenang Abang

Saya melihat di kalender, ternyata hari ini tanggal merah. Sejak tidak ada lagi jadwal kuliah, saya sering lupa tentang hari, tanggal dan moment apa yang terjadi. Saya hanya ingat hari ini Maulid nabi. Saya teringat dulu saat saya masih SD, hari maulid nabi seperti ini adalah hari yang sangat menyenangkan. Kenapa? Karena di hari ini saya tak memakai baju seragam sekolah.

Ya, jujur saya bosan dengan seragam merah putih juga seragam lainnya, yang harus saya pakai, makanya setiap moment seperti ini saya senang karena saya bisa memakai baju bebas. Busana muslim, begitu ibu saya memberitahu, setelan baju atasan dan bawahan panjang plus jilbabnya yang satu setel. Ya, seperti anak-anak jaman sekarang.

Di hari maulid seperti ini, kami akan mengadakan sholawat bersama di lapangan sekolah, lalu mendengarkan tauziah guru agama tentang maulid nabi. Shiroh nabawiyah, karena tauziah beliaulah saya tahu sejarah nabi, bahkan hapal di luar kepala karena setiap tahun yang dibicarakan selalu sama.

Setelah selesai bertauziah, kami bersalam-salaman kemudian berlari masuk ke kelas dan membuka berkat. Berkat itu adalah sebutan untuk makanan yang kami bawa dari rumah. Biasanya ibu tidak hanya membawakan satu berkat untuk saya tapi dua. Satu untuk saya, satu untuk wali kelas. Ada beberapa murid yang ibunya berlaku seperti ibu saya. Bisa dibayangkan betapa pebuhnya meja guru dengan berkat dari kami.

Senin, 13 Januari 2014

MAULID NABI : SEBUAH PENDEWASAAN PEMIKIRAN

Esok 12 Rabiul Awal, jamak diketahui jika pada tanggal tersebut adalah tanggal lahir Rasulullah SAW. Di Indonesia kelahiran beliau banyak diperingati sebagai satu moment yang sakral dan agung. Muludan, begitu kata orang Jawa. Hal ini tidak bisa terlepas dari bagaimana Islam masuk ke Indonesia. Islam beserta ajarannya masuk ke Indonesia dengan cara penetrasi, dengan cara yang sangat laten dan membaur dengan berbagai tradisi yang telah ada dan eksis. Dengan kata lain Islam masuk ke Indonesia tanpa menimbulkan hentakan shoc culture, apalagi memicu kontroversi, sesuatu yang tidak lazim bila dibandingkan dengan sejarah munculnya beberapa ideologi besar di dunia.

Saya pernah mendengar tentang Islam Indonesia yakni Islam yang telah melekat bersama dengan budaya Indonesia. Budaya tersebut telah mewarnai ritual keagamaan. Ada peringatan muludan, sekaten, syuroan dsb. Tentu ini tidak terlepas dari faktor historis tadi. Oleh karena itulah, wajah Islam di Indonesia merupakan hasil dialog dan dialektika antara Islam dan budaya lokal yang kemudian menampilkan wajah Islam yang khas Indonesia. Dalam kenyataannya, Islam di Indonesia memanglah tidak bersifat tunggal, tidak monolit, dan tidak simpel, walaupun sumber utamanya tetap pada al-Quran dan al-Sunnah. Islam Indonesia bergelut dengan kenyataan negara-bangsa, modernitas, globalisasi, kebudayaan lokal, dan semua wacana kontemporer yang menghampiri perkembangan zaman dewasa ini.

PKLI MALAYSIA 8 : PRO KONTRA PKLI MALAYSIA


Empat bulan sudah saya tergabung dalam tim PKLI Malaysia. Selama empat bulan ini, sebagai ‘pemain inti’ saya banyak sekali mendapatkan tekanan dan juga dukungan. Seperti halnya program ini yang mengundang kontroversi banyak pihak, seperti itu pula hal ini berimbas pada kami, pemainnya.

Jangan dikira bergabung dalam PKLI Malaysia ini kami bahagia, melayang di awang-awang. Tidak, kami tidak setenang itu. Jika saya menggunakan istilah bahagia dan nelangsa. Kami bahagia karena kami lolos seleksi dan kami nelangsa karena hingga kini pilihan kami menuai kontroversi. Tidak hanya dari civitas kampus, tapi dari teman-teman kami sendiri.

Saat pertama kali diumumkan dan nama saya ada di papan pengumuman, teman-teman saya yang saat itu begitu berambisi lolos langsung berlaku berbeda pada saya. Ada yang jika bertemu saya langsung melengos, ada yang tatapan matanya aneh tak seperti biasa. Kadang saya bertanya, kenapa mereka begitu. Saya termasuk orang yang tidak bisa lama marah dengan orang atau merasa orang lain marah dengan saya. Kalau kamu mau, nih ambil posisi saya, toh saya juga tak terlalu menginginkan lolos, berbeda dengan kamu. Tapi tolong, jadilah temanku yang dulu. Saya sudah berbesar hati begitu, tapi ternyata posisi itu memang tak bisa digantikan dengan orang lain.

Banyak teman-teman saya juga yang mengkritik program ini

Program ini tuh program tidak beres, kenapa kamu mau bergabung?

Minggu, 12 Januari 2014

DIA BERNAMA HUBBY (Sebuah Cara Baru Menjaga Hati)

Hari ini aku membuka kembali catatan harianku, sebuah catatan yang sudah beberapa minggu ini kutinggalkan atau terlupakan karena disibukkan dengan skripsi. Aku  membukanya dari lembar-per lembar, membacanya kembali. Ternyata aku baru menyadari kalau aku sudah menuliskan namanya berlembar-lembar. Mungkin ini cara baru.

Namanya Hubby. Ya, aku menamai dia Hubby, dalam bahasa arab Hubb artinya cinta sedangkan  dalam bahasa inggris kata hubby adalah bahasa slang dari husband yang artinya suami. Kurang lebih itulah sejarah aku menamai dia Hubby. Aku  sangat mencintai dia dan dia juga yang mengajarkan aku tentang cinta. Meski aku belum pernah bertemu dengannya dan aku tak tahu nama aslinya siapa. Aku tak peduli, aku mencintai dia seutuhnya.

Lho kok bisa, belum pernah bertemu kok jatuh cinta?  Mungkin kamu bertanya seperti itu, tapi itulah yang terjadi. Banyak yang bilang aku telah gila karena hal ini. Siapa Hubby sebenarnya? Kamu penasaran kan? Oke, kuceritakan padamu tentang dia...

Jumat, 10 Januari 2014

ZONARIZZA Anniversary


Saya mengelola ZONARIZZA sejak awal tahun 2011. Kurang lebih sudah tiga tahun ia menjadi 'rumah' maya saya. Tiga tahun pula saya tuliskan semuanya. Saya posting begitu saja, dulu dibaca orang atau tidak? saya tak terlalu memikirkannya. Saya hanya ingin menulis. Itu saja.

Kini sejak saya memposting tulisan di ZONARIZZA untuk pertama kalinya, berarti ini adalah hari ulang tahun ZONARIZZA. Sebenarnya saya termasuk pribadi yang acuh pada peringatan ulang tahun, bagi saya ulang tahun itu adalah sebuah reflekksi hidup. Bukan untuk diagungkan dengan satu pesta tapi untuk dimuhasabahi sebagai satu tahun berkurangnya usia. Usia hidup. Kalau pun ada ucapan selamat dan doa-doa. Saya sangat berterima kasih, tapi jika tak ada pun, atau tak ada yang mengingatnya, saya pun tak apa-apa. Karena saya sendiri kadang juga lupa kalau di tanggal itu saya lahir kedunia.

Sekarang setelah usia keilmuan saya mulai matang. Saya mulai memilih apa yang saya tuliskan. Sekarang moto saya bukan dibaca orang atau tidak tak masalah. Tapi orang lain ‘harus’ baca. Kata harus disini bukan berarti pemaksaan tapi lebih untuk motivasi diri saya sendiri, agar menulis yang bermanfaat untuk untuk orang lain, yang jika orang baca ia  akan mendapatkan sesuatu. Ada yang membekas di hatinya setelah dia berkunjung di ZONARIZZA.

Selasa, 07 Januari 2014

PKLI MALAYSIA 7 : Ketika Harus Memilih

Seharusnya pagi ini aku sudah berpakaian rapi, memakai almamaterku dan pergi ke sekolah itu. Seharusnya aku sudah mencoret mimpiku.

Seharusnya pagi ini aku sudah berpakaian rapi, memakai almamaterku dan pergi ke sekolah itu. Seharusnya aku sudah mencoret mimpiku. Harusnya pagi ini aku mengikuti serah terima mahasiswa, untuk mengajar di sekolah itu sebagai guru praktikan hingga satu bulan ke depan.

Aku sudah merencanakan kalau hari ini aku akan bangun pagi-pagi, memakai almamater dan jilbab biru untuk memulai hari menjadi guru. Aku sudah merencanakan, kata pertama apa yang akan kusebut saat aku jumpa murid-muridku. Aku sudah merencanakan....

Minggu, 05 Januari 2014

PKLI MALAYSIA 6 : Aku juga Punya Sekolah Impian, Seperti Mereka

Hari ini 24 Desember, pengumuman penempatan PKLI. Aku berharap namaku ada di daftar nama mahasiswa praktikan di sekolah itu.

Semua teman kelasku bercerita tentang dimana ia ingin ditempatkan, ada yang memasrahkan semuanya pada Allah, ada yang mematok sekolah impian, atau setidaknya kota impian. Ingin keluar dari kota Malang, mahasiswa seperti ini adalah mereka yang lahir, sekolah, hingga kuliah ada di Malang.

Aku hanya mendengarkan saja, tanpa ikut menceritakan inginku. Buat apa? Toh, aku sudah mendapatkan jawabannya, bahkan tanpa aku pernah memimpikannya. Pernah sekali dua kali ding, tapi sebenarnya aku jauh lebih memimpikan menjadi guru praktikan di sekolah itu.

“Jika kalian hanya PKLI di Malaysia, kalian tak akan dapat pengalaman mengajar di Indonesia. Sedangkan nanti kalian pulang, sudah pasti mengajar di Indonesia, saya sarankan kalian ikut PKLI juga di Indonesia. Tapi semua terserah kalian Najib, Rizza, Uswah, Nafis, kalian berhak memilih. Toh tugas utama kalian di Malaysia, bukan di Indonesia. Ikut silahkan, tidak pun tidak apa-apa. Tapi saya eman-eman kalian, kalian anak-anak saya, kalian juga harus punya kesempatan mengajar di Indonesia. Sekarang bagaimana?, mau atau tidak PKLI di Indonesia?” kata Pak Walid di akhir mata kuliah KDM

PKLI Malaysia 5 : Empat Mata Dengan Dekan

Dekanku itu pernah menjadi dosenku di semester dua dulu, dekanku itu orang sibuk, sampai-sampai temanku ada yang tak bisa konsultasi skripsi karena dia selalu tak bisa dihubungi. Dekanku itu kontroversial, ada mahasiswa yang menghujatnya, ada pula yang mengamini setiap perkataannya dengan sebenar-benarnya amin. Dekanku itu, sejak dia jadi dekan, semua keputusan ada ditangannya, tak terkecuali aku, nasibku.

Hari ini, jam setengah sepuluh aku sudah duduk manis di ruang tunggu Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, seperti yang tertulis di sms semalam
Dimohon datang tepat waktu, tidak boleh telat

Itu sms dari Bu Ulfa, sms yang dikirim kepada kami peserta PKLI Malaysia, sms yang kami tunggu-tunggu. Karena aku sudah menunggu hari ini sejak lama, aku datang dengan semangat empat lima, berharap akan mendapatkan jawaban tentang apa yang selama ini kupertanyakan, kuragukan.

Sabtu, 04 Januari 2014

Mozaik -Mozaik Luka

Aku baru sadar, ternyata ada luka
Ada luka, Ya, luka
Apa yang kau tahu tentang luka?
Apa? Goresan?
Tersayat?
Tersakiti?

My Letters : UNTUK TEMAN PERJALANAN DUA TAHUN



Apa kabar Kawan? Sudah nggak capek lagi kan? Terima kasih ya atas ajakan perjalanan dua tahun kemarin. Tahu tidak, bersama kalian semua itu serba pertama....


Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku pergi dari kamarku di tanggal tiga puluh satu akhir tahun, tahun-tahun sebelumnya aku hanya di rumah bersama ayah dan ibuku, menonton acara tahun baru di tivi, dan merapal doa di jam 12 malem, tapi tahun akhir tahun kemarin ritualku lebih ramai dari biasanya. Karena ada kalian.

Istimewa. Kenapa? Selain karena bagiku ini yang pertama tapi juga boleh jadi kebersamaan kemarin itu yang terakhir bagi kita. Karena setelah hari kemarin, kita akan disibukkan dengan PKLI, skripsi lalu wisuda. Kemarin itu memang the last tapi aku harap bukan the least ya.

Perjalanan dimulai pukul 12.00 WIB sampai pukul 16.00, empat jam dan berhenti hanya sekedar ngisi bensin dan sholat. Empat jam menuju sebuah tempat yang lagi-lagi pertama bagiku. Bajulmati. Dimana dan seperti apa tempatnya? Aku sama sekali awam. Aku percaya saja, kalian lebih tahu dan tentu saja tak akan mengecewakanku dengan kebersamaan ini.

Ada dua kloter pemberangkatan, kloter pertama Aku, Aril, Najib, Suci, Fitri, Karim. Berangkat lebih dulu, beriringan,  hingga empat jam kemudian kita sampai di sebuah tempat namanya Sitiarjo dan selanjutnya aku menemukan tulisan Pantai Bajul Mati dan Pantai Ungapan. Hujan mendera, sejak di perjalanan tadi sampai ditujuan kini, hujan tak henti.